Tarif LRT Diperkirakan Maksimal Rp15 Ribu per Penumpang, kata Ahok

Jakarta Governor Predicted LRT Fare 10,000 to 15,000 per Passenger

Reporter : Roni Said
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Tarif LRT Diperkirakan Maksimal Rp15 Ribu per Penumpang, kata Ahok
Dirut PT Adhi Karya Kiswodarman (kiri) menjelaskan pembangunan LRT kepada Presiden RI Joko Widodo didampingi Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Foto: Setkab)

Jakarta (B2B) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memastikan tidak menyediakan subsidi tarif moda transportasi massal berbasis rel, Light Rapid Transit (LRT). Pasalnya, untuk prasarana berupa jalur dan stasiun LRT akan dibangun oleh pemerintah, sementara untuk operasional dan pengadaan kereta atau rolling stock baru diserahkan kepada swasta melalui lelang.

Gubernur DKI Jakarta mengatakan pemerintah sudah menanggung hingga 70 persen untuk pembangunan LRT, dan diperkirakan tarif LRT bisa mencapai Rp10.000 hingga Rp15.000.

"Kelihatan ini nggak ada subsidi, sebab 70 persen prasarananya sudah ditanggung pemerintah. Sarana paling 30 persen, dengan dasar itu kita yakin paling tarifnya Rp10 ribu hingga Rp15 ribu," kata Ahok di Balai Kota belum lama ini.

Sebagaimana diketahui, pembangunan LRT tidak hanya dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, melainkan bersama pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Gubernur Ahok bahkan menyerahkan lelang operasional tujuh koridor LRT kepada Kemenhub.

"Biar sekalian dan biar saling masuk (antara LRT DKI dengan LRT Adhi Karya). Biar sama sistem pembayaran rupiah per kilometernya antara LRT yang di Jakarta dan di luar Jakarta," katanya lagi.

Hal itu dilakukan agar harga rupiah per kilometer setiap koridor bisa sama, selain itu dengan pemusatan lelang ke Kemenhub, maka operasional LRT akan saling terintegrasi sehingga setiap koridor tidak berdiri sendiri. Selain itu, ‎tidak boleh ada perbedaan harga dari luar kota dan dalam kota.

Presiden Joko Widodo sendiri telah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 98/2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Light Rail Transit terintegrasi dengan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi. Serta Perpres Nomor 99 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaran Perkeretaapian Umum di wilayah DKI Jakarta.

Di dalam Perpres tersebut, lanjut Basuki, Pemprov DKI boleh menunjuk langsung Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk membangun infrastruktur LRT. Apabila LRT pemerintah pusat dikerjakan oleh PT Adhi Karya, LRT DKI dikerjakan oleh PT Jakarta Propertindo.

Nantinya, Pemprov DKI akan membeli kembali prasarana tersebut. Karena dalam Perpres juga diatur semua prasarana LRT adalah milik negara. Untuk lelang rolling stock baru diserahkan kepada swasta.

Jakarta (B2B) - Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama said will give a subsidy for Light Rapid Transit (LRT) as a rail-based transportation. The facility such as lane and station are built by central government, the operational and train procurement or rolling stock will be given to private party via an auction.

Governor Purnama said the central government has funded the project up to 70 percent, so the LRT tariff could reach 10 to 15 thousand rupiahs.

"No subsidy for LRT tariff since the central government assist up to 70 percent," he said here recently.

Previously known the LRT development is run by central government with Jakarta Provincial Government, and Governor Purnama lets Indonesian Transportation Ministry run the seven corridor's operational auction.

Giving the auction process to the ministry, it means no different corridor executor. It will surely be integrated each other, and tariff fee will remain the same for inner and outer city.

The Indonesia President Joko Widodo has issued Presidential Regulation (Perpres) No. 98/2015 about Light Rail Transit Acceleration integrated with Jakarta, Bogor, Depok, and Bekasi. Also Perpres No. 99/2015 about Public Train Acceleration in Jakarta.

Based on those regulation, Jakarta Provincial Government is able to choose Regional-Owned Enterprise (BUMD) to develop LRT infrastructure. Central government's LRT is worked by PT Adhi Karya, while city's LRT done by PT Jakarta Propertindo.

Later on, Jakarta Provincial Government will buy the infrastructure back.