Elit Parpol di Pusaran Kasus Korupsi e-KTP jadi Sorotan Dunia

Indonesia`s "Marathon" Probe of Politicians to Test Graft Battle

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Elit Parpol di Pusaran Kasus Korupsi e-KTP jadi Sorotan Dunia
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum dan Ketua DPR Setya Novanto menjadi saksi kasus korupsi KTP elektronik (Foto: istimewa)

PENYELIDIKAN kasus korupsi yang melibatkan puluhan politisi menjadi sorotan utama di Indonesia, tapi tidak ada negara yang bertindak begitu keras terhadap korupsi selama dekade terakhir, kata Wakil Presiden Ri Jusuf Kalla.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengadili dua tersangka dan keduanya mengaku kasus korupsi KTP elektronik (e-KTP) melibatkan 37 orang dalam kasus korupsi senilai US$170 juta.

Dalam surat dakwaannya, KPK mengatakan sejumlah uang mulai dari US$5.000 hingga US$5,5 juta dibagi-bagikan di gedung DPR. Mereka yang terlibat termasuk kader dari partai yang berkuasa, PDI Perjuangan yang merupakan partai Presiden Joko Widodo, menteri, ketua parlemen, dan sejumlah kader partai politik yang menjadi anggota DPR.

Kasus korupsi triliunan rupiah tersebut menjadi perhatian utama media massa, karena jumlah uang yang digelapkan dan para elit politik yang diduga menerima uang haram tersebut. Fakta bahwa kasus tersebut melibatkan anggota DPR bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Dalam sebuah survei yang dilakukan oleh Transparency International menyatakan bahwa DPR sebagai lembaga paling korup di Indonesia.

"Jika Anda melihat begitu banyaknya kasus korupsi dan menyimpulkan memang banyak sekali korupsi di Indonesia, itu betul. Tapi di sisi lain, Anda dapat melihat bagaimana sangat sulitnya Indonesia memberantas korupsi," kata Wapres JK ketika ditanya tentang kasus korupsi e-KTP.

Meskipun ada upaya berulang kali oleh para politisi dan polisi untuk melemahkan, KPK tetap menjadi salah satu lembaga yang paling efektif dan independen di Asia Tenggara. Tahun lalu, ada 91 orang yang diusut KPK, suatu rekor baru dalam 15 tahun sejarah KPK.

"Tidak ada negara lain yang selama 10 tahun memenjarakan sembilan menteri dan 19 pejabat tinggi lainnya serta anggota parlemen," kata JK kepada Reuters.

Forum Ekonomi Dunia melalui Laporan Kompetitif Global 2015-2016 menyebutkan dari data-data yang mereka terima mengindikasikan bahwa upaya mengatasi korupsi di Indonesia cukup berhasil yang menunjukkan "peningkatan pada hampir semua tindakan yang berkaitan dengan suap dan etika".

Meskipun demikian, Indonesia masih bercokol di peringkat 90 dari 176 negara dalam Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis Transparency International tahun lalu, setara dengan negara-negara seperti Liberia dan Kolombia.

Rekam Jejak
KPK, yang mengaku 100 persen bekerja berdasarkan bukti, didukung 1.200 staf dan dapat melakukan penyadapan tanpa surat perintah. Setelah memulai penyelidikan, tidak ada mekanisme hukum yang dapat menghentikan KPK.

Namun aksi KPK bukannya tanpa mendapat perlawanan. Empat tahun lalu, KPK harus meminta dukungan publik setelah kantorny di kawasan Kuningan dikepung polisi yang meminta menyerahkan penyidik KPK yang mengungkap kasus korupsi yang melibatkan sejumlah petinggi Polri.

Kemudian mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, harus masuk bui, yang mengaku dia dijebak dalam kasus pembunuhan terhadap upaya sejumlah pihak yang bersikeras menghentikan penyelidikan penggembelungan suara pada Pemilihan Presiden 2009. Antasari Azhar kemudian mendapat grasi tahun ini.

Media massa Indonesia turut mengungkap kasus korupsi kepada khalayak pembacanya, meskipun Presiden Jokowi meminta masyarakat untuk mematuhi asas praduga tak bersalah.

Kasus korupsi juga memicu ketegangan agama dan politik, terkait Pilkada DKI Jakarta yang menjadi ajang pertarungan awal menjelang Pilpres 2019.

KPK sendiri sejak lama menghadapi berbagai tekanan dan upaya pelemahan. Bahwa sebagian besar tersangka korupsi erasal dari anggota parlemen dan partai pendukung pemerintah, membuat penyidikan rentan intervensi politik.

"Sejak dari awal, kami memahami bahwa kasus ini tidak akan menjadi proses yang singkat. Kami mengangggap ini seperti lari maraton," kata Ketua KPK Agus Rahardjo sambil menegaskan, lembaganya tetap akan mengejar 'ikan-ikan besar' yang terlibat.

Ketegangan dengan DPR
Kasus ini berlangsung dari 2009 dan terpusat pada dugaan penggelembungan (mark-up) anggaran pengadaan untuk program KTP elektronik.

