Suku Baduy Kokoh Pertahankan Adat di Tengah Kehidupan Modern

Indonesia`s Baduy Maintain Customary Provisions in the Midst of Modern Life

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Suku Baduy Kokoh Pertahankan Adat di Tengah Kehidupan Modern
Wanita Baduy Luar di kediamannya di Desa Kanekes, Lebak, Banten (kiri), pemukiman warga Baduy Luar, dan warga Baduy Luar dan Baduy Dalam (Foto2: B2B/Mac)

BADUY adalah komunitas yang telah ada setidaknya sejak 500 tahun lalu. Mereka hidup di hutan-hutan Mandalasingkah, dan sangat ketat dalam menegakkan adat dan tradisi mereka. Suku Baduy terdiri atas dua kelompok: Baduy Dalam atau Baduy Jero dan Baduy Luar (Baduy Penamping).

Pemukiman Baduy menempati kawasan perbukitan di Banten Selatan, di lahan seluas 5.101 hektar dan tersebar di 30.. suku Baduy dipimpin oleh tiga tokoh adat yang disebut Pu´un. Jumlah total penduduknya 11.600 orang menurut Sensus Penduduk 2010.

Warga Baduy Luar selalu berpakaian hitam. Mereka bermukim di pemukiman terpencil yang membentuk penghalang untuk menjaga pemukiman warga Baduy Dalam. Pemukiman mereka dibangun di kawasan tertutup di lereng bukit.

Sementara warga Baduy Dalam selalu berpakaian putih. Warna tersebut mencerminkan sikap mereka. Hitam memberikan kesan tangguh, sedangkan putih melambangkan kejujuran.

Mereka hidup dengan motto Ngaing Teu Wasa atau saya tidak memiliki kekuatan. Namun, orang luar menganggap Baduy sebagai orang yang mengendalikan kekuatan magis.

Kata ´Baduy´ berasal dari kata ´Badu´ atau ´Badaw´ yang berarti lautan pasir. Kata ini mungkin berasal dari bahasa Arab. Awalnya nama yang diterapkan untuk orang-orang yang menentang Islam atau yang  bermukim gurun Sahara.

Menurut masyarakat Baduy dari Banten Selatan, sebenarnya, nama tersebut berasal dari dunia Baduyut, yang merupakan nama sejenis pohon beringin dengan daun lebar.

Desa-desa Baduy yang paling penting adalah Cikeusik, Cibeo, dan Cikertawan. Tempat di mana tiga Pu´un hidup. Pemukiman lainnya adalah: Babakan Keduketug, Karahkal, Kaduyangkung, Sorokakad, Babakan Tucahluhur, Babakan Kaduko, Benceret, Batara Kadukohak, Cisaben, Kaduketug, Cihulu, Kaduketer, Cibongkok, Gajeboh, Cicakal, Nagreg, Cicakal Garang, Cikadu, Cipi´it, Cisangu, Babakan Cisangu, Batubeulah, Cangkudu, Pame´ean, Ciguha dan Cikopeng.

Dua sistem mengelola kehidupan warga Baduy. Pertama, hubungan dengan pejabat dan hukum di Indonesia yang ditangani oleh pemerintah kabupaten. Sementara urusan yang berkaitan dengan komunitas otonom Baduy menjadi tanggung jawab Kepala Adat.

Orang-orang Baduy menganut kepercayaan yang disebut Sunda Wiwitan. Mereka mengakui keberadaan Tuhan dan Nabi Adam Alaihi Salam, dan percaya bahwa dunia oleh Tuhan Maha Esa yang tidak terlihat.

THE BADUY is a community which has existed at least 500 years. They live in the jungles of Mandalasingkah, and are very strict in upholding their customs and traditions. The Baduy consists of two groups: the inner Baduy or Baduy Jero and Outer Baduy (Baduy Penamping).

Baduy settlements occupy the rough terrain of Southern Banten, covering an area of 5,101 hectares where 30 villages are found. The Baduy are ruled by three Pu´un (customary leaders). Their total population numbers 11.600 people according to a 2010 count.

The Outer Baduy are always dressed in black. They live in isolated settlements which forms a barrier guarding the inner Baduy. Their houses are built in clusters on the slope of hills.

The Inner Baduy are always dressed in white. The colors they wear reflect their attitude. Black gives the impression of toughness, whereas white represents honesty.

They live by the motto Ngaing Teu Wasa or I have no power. However, outsiders regard the Baduy as people who control magical powers.

The word ´Baduy´ comes from the word of ´Badu´ or ´Badaw´ which mean sandy ocean. The word is presumably derived from the Arabic language. Originally the name applied to the people who opposed Islam or who harrased the Moslem in the Sahara desert.

According to the Baduy people of South Banten, however, the name is derived from the world Baduyut, which is the name of a kind of Banyan tree with broad leaves.

The most important Baduy villages are Cikeusik, Cibeo, and Cikertawan. These are where the three Pu´un live. The other settlements are: Babakan Keduketug, Karahkal, Kaduyangkung, Sorokakad, Babakan Tucahluhur, Babakan Kaduko, Benceret, Batara Kadukohak, Cisaben, Kaduketug, Cihulu, Kaduketer, Cibongkok, Gajeboh, Cicakal, Nagreg, Cicakal Garang, Cikadu, Cipi´it, Cisangu, Babakan Cisangu, Batubeulah, Cangkudu, Pame´ean, Ciguha and Cikopeng.

Two systems administer the affairs of life of the Baduy. First, the relationship with the officials and laws of the Indonesian Government is taken care by an Administrative Head. The affairs relating to to the Baduy´s own autonomous community are the responsbility of the Custom Head.

The people of Baduy adhere to the religion called Sunda Wiwitan. They acknowledge the existence of God and the Prophet Adam Alaihi Salam, and believe that anything else is regulated by an invisible Almighty God.