Pemilu 2014, Politik Uang Berlangsung Masif
Survey: Money Politics More Rife in 2014 Indonesian General Elections
Reporter : Rizki Saleh
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Jakarta (B2B) - Politik uang atau money politic lebih marak pada Pemilu 2014 dibandingkan Pemilu 2004 dan 2009.
Survei International Foundation for Electoral System (IFES) bersama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI) menyatakan politik uang lebih marak pada pemilu 2014 dibandingkan tahun 2009.
"Sejumlah 34 persen responden menilai bahwa politik uang lebih marak pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2009 dan hanya 10 persen saja yang menyatakan bahwa politik uang pada 2014 lebih sedikit dibandingkan dengan pemilu sebelumnya," ujar Direktur Penelitian IFES, Rakesh Sharma dalam paparan hasil survei di Jakarta, Rabu (25/6).
Sementara, lanjutnya, sebanyak 26% responden percaya bahwa politik uang pada 2014 sama dengan 2009. Sedangkan 30% responden lainnya tidak mempunyai pendapat atas hal tersebut.
"Saat ditanya keterlibatan responden dalam praktik politik uang, seringkali mereka enggan mengakui terlibat dalam politik uang. Sebanyak 15 persen responden melaporkan bahwa mereka pernah ditawari uang untuk ditukar dengan suara yang diberikan dan 5 persen saja menyatakan bahwa mereka kenal orang yang pernah ditawari uang," kata dia.
Kemudian, ia menguatarakan, sebanyak 29%responden menyebutkan banyak caleg yang tidak menggunakan politik uang melainkan dengan membantu pembangunan berbagai macam fasilitas atau membayarkan berbagai macam kegiatan kemasyarakatan menjelang pemilu legislatif lalu.
"Dalam kasus-kasus tersebut, ungkapnya sebanyak 44 persen melaporkan mereka memilih caleg yang membayarkan perbaikan sarana masyarakat tersebut," kata dia.
Pengambilan data untuk survei pasca pemilu legislatif ini dikerjakan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 1-10 Juni. Basis sample untuk survei ini adalah 2009 responden yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia.
Dalam survei ini juga ditambahkan sample responden di beberapa daerah (Aceh, Sumatra Utara, Jawa Tengah, Maluku, Papua dan Papua Barat). Data dalam laporan ini sudah dibobotkan sehingga bisa mewakili pendapat masyarakat Indonesia. Tingkat kesalahan dari survei ini sebesar 2,3%.
Jakarta (B2B) - According to survey institutes that money politics has been rife in the general elections in Indonesia this year compared to the elections in 2004 and 2009.
Based on their survey results, the International Foundation for Electoral System (IFES) in cooperation with the Lembaga Survey Indonesia reported that money politics was more rife in the legislative elections on April 9 this year.
"34 percent of respondents view money politics is rife in 2014 than in 2009, and only 10 percent believe it to be lesser than before," IFES research director Rakesh Sharma said when presenting the results of its survey here on Wednesday.
He noted that, meanwhile, 26 percent believed that the situation this year was equally the same as in 2009 and only 30 percent said they had no idea.
"When asked about their involvement in money politics, respondents often denied. A total of 15 percent said they had been offered money in exchange for their votes, and five percent said they knew the persons who had offered money for their votes," Rakesh pointed out.
He explained that 29 percent of respondents said many legislative candidates did not dole out money but had helped financial development of various facilities or public activities ahead of the general elections on April 9.
"With regard to the case, 44 percent reported they will rather choose those who had financed public facilities," Rakesh added.
The survey done after the legislative elections on April 9 was carried out on June 1-10, involving 2009 respondents spread across 33 provinces in the country.
Sample respondents from several regions, namely Aceh, North Sumatra, Central Java, Maluku, Papua, and West Papua, have been added to the survey.
Data from the report have been weighted to represent the opinion of the Indonesians. The margin of error of the survey is 2.3 percent.
Indonesia has planned to organize a presidential election on July 9. In the election, Jakarta governor Joko Widodo and his running mate former vice-president Jusuf Kalla will compete against former military figure Prabowo Subianto who pairs with former economic minister Hatta Rajasa.