Prabowo Mundur dari Pilpres 2014 Disorot Media Asing

Prabowo Subianto Reject the 2014 Indonesian Presidential Election

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Prabowo Mundur dari Pilpres 2014 Disorot Media Asing
Prabowo Subianto saat mengumumkan pengunduran diri dari Pilpres 2014 menjelang pengumuman pemenang Pilpres 2014 dari KPU Pusat (Foto: MailOnline)

PRABOWO Subianto, mantan jenderal TNI yang maju sebagai calon presiden RI dalam Pemilu Presiden 9 Juli 2014, menyatakan mundur dari Pilpres beberapa jam sebelum hasil Pilpres diumumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat, yang menuding KPU bertindak curang sebagai penyelenggara Pemilu, bersikap tidak adil dan tidak demokratis.

Indonesia adalah negara kepulauan yang luas dengan 17.000 pulau dan penduduk 240 juta juta jiwa, dan KPU membutuhkan waktu dua minggu untuk menghitung hasil Pilpres, seperti dilansir MailOnline.

Joko Widodo sebagai rivalnya, mempertahankan keunggulan tipis sekitar 4% dari hasil hitung cepat "quick count" oleh lembaga polling yang dirilis setelah pemilu. Namun Prabowo, yang mengaku memiliki aset US$140 juta dan telah dua kali maju mengikuti Pilpres, berulang kali mengklaim bahwa hasil perhitungan quick count menunjukkan pihaknya yang menang.

"Kami menolak pemilihan presiden 2014, yang tidak sah, dan karena itu kami menarik diri dari proses yang sedang berjalan," katanya di Jakarta, Selasa.

Pengamat politik menilai bahwa Pilpres berlangsung jujur, adil dan dan bebas, dengan tindak pelanggaran yang tergolong minimal. 

Maswadi Rauf, seorang profesor politik di Universitas Indonesia, mengatakan ia tidak melihat tidak ada tindak kecurangan pemilu, seperti yang dituduhkan oleh Prabowo.

Penolakan Subianto tentang hasil Pilpres "mencerminkan sikap nyata elit, yang belum siap untuk menerima kalah," kata Rauf. "Kami masih dalam masa transisi menuju demokrasi, yang memang bukan budaya kita. Dan apa yang terjadi menunjukkan kita masih belum dewasa, kita perlu belajar."

Tidak ada laporan tindak kekerasan Selasa. Sekitar 100 pendukung Prabowo menggelar aksi damai sekitar 300 meter (meter) dari gedung KPU di pusat kota Jakarta, meneriakkan "Prabowo adalah real presiden" dan memegang spanduk yang mengatakan bahwa KPU harus menghentikan kecurangan.

Gedung KPU dikelilingi oleh ribuan polisi untuk menjaga keamanan setelah kampanye presiden berlangsung ketat diwarnai kampanye negatif dan fitnah. Joko Widodo, rival Prabowo menuding penurunan elektabilitas dalam jajak pendapat dalam beberapa minggu sebelum pemilihan karena serangan terhadap pribadinya yang menuduhnya, antara lain, kafir - yang dibantahnya keras.

Indonesia memiliki populasi terbesar keempat di dunia dan merupakan negara dengan penduduk Muslim terbesar.

Meskipun Jokowi dituding kurang pengalaman dalam politik nasional, ia membangun reputasi sebagai seorang rakyat dan pemimpin yang efisien yang ingin memajukan reformasi demokratis, dan terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta pada 2012. Ia dipandang sebagai sosok yang jujur dan bersih seperti dituding pada elit politik dan militer di Indonesia selama beberapa dekade.

Sebaliknya, Prabowo ubianto, seorang pensiunan jenderal semasa rezim Soeharto sekaligus mantan menantu dari sang diktator ndonesia, yang berasal dari keluarga kaya, dan terpandang. Dia memiliki catatan hak asasi manusia meragukan selama karir militernya, tetapi dipandang sebagai pemimpin yang kuat dan tegas. Kampanyenya itu lebih baik dibiayai dan mendapat dukungan dari sebagian besar partai politik di Indonesia, termasuk dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akan segera lengser, yang menjabat selama dua periode dan aturan konstitusi melarangnya untuk menjabat kedua kalinya.

Hasil akhir menunjukkan bahwa Jokowi, yang didukung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, meraih dukungan dari 71 juta orang, atau 53% persen dari lebih 133 juta pemilih, sedangkan Prabowo didukung 62 juta pemilih atau 47%. 

Jumlah pemilih mencapai 71 persen, turun sedikit dari Pilpres 2009, yang mencapai 72%.

THE other contender in the July 9 Indonesian Presidential election, former Gen. Prabowo Subianto, declared he was withdrawing from the contest shortly before the final numbers were released by the commission, saying there was massive fraud during the election, and that it was unfair and undemocratic.

Indonesia is a sprawling archipelago of about 17,000 islands and 240 million people, and the commission needed two weeks to count all the votes.

Widodo had maintained a slim lead of about 4 percentage points in unofficial "quick counts" by polling agencies released after the election. But Subianto, who has declared assets of $140 million and was on his third bid for the presidency, repeatedly claimed that polling firms with links to his campaign showed he was ahead.

"We reject the 2014 presidential election, which is illegitimate, and therefore we withdraw from the ongoing process," he said Tuesday.

Observers of the election said they were generally fair and free, with minimal abnormalities. Maswadi Rauf, a political professor at the University of Indonesia, said he saw no sign of significant fraud, as alleged by Subianto.

Subianto's rejection of the results "reflects the real attitudes of the elite, who are not yet ready to accept losing," Rauf said. "We are still in a transition to democracy, which is indeed not our culture. And what is happening indicates we are still immature, we need to learn."

There were no immediate reports of violence Tuesday. About 100 Subianto supporters held a peaceful protest about 300 meters (yards) from the Election Commission building in downtown Jakarta, chanting "Prabowo is the real president" and holding banners saying that the commission should stop cheating.

The building was surrounded by thousands of policemen to maintain security after a particularly nasty presidential campaign marred by smear tactics from both camps. Widodo blamed his drop in opinion polls in the weeks before the election on character assaults that accused him, among other things, of not being a follower of Islam — which he denounced.

Indonesia has the world's fourth-largest population and is the most populous Muslim country.

Despite Widodo's lack of experience in national politics, he built a reputation as being a man of the people and an efficient leader who wants to advance democratic reforms, and was elected to run Jakarta, the capital, in 2012. He is widely viewed as untainted by the often corrupt military and business elite that have run Indonesia for decades.

Subianto, meanwhile, a general in the Suharto regime and the late dictator's former son-in-law, came from a wealthy, well-known family. He had a dubious human rights record during his military career, but was seen as a strong and decisive leader. His campaign was better financed and he got endorsements from most of the country's major political parties, including that of outgoing President Susilo Bambang Yudhoyono, who served two terms lasting 10 years and was constitutionally barred from seeking re-election.

Final results showed that Widodo, from the Indonesian Democratic Party of Struggle, received just under 71 million votes, or 53 percent of the more than 133 million valid ballots cast, while Subianto got 62.6 million votes, or 47 percent.

Voter turnout was 71 percent, down slightly from the 2009 presidential election, when it was 72 percent.