Para tersangka diadili, dua direktur jenderal di Kementerian Dalam Negeri, menyebut Ketua DPR Setya Novanto dan tokoh elit PDIP termasuk Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, seperti disebut dalam surat dakwaan.

Yasonna dan Setya Novanto belum didakwa dan membantah menerima suap dari proyek e-KTP.

Petinggi PDIP mengatakan partai meragukan bahwa kadernya terlibat kasus tersebut, dan akan menghormasi proses hukum.

Ketegangan antara KPK dan DPR memang sudah terjadi sejak lama. Sebagian anggota DPR menuduh KPK punya motif politik dibalik pengungkapan kasus-kasus korupsi besar.

Kalangan DPR sebelumnya pernah mengusulkan untuk membatasai kewenangan KPK dan memberi wewenang kepada DPR untuk menghentikan pengusutan kasus korupsi, jika hal itu dianggap perlu.

Sebuah tim ahli di DPR kini berupaya mendapat dukungan publik untuk melakukan revisi pada UU KPK. DPR ngotot agar KPK harus minta ijin terlebih dulu kepada DPR sebelum melakukan penyadapan. DPR juga menuntut wewenang untuk menghentikan pengusutan korupsi dalam kondisi-kondisi tertentu seperti dilansir MailOnline.

A CORRUPTION investigation into dozens of politicians is a cause for concern in Southeast Asia's biggest economy, but no other country has taken such a tough stance against graft over the past decade, Indonesian Vice President Jusuf Kalla said.

The anti-graft agency, known by its Indonesian initials KPK, has put on trial two suspects and is looking into claims that at least 37 people benefited from the theft of $170 million linked to a national electronic identity card.

The accusations in a KPK indictment letter say sums ranging from $5,000 to $5.5 million were openly divided up in a room in parliament. Those implicated include members of President Joko Widodo's ruling party, a minister, the speaker of parliament and opposition party members.

The scale of the alleged theft has created sensational headlines, even in a country long used to epic corruption scandals. The fact that it involves parliament will be less of a surprise. In a survey by global watchdog Transparency International, Indonesians perceived the parliament as the country's most corrupt institution.

"If you see...so many corruption cases and (think) that means there is so much corruption, fine. But on the other hand, you can see too how Indonesia is being very tough in combating corruption," Kalla said in an interview when asked what the e-KPT (electronic Resident Identity Card) case.

Despite repeated efforts by politicians and police to undermine it, the KPK has remained one of Southeast Asia's most effective and independent agencies. It investigated 91 people last year, a record in its 15-year history, data provided by the agency showed.

"No other country has within 10 years jailed nine ministers and 19 (provincial) governors, and other high-ranking officials and members of parliament," Kalla told Reuters.

The World Economic Forum's 2015-16 Global Competitiveness Report said its data suggested efforts to tackle corruption were paying off, with Indonesia "improving on almost all measures related to bribery and ethics".

Even so, Indonesia ranked 90 out of 176 countries in Transparency's annual Corruption Perceptions index last year, on par with countries such as Liberia and Colombia.

Perfect Conviction Record
The KPK, which claims a 100 percent conviction record, has 1,200 staff and can wiretap without a warrant. Once it begins an investigation, there is no legal mechanism to halt it.

But taking on vested interests can come with a cost. Four years ago, the KPK had to call in public support to barricade its headquarters after a squadron of police demanded the handover of an investigator who was probing graft among top police officers.

Then there was the jailing of former KPK chief, Antasari Azhar, who claims he was framed for murder to derail an investigation into voting fraud during the 2009 presidential election. He was granted clemency this year.

Indonesian media have splashed the graft scandal on front pages, though President Widodo has urged the public to presume innocence until proven guilty.

The probe also comes as religious and political tensions are running high, with a bitterly fought Jakarta election emerging as a proxy fight ahead of 2019 presidential vote.

However, the fact that those identified in the KPK indictment come from most of the main parties and that any probe is likely to be lengthy should limit political fallout.

"From the start, we understood that this will not be a short process. We say it is like running a marathon," KPK Chairman Agus Rahardjo told a briefing, where he said the agency would eventually go after the big fish implicated.

Tensions with Parliament
The case dates from 2009 and centres on the alleged mark-up of the procurement budget for the government's programme for electronic ID cards.

The suspects on trial, two home ministry officials, named parliament speaker Setya Novanto and members of the ruling Indonesian Democratic Party of Struggle (PDIP), including Justice Minister Yasonna Laoly, according to the indictment.

Laoly and Novanto have not been indicted and deny any wrongdoing.

A PDIP official said the party was questioning members and would respect any legal process.

Tensions between the KPK and parliament have festered for years and some members suggested political motives behind the probe.

Lawmakers have previously proposed reining in the KPK's surveillance powers and allowing a parliamentary body to end graft investigations when it chooses.

An expert parliamentary body is seeking public input on revisions that would require the KPK to get permission from a supervisory council for wiretapping and allow the agency to drop a case in limited circumstances.