Rayani Air, Maskapai Syariah Pertama Malaysia Ditutup karena Langgar Regulasi

Malaysia`s First Shariah-compliant Airline Closes Just Months after it was Suspended

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Rayani Air, Maskapai Syariah Pertama Malaysia Ditutup karena Langgar Regulasi
Maskapai syariah ini diluncurkan pada Desember 2015 dengan awak pesawat Muslim mengenakan jilbab, dan hanya menyajikan makanan halal dan konsumsi alkohol dilarang keras (Foto2: MailOnline)

RAYANI AIR, maskapai penerbangan syariah pertama Malaysia, telah ditutup, sebulan setelah dilarang terbang karena melanggar peraturan penerbangan.

Maskapai syariah ini diluncurkan pada Desember 2015 dengan awak pesawat Muslim mengenakan jilbab sementara awak non-Muslim dilarang mengenakan pakaian terbuka. Selama penerbangan, maskapai hanya menyajikan makanan halal dan konsumsi alkohol dilarang keras.

Namun setelah dilakukan 'penyelidikan administrasi dan audit keamanan penerbangan dari maskapai', Departemen Penerbangan Malaysia (DCA) mengatakan telah mencabut sertifikat Rayani Air ini.

DCA melakukan penyelidikan terhadap Rayani pada April menyusul serangkaian kritik dari penumpang dan pemerintah atas penundaan dan pembatalan penerbangan di menit-menit terakhir.

Pada bulan itu para pilot maskapai, yang mengoperasikan dua Boeing 737-400, juga mogok terbang karena gaji mereka belum dibayar, sehingga merusak citra maskapai.

Sebulan sebelumnya, terungkap pula maskapai ini mengeluarkan boarding passes yang ditulis tangan untuk penumpang setelah anggota parlemen Malaysia mengunggah foto boarding passes yang diterimanya melalui Facebook pada penerbangan domestik dari Kuala Lumpur menuju Kuching.

Foto itu menunjukkan selembar kertas dengan logo Rayani Air tercetak di atasnya dan rincian penerbangan ditulis dengan tinta, termasuk nama, nomor kursi penumpang dan kota keberangkatan dan tujuan.

Melalui laman Facebook-nya, anggota parlemen Lau Weng San menyebut boarding passes 'tidak dapat dipercaya' seraya menambahkan: "Ini tidak akan diterima di tempat lain di dunia, hanya di Malaysia.'

Lembaran boarding pass ditulis tangan diberikan kepada politisi dan penumpang lain karena mereka mengalami penundaan penerbangan panjang karena kebocoran hidrolik di pesawat.

Dokumen perjalanan tidak memiliki fitur keamanan seperti barcode dan muncul seolah-olah itu bisa saja ditulis oleh siapa saja.

Menteri Transportasi Malaysia Datuk Seri Liow Tiong Lay mengatakan boarding pass menimbulkan potensi ancaman keamanan dan seharusnya tidak pernah diterbitkan, seperti dilaporkan Mail Online Malaysia.

Dalam pernyataan, Rayani Air mengatakan terpaksa untuk mendistribusikan boarding pass ditulis tangan sebelum penerbangan pada 19 Maret karena kesalahan komputer dan itu tidak akan terjadi lagi.

Direktur Jenderal DCA Azharuddin Abdul Rahman mengatakan, pemerintah mengambil langkah untuk menghentikan operasi Rayani karena 'keselamatan dan keamanan industri penerbangan adalah sangat penting'.

RAYANI AIR, Malaysia's first Islamic-compliant airline, has been shut down, months after it was suspended from flying for breaching aviation regulations.

The carrier launched only in December with Muslim flight crew wearing the hijab while non-Muslim members were forbidden from wearing revealing clothing. In-flight meals were completely halal and alcohol consumption banned.

But after an 'investigation into the administration and safety audit' of the airline, the Department of Aviation (DCA) said it has revoked Rayani's Air Operator Certificate.

The DCA launched an inquiry into the airline in April following a string of criticisms from passengers and the government over delays and last-minute cancellations.

That month saw pilots of the carrier, which operates two Boeing 737-400s, also go on strike over unpaid wages, further damaging its image.

A  month earlier, it was revealed the airline had issued hand-written boarding passes to passengers after  a Malaysian MP posted a Facebook photo of his boarding pass on a domestic flight from Kuala Lumpur to Kuching.

The photo showed a piece of paper with Rayani Air's logo printed on it and flight details written in ink, including the passenger's name, seat number and cities of departure and destination.

In his Facebook post, MP Lau Weng San called the boarding pass 'unbelievable', adding: 'It wouldn't be accepted anywhere else in the world, only in Malaysia.'

Hand-written boarding passes were given to the politician and other passengers as they endured a lengthy flight delay due to a hydraulic leak on the plane.

The travel documents did not have any security features such as a barcode and appeared as though it could have been written by anyone.

Malaysian Transport Minister Datuk Seri Liow Tiong Lay said the boarding passes posed a potential security threat and should never have been issued, the Malay Mail Online reported.

In statement, Rayani Air said it was forced to distribute hand-written boarding passes before the 19 March flight due to a computer glitch and it wouldn't happen again.

DCA director-general Azharuddin Abdul Rahman said the government took the step to cease Rayani's operation because 'safety and security of the aviation industry is of paramount importance'.