Boni Hargens: "Beri Kesempatan Jokowi Bekerja"

Indonesian Political Observer: Too Early to Judge Widodo Administration Performance

Reporter : Rizki Saleh
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Boni Hargens: "Beri Kesempatan Jokowi Bekerja"
Presiden RI Joko Widodo berdialog langsung dengan rakyat didampingi Mentan Amran Sulaiman dan Gubernur Sulbar, Adnan Saleh (Foto: B2B/Mac)

Jakarta (B2B) - Pengamat politik Boni Hargens meminta masyarakat untuk memberikan kepada Presiden RI Joko Widodo untuk bekerja terlebih dahulu menerapkan segala kebijakannya, meski beberapa kebijakan seperti menaikkan harga BBM menimbulkan kontroversi.

"Masyarakat jangan terlalu cepat mengadili maupun memberikan penilaian kepada Jokowi, biarkan Pak Jokowi bekerja dulu," kata Boni melalui pernyataan tertulis.

Menurut Boni, masih terlalu cepat untuk menilai apakah pemerintahan Jokowi gagal atau berhasil membangun negeri. Namun, Boni memastikan bahwa dirinya akan tetap kritis dalam melihat kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh Jokowi.

"Jika Jokowi itu melenceng, tidak menerapkan konsepnya maka kita yang paling terdepan untuk mengkritisinya," ungkapnya.

Lebih lanjut, Boni menerangkan bahwa kenaikan harga BBM bersubsidi merupakan warisan dari pemerintahan sebelumnya yakni pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang harus ditanggung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Disebutkannya, ada alasan mengapa Jokowi langsung menaikan harga BBM tak lama setelah
dilantik. Yaitu, celah ruang fiskal yang begitu sempit dalam APBN.

"Saya memahami langkah Presiden Jokowi dalam menaikan harga BBM. Konteksnya adalah ada
celah fiskal yang begitu sempit dalam APBN kita. Ini adalah beban yang diwariskan dari zaman SBY
yang harus ditanggung Jokowi," beber Boni.

Lebih jauh, Boni mengemukakan, dengan keputusan menaikkan BBM, maka saat ini pemerintah harus serius menjalankan program Kartu Sakti dan program lain yang diarahkan pada pembangunan manusia. Boni pun menyadari adanya guncangan sosial akibat naiknya harga BBM. Namun, ia memprediksi imbasnya hanya pada naiknya harga kebutuhan pokok hanya akan berlangsung selama 2 bulan.

"Memang akan ada turbulensi sosial, tapi itu juga tak akan lama berlangsung. Karena Presiden pasti punya kebijakan lain yang pro rakyat hasil dari pencabutan subsidi," pungkasnya.

Jakarta (B2B) - Indonesian political observer Boni Hargens said it is too early to give a good or bad mark for the new government of Joko Widodo (Jokowi) and M. Jusuf Kalla.

The people should not be too quick to judge, Hargens said, adding the government, which was installed only last month should be given time to prove itself.

He said the controversial policy of raising the prices of subsidized oil fuels (BBM) was forced by the burden inherited from the previous regime.

"There was very little space for fiscal maneuver left by the previous government in the state budget," he said through the written statement.

He said the decision to raise the BBM prices necessitated seriousness of the government to carry out its social protection program through what are called Healthy Indonesia Card (KIS), Prosperous Family Card (KKS) and Smart Indonesia Card (KIP).

In addition, the government needs to be similarly serious in carrying out other programs for the development of human resources.

He said he was aware of the social turbulence as a result of the BBM price rise, but he said he predicted the impact would be limited to increase in the prices of certain essential goods only.

The turbulence would not last long as the government was believed to have launched pro-people projects financed with the subsidy fund cut from BBM, he said.

Hargens, who lead a group of volunteers backing Jokowi during the pre-election political campaign, said he would remain critical of the government.

"We will stand in the front line to criticize if the the government of Jokowi began to run off the rail," he said.