Kedubes Australia Ditagih Tunggakan Rp30 M oleh Ahok
Jakarta Governor Will Collect Debt from Australian Embassy
Reporter : Roni Said
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama memberikan dua opsi kepada Kedutaan Besar Australia terkait tunggakan pembayaran izin perluasan tanah atau surat persetujuan prinsip pembebasan lahan atau tanah (SP3L), di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan sebesar Rp 30 miliar. Pertama, membayar tunggakan atau mengajukan permintaan keringanan kepada Kementerian Luar Negeri untuk penghapusan denda.
"Nanti bisa saya tagih dan bisa juga mereka minta Kemenlu untuk hapus denda itu," kata Basuki, di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (27/3).
Menurut Basuki, setiap perwakilan negara bisa mengajukan keringanan melalui Kemenlu. Nantinya ada perlakuan timbal balik terhadap perwakilannya di negara yang melakukan kerjasama. Dia mencontohkan Kedubes Australia meminta penghapusan denda SP3L kepada Indonesia. Kemudian denda Indonesia yang ada di Australia juga bisa dihapus.
"Bahasa diplomatnya ada perlakuan timbal balik. Jadi kalau di sana kami (Indonesia) mau bangun apa, tidak kena denda maka dia di sini juga tidak boleh kena denda gitu," kata Basuki yang akrab dipanggil Ahok.
Awalnya, pihak Kedubes Australia mengajukan perluasan area kedutaan ke Pemprov DKI Jakarta. Tetapi, mereka telah melakukan pembebasan lahan untuk perluasan itu tanpa seizin gubernur dan tanpa SP3L. Berdasarkan aturan yang berlaku, tanpa SP3L, yang bersangkutan berkewajiban membayar denda sebesar Rp30 miliar hingga Rp36 miliar sebagai biaya ganti rugi.
Meskipun sudah dua tahun lebih denda belum dibayar, pihak Kedubes Australia sempat meminta keringanan. Namun, permintaan tersebut tidak disetujui karena sebelumnya ada permintaan Pemprov DKI yang tidak terwujud untuk melakukan hubungan timbal balik.
Jakarta (B2B) - Jakarta Governor Basuki Tjahaja Purnama offered two options to Australian embassy related the the arrears of land expansion permit or approval letter in principle for land acquisition, known as the SP3L, in Kuningan areas of South Jakarta. First, they pay the debt or they can request leniency fines from the Indonesian Foreign Affairs Ministry.
"I can collect the debt or they can ask the Foreign Affairs Ministry to remove the fines," Mr Purnama said at Jakarta City Hall, yesterday.
Mr Purnama continued each country representative can requesting leniency through Indonesian Foreign Affairs Ministry by providing reciprocal relationship to Indonesia representatives in their country. As example, if Australian embassy request SP3L fines removal to Indonesia, Australia can also remove Indonesia fines.
"The point is the reciprocal treatment. If we (Indonesia) want to build something at there, they won't give fines to us," Basuki uttered.
Initially, the Australian embassy proposed embassy area expansion to the city government. However, they had acquired land for the expansion without governor permission and without SP3L. Based on the rules, they should pay a fine of IDR 30 billion to IDR 36 billion as compensation expense.
Despite the fines unpaid for two years, the Australian Embassy had requested leniency. However, the request was not approved because there is a city government's demand unrealized to do the reciprocal relationship.