Penambang Belerang di Kawah Ijen Disorot Media Asing, Risiko Tinggi Upah Rendah

Indonesian Sulphur Miners Forced to Inhale Toxic Fumes and are Paid Just US$4.5 a Day

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Penambang Belerang di Kawah Ijen Disorot Media Asing, Risiko Tinggi Upah Rendah
Para penambang, yang membawa beban mulai dari 74 kg hingga 90 kg, ternyata hanya mendapat imbalan Rp60 ribuan setelah menjual sulfur ke pabrik gula di dekat lokasi tambang liar (Foto2: MailOnline)

BEKERJA di kawah gunung berapi dan menghirup gumpalan asap beracun selama 12 jam setiap hari, mereka disebut sebagai pekerja yang paling tidak beruntung di dunia karena bekerja di lingkungan yang berbahaya.

Media terkemuka Inggris, MailOnline menyoroti perlakuan tidak manusiawi terhadap para penambang belerang di Jawa Timur, yang menghadapi risiko pekerjaan tapi diupah sangat murah - mereka hanya dibayar Rp60 ribuan sehari untuk menggali belerang dan kemudian membawanya keluar dari Kawah Ijen.

Para penambang itu disebut sebagai sosok pemberani karena berada di tengah kawah, demi mencari nafkah padahal gunung setinggi 2.600 meter tersebut tergolong gunung aktif dan sewaktu-waktu dapat meletus.

Fotografer asal Rusia Gleb Tarro, 43, yang bermukim di San Diego, California, AS melakukan perjalanan ke gunung berapi dan menyaksikan para pekerja nekat tersebut.

Bangun pukul 03:30 pagi, fotografer Gleb Tarro menghabiskan waktu sepanjang hari untuk memotret kondisi di dalam kawah.

Dia bilang: "Saya mengunjungi gunung berapi Ijen untuk memotret panorama indah di tengah kawah,  tapi ketika saya melihat orang-orang mondar-mandir keluar masuk di tengah kabut beracun berwarna kuning mengangkut keranjang besar, saya baru menyadari inilah foto yang sesungguhnya.

'Sekitar 200 penambang manual bekerja memecah belerang di dalam kawah lalu dibelah menjadi beberapa bagian lalu dimasukkan ke keranjang untuk dibawa keluar dari tengah kawah.

'Belerang tersebut kemudian dijual ke pabrik gula di dekatnya. Saya kesulitan bernafas saat berada di dalam kawah, dan saya tidak bisa membayangkan bagaimana orang-orang ini membawa beban berat itu seperti sepanjang hari. Hidup dalam masyarakat perkotaan, kita tidak pernah membayangkan ada orang yang mau bekerja seperti itu."

Para penambang, yang membawa beban mulai dari 74 kg hingga 90 kg, ternyata hanya mendapat imbalan Rp60 ribuan setelah menjual sulfur ke pabrik gula di dekat lokasi tambang liar. Belerang adalah sumber alami asam sulfat, dan digunakan oleh kilang minyak dan bahan pembuat sabun deterjen dan pupuk.

Tarro mengaku: "Saya berjalan 300 meter dari tepi kawah hingga ke lokasi tambang. Saya menghirup uap belerang dan harus berhenti beberapa kali untuk bernafas. Leher saya terasa tercekik dan sangat menakutkan."

"Ketika saya akhirnya tiba di tengah kawah, saya berada di antara para pria bertubuh ceking, yang tidak memperhatikan ada tamu tidak diundang dan sangat sibuk dengan pekerjaan mereka. Terasa aneh, seolah-olah saya berada di dunia yang berbeda."

"Ketika orang lain melihat foto-foto ini saya menerima pendapat yang sangat beragam. Beberapa orang terlibat dalam diskusi masalah sosial tentang masih terjadinya eksploitasi manusia, sedangkan beberapa komentar lebih menyoroti pada keindahan alam yang menakjubkan di lokasi tambang liar tersebut."

WORKING IN A VOLCANO crater and inhaling plumes of toxic smoke for 12 hours every day, these men have one of the most unpleasant jobs in the world.

The sulphur miners in East Java, Indonesia risk their lives daily for a pittance - they are paid £3 a day to break up solidified sulphur then carry it out of the Ijen Volcano crater floor.

The intrepid miners clamber over sharp rock faces, braving sheer drops from the side of the 2,600-metre-high active volcano which could erupt at any time.

Russian photographer Gleb Tarro, 43, of San Diego, California, travelled to the volcano and witnessed the men at work.

Waking at 3:30am, Mr Tarro spent an entire day taking pictures inside the crater.

He said: 'I visited the Ijen volcano to shoot the beautiful colours of the crater lake, but when I saw people diving in and out of the yellow poisonous fog with huge baskets, I knew what my photos needed to focus on.

'Around 200 miners manually break cooled solidified sulphur into large pieces and carry it in baskets from the crater floor up to the crater rim and out.

'The sulphur is then sold to a nearby sugar refinery. I had a very hard time breathing in the crater, and I cannot imagine how these men carry such heavy loads all day. Living in an urban society, we never think of such working conditions.'

The miners, who carry loads ranging from 165lbs to 200lbs, earn an average of £3 per day after selling the sulphur to a nearby sugar refinery. Sulphur is a natural source of sulphuric acid, and is used by oil refineries and in the production of products such as detergents and fertilisers.

Mr Tarro said: 'I walked 300 metres from the crater rim down to the lake. I was breathing in sulphur vapours and had to stop a few times to catch my breath. It was suffocating and scary.

'When I finally reached the water's edge, I found myself among these small skinny men, who paid no attention to alien visitors and were very busy with their daily work. It felt surreal, as if I were in a different world.

'When people see these photographs I receive very mixed feedback. Some people engage in a social problems discussion about how some people are still being exploited, whereas some comment on the stunning natural beauty of the place.'