Kisah Suram di Balik Nama Besar Busana Merek Ivanka Trump

Workers Inside Indonesian Factory that Makes Ivanka Trump Branded Clothing Reveal Dire Conditions

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Kisah Suram di Balik Nama Besar Busana Merek Ivanka Trump
Foto: MailOnline

PARA PEKERJA di salah satu dari pabrik yang memproduksi pakaian merek Ivanka Trump mengungkapkan bahwa upah mereka tergolong terendah di Indonesia, sulit memenuhi target produksi dan mengaku bahwa pekerjaan lembur mereka sering tidak dibayar.

Beberapa pekerja di pabrik PT Buma Apparel Industry di Subang, salah satu dari pabrik garmen berlabel Ivanka Trump, mengaku kerapkali dilecehkan dengan kalimat kasar dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga, upah mereka di bawah standar upah yang ditetapkan pemerintah, tidak memberikan tunjangan hari raya (THR) dan bos pabrik kerap secara diam-diam mengeluarkan pekerja pada pukul 16:00, lapor The Guardian.

PT Buma, perusahaan garmen milik Korea yang beroperasi di Indonesia sejak 1999, adalah salah satu pemasok G-III Apparel Group, pabrik garmen yang memiliki hak ekslusif untuk lisensi merek Ivanka Trump.

Alia, bukan nama sebenarnya karena khawatir di-PHK mengatakan setelah bertahun-tahun bekerja di PT Buma, dia dan suaminya, yang juga bekerja, masih terlalu miskin untuk menghidupi anak-anaknya tinggal bersama di rumah mereka.

Anak-anak mereka terpaksa tinggal di rumah neneknya yang berjarak satu jam perjalanan dengan sepeda motor, dan hanya dijenguk sebulan sekali karena tidak cukup uang untuk membeli bensin motor.

Upah Alia sebulan hanya Rp2,3 juta sebulan atau sekitar US$173 per bulan, upah minimum regional (UMR) yang ditetapkan pemerintah, tapi tercatat sebagai terendah di Indonesia. Jam kerja pukul 07:00 hingga 16:00, atau kurang dari satu dolar per jam.

"Anda harus menilai upah minimum dalam konteks negara itu sendiri, dan dalam konteks itu, ini bukan biaya hidup," kata David Welsh, direktur Solidarity Center Indonesia dan Malaysia.

Welsh mengatakan bahwa upah buruh sangat bervariasi sesuai ketentuan pemerintah daerah, dan pabrik terus berpindah ke daerah yang menerapkan upah buruh terendah.

Alia mengaku bahwa dia mengontrak rumah dengan dua kamar sebesar Rp400.000 sebulan dan menghiasinya dengan foto anak-anaknya karena mereka tidak tinggal bersamanya.

Alia, seperti kebanyakan pekerja, adalah Muslim. Dia dan suaminya, Ahmad, mengetahui kebijakan Donald Trump untuk melarang beberapa warga negara mayoritas Muslim memasuki Amerika Serikat, namun dia mengatakan: 'Kami tidak menyukai kebijakan Donald Trump. Tapi kami tidak dalam posisi untuk membuat keputusan kerja berdasarkan prinsip kita.'

Ketika diceritakan tentang buku Ivanka berjudul Women Who Work, Alia tertawa dan mengatakan mimpinya yang terindah adalah mampu berjumpa anak-anaknya lebih dari sebulan sekali.

Sekitar tiga perempat pekerja pabrik adalah perempuan, dan hanya 200 dari 2.759 pekerja di PT Buma yang tergabung dalam serikat pekerja, kata The Guardian.

Karena dipaksa bekerja lembur tanpa upah tambahan merupakan keluhan umum, kata Guardian seperti dilansir MailOnline.

Sita, 23, mengatakan, 'Saya tidak tahan lagi. Saya bekerja lembur tanpa dibayar setiap hari dan tetap saja upah saya hanya 2,3 juta rupiah sebulan. Saya berencana pindah dari Subang, dimana upah minimumnya terlalu rendah. Tapi saya belum tahu ke mana harus pergi. Saya tidak punya koneksi.'

WORKERS inside one of the factories that makes Ivanka Trump's brand name clothing have revealed they receive some of the lowest pay in the country, have impossible-to-meet production targets and claim that overtime is often unpaid.

Some employees inside of the PT Buma Apparel Industry factory in Subang, West Java, Indonesia, one of the factories that makes Ivanka Trump clothing, said that they're subjected to verbal abuse, are too poor to live with their children, have never received any raises other than what the government requires, are denied government-mandated Ramadan pay, and have bosses who stealthily clock out workers at 4pm even if they work later, reported The Guardian.

PT Buma, a Korean-owned garment company started in Indonesia in 1999, is one of the suppliers of G-III Apparel Group, the wholesale manufacturer that has an exclusive agreement to license the Ivanka Trump brand.

Alia, whose name was changed for fear of losing her job, said that even after years of work at PT Buma, she and her husband, who works as well, are still too poor to have their children live at home with them.

They live with their grandmother hours away by motorcycle, and only have enough money for gas to visit them once a month.

Alia makes 2.3million rupiah, or about $173 a month, the legal minimum wage, but among the lowest in Indonesia. Hours are 7am to 4pm, which would make hourly pay less than a dollar an hour.

'You have to assess minimum wages in the context of the country itself and, in that context, it’s not a living wage,' said David Welsh, Indonesia and Malaysia director at the Solidarity Center.

Welsh said that pay can vary greatly per jurisdiction within the country, and factories keep migrating to the lowest paying areas.

Alia says she rents two rooms for $30 a month and has decorated them with pictures of her children as she can't afford to have them live with her.

Alia, like most of the workers, is Muslim. She and her husband, Ahmad, are aware of Donald Trump's attempts to ban certain majority Muslim country's citizens from entering the US, but he says: 'We don’t like Donald Trump’s policies. But we’re not in a position to make employment decisions based on our principles.'

When told about Ivanka's book Women Who Work, Alia laughed and said her fondest dream as a working woman would be able to afford to see her children more than once a month.

About three quarters of the factory's workers are women, and only 200 of the 2,759 total workers at Buma PT are unionized, said The Guardian.

Being forced to work overtime with no extra pay was a common complaint, said the outlet.

Sita, 23, said, 'I can’t stand it any more. I work unpaid overtime every day and still earn just 2.3 million [rupiah] a month. I’m planning to move from Subang, where the minimum wage is too low. But I don’t know where to go yet. I haven’t got any connections.'