Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo Mangkir dari Pemeriksaan KPK

Former Director General of Taxation Indonesia Defies Anti-graft Summons

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo Mangkir dari Pemeriksaan KPK
Hadi Poernomo, mantan Dirjen Pajak (Foto: viva.co.id)

Jakarta (B2B) - Hadi Poernomo, mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tidak memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait penerimaan seluruh permohonan keberatan Wajib Pajak atas Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Pajak Penghasilan Badan PT BCA, Tbk tahun pajak 1999.

"Tersangka HP (Hadi Poernomo) tidak memenuhi panggilan pemeriksaan hari ini," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi Priharsa Nugraha di Jakarta, Kamis.

KPK menetapkan Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus tersebut pada 21 April 2014 ketika kasus terjadi Hadi masih menjabat sebagai Direktur Jenderal Direktorat Jenderal Pajak 2002-2004, namun baru Hadi baru pertama kali dipanggil sebagai tersangka pada hari ini.

"Tadi katanya yang bersangkutan mengirimkan surat kepada penyidik, hanya saya belum tahu alasan ketidakhadirannya," tambah Priharsa.

Karena tidak hadir pada pemanggilan hari ini, maka KPK akan memanggil ulang Hadi.

"Iya akan dipanggil ulang, jadwalnya akan ditentukan oleh penyidik," ungkap Priharsa.

Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait Non Performance Loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.

Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak.

Namun satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku dirjen pajak, memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan yaitu dari semula menyatakan menolak, diganti menjadi menerima seluruh keberatan.

Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima seluruh keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu keuangan negara dirugikan senilai Rp375 miliar.

Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara, maupun setiap orang yang penyalahgunaan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar. (Ant)

Jakarta (B2B) - Hadi Poerrnomo or HP as  a former Indonesian Finance Ministry's Director General of Taxation failed to meet the summons of the Anti-graft Commission, known as the KPK as a suspect in a corruption case.

"HP skipped the summons to be examined as a suspect today," a spokesman for the KPK, Priharsa Nugraha said here on Thursday.

The anti-graft agency named him as a suspect on April 21, 2014, in connection with his alleged involvement in a corruption case when he held the post of the director general of taxation during the 2002-2004 period.

"He reportedly sent a letter to the commissions investigators earlier. I do not know the reason for his absence," he stated.

The commission will issue another summons for HP.

"Yes, we will summon him again. The schedule will be determined by the investigator," Nugraha affirmed.

Related of his case, HP was the tax director general, he had allegedly changed the result of an examination on objection to corporate tax assessment for the 1999-2003 period over non-performing loans worth IDR 5.7 trillion, which were submitted by the BCA bank to the corporate tax director on July 17, 2003.

The result of the examination was issued on March 13, 2004, and then submitted to the director general, who rejected BCAs objection.

However, a day before the final decision over BCAs objection was issued on July 18, 2004, HP ordered the corporate tax director to amend his conclusion and accept BCAs objection.

He later issued a decision letter accepting all objections submitted by the taxpayer, and through this move, he offered no time to the corporate tax director to respond to the dissenting opinion.

As a result of this decision, the state incurred losses amounting to IDR 375 billion, based on which the KPK named him as a suspect for violating Articles 2 and 3 of Law Number 31 of 1999, later amended to Law Number 20 of 2001 on corruption eradication and Article 55 of the Criminal Law.

If proven guilty, HP could serve a jail term of up to 20 years and have to pay a fine of IDR 1 billion.