Lebih 900 Imigran Gelap Tujuan Eropa Tenggelam di Laut Mediterannia

More than 900 Feared Dead After Migrants Desperate to Get into Europe

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Lebih 900 Imigran Gelap Tujuan Eropa Tenggelam di Laut Mediterannia
Tim penyelamat menemukan 24 jasad dari laut setelah bencana, yang berlangsung di perairan Libya, di selatan dari pulau Lampedusa di Italia selatan (Peta & Foto2: MailOnline)

RATUSAN MIGRAN yang ketakutan tewas tenggelam akibat terjebak dalam kapal nelayan setelah mereka terkunci di dalam palka ketika kapal terbalik, kata para korban yang selamat hari ini.

Lebih dari 900 orang - termasuk 200 perempuan dan hampir 50 anak-anak - dikhawatirkan tewas setelah kapal terbalik sebagai catatan bencana maritim terburuk sejak akhir Perang Dunia II.

Dari tragedi kemanusiaan tersebut, Inggris menghadapi tekanan untuk mengakhiri sikapnya yang dituding 'tidak bermoral' untuk mendukung operasi penyelamatan di Mediterania karena hanya 28 penumpang berhasil diselamatkan setelah kapal nelayan disesaki penumpang dan terbalik pada malam hari dalam perjalanan dari Libya ke Italia.

Salah satu yang selamat, seorang pria dari Bangladesh, mengatakan ada 950 imigran gelap di dikapal - termasuk 200 perempuan dan hampir 50 anak-anak - dan mengatakan kepada jaksa bahwa sekitar 300 migran terjebak di dalam palka kapal saat tenggelam, seperti dilansir MailOnline.

Tim penyelamat menemukan 24 jasad dari laut setelah bencana, yang berlangsung di perairan Libya, di selatan dari pulau Lampedusa di Italia selatan, tak lama setelah tengah malam pada Minggu.

Sedikitnya jumlah korban yang selamat menjadi masuk akal ketika ratusan imigran terkunci dalam palka, lantaran beban berat di bagian bawah kapal, 'pasti perahu akan tenggelam', kata Jenderal Antonio Iraso, polisi perbatasan Italia, yang telah mengerahkan pasukannya untuk melakukan penyelamatan.

Tragedi ini terjadi hanya beberapa hari setelah kapal lain karam di perairan yang sama dan diklaim menewaskan 400 orang.

Perdana Menteri Malta Joseph Muscat mengatakan insiden itu bukti lebih lanjut bahwa Italia dan Malta membutuhkan dukungan dalam menghadapi krisis migran.

"Waktunya akan tiba ketika Eropa akan dihakimi dengan keras karena bersikap tidak mau tahu ketika menutup mata terhadap aksi genosida ', katanya.

HUNDREDS OF TERRIFIED migrants drowned on board a smuggler boat because they were locked in the ship's hold when it capsized, a survivor revealed today.

More than 900 people – including 200 women and up to 50 children – are feared dead after the boat overturned in the one of the worst maritime disasters since the end of World War Two.

In the wake of the tragedy, Britain faced pressure to end its 'immoral' opposition to rescue operations in the Mediterranean as only 28 passengers were rescued after their overcrowded fishing boat tipped over at night on its way from Libya to Italy.

One of the survivors, a man from Bangladesh, said there was 950 migrants on board –  including 200 women and up to 50 children – and told prosecutors about 300 migrants were trapped in the ship's hold when it sank.

Politicians and charities have attacked the British government and other EU states for supporting Italy's controversial decision to stop search and rescue operations last year. 

Rescuers recovered 24 bodies from the sea following the disaster, which took place off Libyan waters, south of the southern Italian island of Lampedusa, shortly after midnight on Sunday.

The small numbers of survivors make more sense if hundreds of people were locked in the hold, because with so much weight down below, 'surely the boat would have sunk,' said General Antonino Iraso, of the Italian Border Police, which has deployed boats in the operation.

This tragedy comes just days after another shipwreck in the area claimed 400 lives.

Malta's prime minister Joseph Muscat said the incident was further evidence that Italy and Malta need more support in dealing with the migrant crisis.

'A time will come when Europe will be judged harshly for its inaction as it was judged when it had turned a blind eye to genocide', he said.