Pemerintah Ijinkan Lagi Pengiriman TKI ke Luar Negeri

In U-turn, Indonesia Says Will Continue to Send Maids Abroad

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Pemerintah Ijinkan Lagi Pengiriman TKI ke Luar Negeri
Foto: istimewa

PEMERINTAH Indonesia pada Senin mengatakan akan kembali mengirimkan tenaga kerja (TKI), dan kebijakan tersebut disambut baik oleh aktivis buruh migran yang menegaskan moratorium pengiriman TKI hanya akan meningkatkan pengiriman TKI ilegal.

Setiap tahun ribuan wanita Indonesia mencari pekerjaan di luar negeri sebagai pekerja rumah tangga ke sejumlah negara seperti Hong Kong, Singapura, Taiwan dan Malaysia. Mereka diiming-imingi gaji tinggi meskipun begitu hak-hak mereka kerap dilanggar dan banyak yang bekerja bagaikan budak.

Pemerintah RI sebelumnya menyatakan akan menghentikan pengiriman TKI ke luar negeri pada tahun ini, dengan dalih untuk melindungi kaum perempuan. Namun kebijakan tersebut dikritik oleh kalangan aktivis karena mereka khawatir akan lebih banyak perempuan yang terdorong menjadi pekerja migral ilegal.

Pejabat tinggi di Kementerian Ketenagakerjaan mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa pemerintah tidak akan melakukan pelarangan melainkan mengadakan dialog dengan negara-negara penerima TKI untuk memastikan agar mereka diperlakukan dengan 'manusiawi'.

"Kami tidak melarang warga Indonesia pergi ke luar negeri untuk menjadi pekerja rumah tangga, tapi kami ingin perlindungan yang lebih baik bagi mereka," Soes Hindharno, Direktur Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri pada Kementerian Tenaga Kerja.

Dia mengatakan, hal ini termasuk mencegah apa yang disebut "pekerjaan serabutan" oleh TKI di mancanegara untuk mencegah eksploitasi.

"Apabila mereka bekerja menjadi pekerja rumah tangga, mereka adalah ibu rumah tangga - mereka membersihkan, memasak dan menyetrika dan juga menjadi babysitter. Anda tidak bisa meminta babysitter untuk memandikan anjing Anda."

Saat ini, perempuan Indonesia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di luar negeri biasanya tinggal di rumah majikan mereka. Aktivis migran mengatakan, aturan itu membuat mereka rentan terhadap kekerasan.

Aktivis migran juga menyambut baik keputusan pemerintah, namun yang lebih dibutuhkan adalah memerangi perdagangan manusia, termasuk memastikan agar para TKI mengetahui hak-hak mereka sebelum berangkat ke luar ngeri.

"Pergi bekerja ke luar negeri adalah hak dasar. Jika pemerintah menghentikan ini, kita hanya akan melihat lebih banyak kasus perdagangan manusia," kata Mulyadi, salah satu pendiri Migrant Care.

Sejak 2015, Indonesia melarang pengiriman TKW ke 21 negara-negara Timur Tengah menyusul serangkaian kasus kekerasan di negara-negara itu. Namun karena meningkatnya permintaan, banyak penyalur TKI ilegal yang memanfaatkan situasi tersebut.

Soes Hindharno mengatakan, larangan pengiriman TKI ke Timur Tengah akan dipertahankan.

Sepertiga dari sekitar enam juta tenaga kerja Indonesia di luar negeri bekerja sebagai pekerja rumah tangga seperti dilansir MailOnline.

INDONESIA said Monday it would continue to send domestic helpers overseas, in an about-turn welcomed by campaigners who said it would help prevent women falling prey to human trafficking.

Thousands of Indonesian women travel to places like Hong Kong, Singapore, Taiwan and Malaysia every year to become maids, attracted by promises of higher salaries despite reports of widespread abuses and near slave-like living conditions.

Jakarta had previously said it would stop sending maids overseas from this year, on the grounds of protecting the women, sparking concerns it would push more poor Indonesians desperate for jobs into illegal migration.

However a senior official at the Manpower Ministry told the Thomson Reuters Foundation that Jakarta would not go ahead with the ban but it has been in talks with countries to ensure Indonesian maids are treated in a "humane" way.

"We are not stopping Indonesians going overseas to become domestic workers but we want better protection for them," said Soes Hindharno, director for the protection and placement of Indonesian migrant workers abroad.

He said this includes preventing what he called "multi-tasking work" by Indonesian maids to reduce exploitation.

"If they are housekeepers, they are housekeepers - they clean, cook and iron. If they are babysitters, they are babysitters - you can't ask a babysitter to bathe your dog."

Currently, Indonesian women who work as maids abroad are required to stay at the home of their employer, handling tasks from cleaning to looking after children or the elderly - a rule activists say making them vulnerable to abuse.

Migrant activists welcomed the decision, but said more needed to be done to combat human trafficking including ensuring women aware of their rights when leaving for work overseas.

"It is a basic right to go abroad to work. If the government stops this, we will only see more human trafficking cases," said Mulyadi, a co-founder of rights group Migrant Care, who like many Indonesian goes by one name.

Indonesia since 2015 has banned women from going to 21 Middle Eastern countries following a series of abuse cases but high-demand for maids has encouraged traffickers to find ways around the curbs.

Hindharno said the Middle East ban would stay in place.

Domestic helpers make up more than a third of the six million Indonesian working abroad.