Agen MI6 Tuding Tony Blair Abaikan Fakta Irak Tidak Punya Senjata Pemusnah Massal

Blair Blasted MI6 Spy Bosses Knew Iraq Had No Weapons of Mass Destruction

Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Agen MI6 Tuding Tony Blair Abaikan Fakta Irak Tidak Punya Senjata Pemusnah Massal
Agen rahasia MI6 Kapten Patrick Riley, bukan nama sebenarnya saat bertugas sebagai perwira militer SAS, mantn Perdana Menteri Inggris Tony Blair (kanan atas) dan mendiang Saddam Hussein, mantan Presiden Irak (Foto2: The Sun)

KEPALA badan intelijen Inggris mengetahui tidak ada senjata pemusnah massal (weapon of mass destruction/WMD) Irak hampir setahun sebelum klaim PM Inggris saat itu Tony Blair dengan klaimnya yang terkenal '45 menit', kata seorang mantan agen rahasia Inggris.

Mantan anggota Secret Service Intelligence mengungkap sebuah operasi sebagai misi rahasia untuk menghancurkan instalasi kimia dan biologi Irak dibatalkan pada Oktober 2001 karena memang tidak ada yang ditemukan.

Namun 11 bulan kemudian, pada 24 September 2002, Blair mengatakan WMD Saddam Hussein bisa siap "dalam 45 menit".

Inggris kemudian bergabung dengan AS untuk menggempur Irak pada 2003.

Kapten Patrick Riley, 70, menceritakan tentang hari-hari menjelang misi dibatalkan setelah paparan Laporan Chilcot
yang menyatakan operasi militer yang dicanangkan Blair tidak tepat.

Dia mengatakan hal itu karena menjadi bagian dari sebuah tim yang masuk Irak pada akhir 2001 untuk menentukan keberadaan WMD sebelum melancarkan serangan udara.

Namun operasi itu dibatalkan ketika seorang perwira agen MI6 yang bertugas di Irak dan menyatakan hal itu tidak ada dasarnya.

Kapten Riley, yang bertugas di SAS, adalah bagian dari tim keamanan yang mendampingi perwira militer tersebut untuk sebuah pertemuan dengan agen rahasia di Tunisia.

Dia mengatakan: "Perwira itu mengatakan bahwa dia telah diberitahu tidak ada WMD, sehingga operasi dibatalkan.

"Agen ini bekerja untuk MI6 dan dapat dipercaya."

"Ketika Blair mengatakan tentang WMD dan klaim 45 menit, saya tahu itu bohong."

"Saya hanya berpikir mereka menggunakan kebohongan sebagai alasan untuk perang."

Capt Riley - bukan nama sebenarnya - menjadi agen spionase setelah bertugas di Angkatan Darat dan SAS.

Dia menunjukkan pada The Sun, sertifikat penghargaan dari SAS tentang keteladanannya selama bertugas.

Penerbit saat ini sedang berjuang atas hak untuk otobiografinya, Kisses Dari Nimbus, yang detail karirnya - termasuk pengungkapan fakta WMD.

BRITISH intelligence chiefs knew there were no Iraqi weapons of mass destruction almost a year before Tony Blair’s “45 minute” claim, a former agent says.

The ex-Secret Intelligence Service operative revealed a secret mission to destroy Iraq’s chemical and biological installations was aborted in October 2001 as none could be found.

But 11 months later, on September 24, 2002, Mr Blair said Saddam Hussein’s WMDs could be ready “within 45 minutes”.

Britain then joined the US as Iraq was blitzed in March 2003.

Capt Patrick Riley, 70, told of the aborted mission days after The Chilcot Report’s exposure of Mr Blair’s flawed case for going to war.

He said he was due to be part of a team to enter Iraq in late 2001 to pinpoint WMD bases for air attacks.

But the operation was cancelled when an officer met an Iraqi-based M16 agent and was told there were no bases.

Capt Riley, who served in the SAS, was part of a security team which accompanied the officer to a rendezvous with the agent in Tunisia.

He said: “The officer explained he had been told there were no WMD bases, so the operation was cancelled.

“This agent was known to MI6 and was trusted.

“When Blair said that about the WMDs and 45 minutes, I knew it was a lie.

“I just thought they used the lie as an excuse for war.”

Capt Riley — not his real name — became an agent after serving in the Army and SAS.

He has shown The Sun on Sunday his Certificate of Service including his SAS selection papers marked “exemplary”.

Publishers are currently battling over rights for his autobiography, Kisses From Nimbus, which details his career — including the WMD revelations.