Sidang Perdana Jessica Kumala Wongso jadi Sorotan Dunia

Indonesian Lawyers Deny Woman Killed Friend with Cyanide

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Sidang Perdana Jessica Kumala Wongso jadi Sorotan Dunia
Jessica Kumala Wongso menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (15/6) Foto2: MailOnline

PENGACARA dari wanita yang menjadi tersangka pembunuh temannya dengan racun sianida mengatakan kepada pengadilan yang dipenuhi pengunjung pada Rabu bahwa bukti terhadap kliennya tidak jelas dan tidak logis.

Kasus yang menarik perhatian masyarakat Indonesia, juga telah menarik perhatian di Australia karena tersangka, Jessica Kumala Wongso, 27, adalah penduduk tetap dan pernah kuliah di Sydney, Australia.

Korbannya, Wayan Mirna Salihin, sempat pingsan dan meninggal pada 6 Januari setelah menyeruput kopi di sebuah kafe Jakarta yang menjadi tempat pertemuan dengan Jessica dan seorang teman mereka. Polisi mengatakan tes laboratorium menunjukkan minuman mengandung sianida.

Namun pengacara Jessica mengatakan video dari kamera pengintai CCTV menunjukkan tidak ada yang mencampur minuman, dan meminta kasus ini dihentikan.

Pengacara Jessica, Otto Hasibuan, menilai tuntutan yang diajukan jaksa penuntut bahwa motif pembunuhan terkait saran dari Mirna untuk memutuskan hubungan dengan kekasihnya karena merepotkan dirinya, tidak masuk akal.

"Apakah masuk akal bahwa Jessica dituduh merencanakan pembunuhan hanya karena saran Mirna untuk memutuskan hubungan dengan pacarnya?" kata Otto. "Itu adalah alasan yang tidak bisa diterima oleh akal sehat."

Polisi berjuang keras untuk membawa kasus ini ke pengadilan, sementara Kejaksaan Negeri Jakarta menunda beberapa kali karena tidak cukup bukti. Kasus ini diterima setelah penyidik Polri memperoleh informasi tambahan dari Kepolisian Federal Australia.

Jessica didakwa melakukan pembunuhan berencana, yang merupakan kejahatan besar di Indonesia. Namun jika terbukti bersalah dia bisa terhindar dari hukuman mati karena janji pemerintah Indonesia tidak akan dikenakan terkait bantuan informasi dari polisi Australia.

Australia menentang hukuman mati dan hubungan antara kedua negara sempat tegang tahun lalu setelah dua warga Australia dieksekusi bersama dengan orang asing lainnya untuk kejahatan narkoba, seperti dikutip Associated Press yang dilansir MailOnline.

LAWYERS for an Indonesian woman accused of murdering her friend by lacing her coffee with cyanide told an overflowing courtroom Wednesday that the evidence against her was vague and illogical.

Indonesians have been riveted by the case, which has also attracted attention in Australia because the suspect, Jessica Kumala Wongso, 27, was a permanent resident and studied in Sydney.

The victim, Wayan Mirna Salihin, collapsed and died Jan. 6 after sipping her coffee in a Jakarta cafe where she was meeting Wongso and another friend. Police say laboratory tests showed the drink contained cyanide.

But Wongso's lawyers said video from a surveillance camera shows no one interfered with the drink, and asked for the case to be thrown out.

Wongso's chief lawyer, Otto Hasibuan, ridiculed the prosecution's contention that the motive was Salihin's advice that Wongso break up with her troublesome boyfriend.

"Does it make sense that Jessica is accused of plotting the murder just because of Mirna's advice to sever her relationship with her boyfriend?" he said. "That is a reason that could not be accepted by common sense."

Police have struggled to bring the case to trial, with the Jakarta prosecutor's office deferring it several times because of insufficient evidence. The case was accepted after Indonesian investigators gained additional information from the Australian Federal Police.

Wongso is charged with premediated murder, which is a capital crime in Indonesia. But if found guilty she could avoid the death penalty because of an Indonesian government promise it wouldn't be imposed in exchange for the Australian police's help.

Australia opposes the death penalty and relations between it and Indonesia were strained last year after two Australians were executed along with other foreigners for drug crimes.