KTP Elektronik Diduga Dikorupsi, KPK Geledah Kantor Kemendagri

Indonesian Anti-graft Agency Search at Home Affairs Ministry`s Office

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


KTP Elektronik Diduga Dikorupsi, KPK Geledah Kantor Kemendagri
Ilustrasi: liputan6.com

Jakarta (B2B) - Kantor Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, Selasa, digeledah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (E-KTP) tahun anggaran 2011-2012.

"Tadi terkait dengan penyidikan ini ada penggeledahan di sejumlah tempat, di antaranya di kantor Ditjen Dukcapil di Kalibata Jakarta Selatan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa.

KPK hari ini mengumumkan telah menetapkan Sugiharto, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri sebagai tersangka kasus tersebut.

KPK menduga Sugiharto sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) melakukan penyalahgunaan kewenangan terhadap proyek dengan anggaran Rp6 triliun tersebut.

"Seperti yang selalu dilakukan KPK dalam kaitan dengan proses penyidikan, akan ada pengembangan nanti, sejauh mana pihak-pihak lain yang terlibat. Tapi tergantung sejauh mana temuan pengembangan penyidik, apakah ada dua alat bukti yang cukup yang kemudian bisa disimpulkan ada atau tidak pihak lain yang terlibat," tambah Johan.

Informasi kasus tersebut menurut Johan berasal dari laporan masyarakat pada 2012.

"Ini pengaduan masyarakat, jadi tentu salah satu informasi bisa jadi didapat dari M Nazaruddin, tapi laporan itu bukan dasar melakukan penyelidikan. Sudah ada pengaduan yang pernah disampaikan ke KPK oleh kelompok masyarakat," jelas Johan.

Mantan bendahara umum Partai Demokrat M Nazaruddin pada September 2013 pernah mengadukan dugaan korupsi dalam proyek e-KTP kepada KPK antara lain mengenai aliran dananya yang disebut mengalir ke sejumlah anggota DPR seperti bendahara umum Partai Golkar Setya Novanto yang menerima RP300 miliar, Ketua dan Wakil Ketua Komisi II DPR dan anggota sebesar 2,5 persen dari anggaran, Ketua dan Wakil Ketua Banggar 2,5 persen dari anggaran hingga Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mendapat 2 juta dolar AS melalui adinya Azmi Aulia Dahlan.

Namun Gamawan telah membantah penerimaan uang tersebut.

Dalam kasus ini, Sugiharto disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) subsiderpasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 pasal 64 ayat (1) KUHP," tambah Johan.

Pemenang pengadaan E-KTP adalah konsorsium Percetakan Negara RI (PNRI) yang terdiri atas Perum PNRI, PT Sucofindo (Persero), PT LEN Industri (Persero), PT Quadra Solution dan PT Sandipala Arthaput yang mengelola dana APBN senilai Rp6 triliun tahun ang�garan 2011 dan 2012.

Program E-KTP ini secara nasional dilaksanakan dalam dua tahap yakni pada 2011 dan 2012. Tahap pertama dilaksanakan di 197 kabupaten/kota dengan targer 67 juta penduduk telah memiliki KTP elektronik.

Program KTP elektronik di 197 kabupaten/kota ini ditargetkan mulai pada awal Agustus 2011, namun, pada pelaksanaannya, terdapat masalah terkait ketersediaan dan distribusi perangkat yang dibutuhkan

Jakarta (B2B) - The Indonesian Anti-graft Agency on Tuesday searched the office of directorate general of demography and vital statistics at the Indonesian Home Affairs Ministry to probe alleged corruption charges in procuring electronic identification cards (e-KTP).

"In connection with the investigation (of the alleged graft case), we searched a number of places today including the office of the directorate general of demography and vital statistics in Kalibata, South Jakarta," stated KPK spokesman Johan Budi.

On Tuesday, the KPK named the director of demographic administration information management, identified by the initial S, as a suspect in the case.

The KPK believes that S had abused his power in the project, which was worth Rp6 trillion.

"As usual, the KPK will expand its probe to check the involvement of other parties. But, all this will depend on the result of the investigation to decide whether there are two pieces of adequate evidence that point to the involvement of other parties," he explained.

Information about the alleged graft case came to light after the KPK received tip-offs from the public in 2012.

"This is the publics complaint. Of course, one of the pieces of information might come from M. Nazaruddin, but the report did not serve as a basis for conducting investigation. A group of people have reported it (the alleged graft case) to the KPK," he stated, referring to the former treasurer of the Democrat Party, who is currently serving prison term on a corruption conviction.

In September 2013, Nazaruddin informed the KPK about alleged corruption in the procurement of E-KTP, including the alleged flow of funds to a number of House of Representatives (DPR) members.

The E-KTP program was carried out in 2011 and 2012.

The first phase of the program, which targeted 67 million citizens, was started in August 2011. During the implementation phase, the program encountered several problems related to the availability and distribution of necessary instruments.