Penerbangan di Era 30-an, Waktu Tempuh London - Brisbane 11 Hari

What Air Travel was Really Like in the 1930s, London to Brisbane Took 11 Days Each Way

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Penerbangan di Era 30-an, Waktu Tempuh London - Brisbane 11 Hari
Saat ini penumpang langsung panik begitu pesawat terguncang keras sementara pada masa itu lazim diketahui pesawat mendadak turun ratusan kaki dari ketinggian terbang ketika terkena turbulensi (Foto2: MailOnline)

KALAU Anda nervous untuk terbang hari-hari ini, Anda mungkin tidak akan melangkahkan kaki di pesawat pada 85 tahun yang lalu.

Mari mengenang kembali masa ketika pesawat terbang mendadak turun ratusan kaki - tidak heran
ada penumpang mabuk udara tersungkur di bawah kursi - dan suara bising ketika pesawat akan lepas landas sehingga membuat para penumpang dibuat tuli.

Inilah era yang menandai lompatan terbesar dalam perkembangan industri penerbangan, merujuk pada jumlah orang yang menggunakan pesawat terbang untuk bepergian meningkat dari 6.000 per tahun pada 1930, menjadi 1,2 juta pada 1938.

Meskipun jumlahnya meningkat, sebagian besar orang masih memilih untuk naik kereta dan bus karena perbedaan tarif yang begitu tinggi, rata-rata $260 (Rp3.510.000 dengan kurs Rp13.500 per dolasr AS) - sekitar setengah harga mobil baru pada saat itu.

Selain itu menguras kantong maka dampak dari terbang dengan pesawat pada dekade 30-an, juga berdampak pada kemampuan pendengaran.

Sebuah penerbangan dengan pesawat Ford Tri-Motor, misalnya, suara bising mesin mencapai 120 desibel saat lepas landas, hanya 40 desibel di bawah tingkat yang akan mengakibatkan gangguan pendengaran permanen - dan karena tingkat kebisingan, pramugari harus berbicara dengan penumpang mereka melalui megafon.

Menulis di situsnya, Museum Penerbangan dan Antariksa Nasional mengatakan: 'Kebisingan adalah masalah di perusahaan penerbangan di era perintis. Untuk berkomunikasi dengan penumpang, awak kabin sering harus berbicara melalui megafon kecil untuk didengar di antara kebisingan mesin dan angin.'

Pada 1930, pesawat penumpang hanya mampu terbang di ketinggian 13.000 kaki dan kecepatan maksimal 320 km per jam, tapi penerbangan tidak selalu mulus, seperti dilansir MailOnline.

Saat ini penumpang langsung panik begitu pesawat terguncang keras sementara pada masa itu lazim diketahui pesawat mendadak turun ratusan kaki dari ketinggian terbang ketika terkena turbulensi, dan meskipun pesawat dilengkapi toilet, para penumpang disarankan untuk menghindari menggunakannya sebisa mungkin meskipun belum diketahui jelas dampak dari pembilasan (flushing) ketika pesawat mengudara.

Penumpang juga diminta untuk lebih banyak bersabar ketika terbang di seluruh dunia.

Dari London ke Brisbane, Australia, adalah rute terpanjang yang tersedia dan harga tiketnya $20.000 (Rp270 jutaan) untuk pulang pergi lantaran inflasi.

Dan meskipun tarifnya lumayan tinggi, penumpang masih harus menyisihkan waktu tempuh 11 hari dengan cara baik untuk perjalanan mereka - yang saat ini memakan waktu hanya 22 jam - itu lantaran pesawat harus 24 kali transit sebelum mencapai kota tujuan.

Sebuah penerbangan dari London ke Singapura juga akan mengambil secara signifikan lebih lama di era tersebut. Dengan 22 kali transit terpisah untuk mengisi bahan bakar di lokasi termasuk Athena, Gaza dan Baghdad, maka Anda harus menempuh waktu selama delapan hari sebelum kaki Anda bahkan menyentuh tanah di lokasi yang Anda inginkan. Sekarang dibutuhkan waktu hanya 12 jam.

Meskipun perjalanan udara tergolong berat pada masa itu, lepas landas kasar dan bising, penumpang mulai percaya pada penerbangan - meskipun prosesnya berlangsung lambat.

Pada Januari 1930, bencana penerbangan terbesar di Amerika pada saat itu terjadi, ketika sebuah pesawat mencoba untuk kembali ke Meksiko jatuh di California, dan membunuh seluruh 16 orang di dalam pesawat.

Itu tidak membantu dengan keyakinan.

Dan pengusaha selebriti awalnya tidak menganggap itu aman. Studio film sering menyusun kontrak yang memaksa aktor untuk berjanji untuk tidak terbang - terutama ketika syuting. Tapi itu kemudian berubah ketika menyadari uang yang bisa dibuat dari bintang terbang dari satu negara ke negara lain untuk mempromosikan film mereka.

IF YOU'RE a nervous flyer today, you probably wouldn't have stepped foot on a plane 85 years ago.

Back then aircraft would drop hundreds of feet randomly - no wonder there were motion sickness bowls beneath seats - and were almost loud enough on take-off to make passengers permanently deaf.

The era marked the biggest leaps in the expansion of the industry, seeing the amount of people using aeroplanes to travel shooting from 6,000 annually in 1930, to 1.2million by 1938.

Despite the rise in numbers, the majority of people still chose to ride trains and buses due to the steep cost, which averaged at around $260 (£180) a ticket - around half the price of a brand new car.

As well as the detrimental results flying had on a passengers' wallets in the 1930s, it also had a lasting effect on their hearing.

A flight in a Ford Tri-Motor aircraft, for example, saw the engines reach 120 decibels on take-off, just 40 decibels below the level that would result in permanent hearing loss - and because of the noise level, flight attendants had to speak to their passengers through megaphones.

Writing on its website, the National Air and Space Museum said: 'Noise was a problem in early airliners. To communicate with passengers, cabin crew often had to resort to speaking through small megaphones to be heard above the din of the engines and the wind.'

In the 1930s, passenger planes just about reached heights of 13,000 feet and speeds of 200mph, but flights were not always smooth.

They were known to drop hundreds of feet in minutes if hit by turbulence, and although aircraft had built-in toilets, flyers were advised to avoid using them if possible because it wasn't entirely clear what effect flushing one would have on the plane while it was airborne.

Passengers were also required to have a great deal of patience when flying across the world.

London to Brisbane, Australia, was the longest route available and cost as much at $20,000 (£13,800) for a round-trip, due to inflation.

And despite the hefty price tag, flyers would still have to put aside 11 days either way for their journey - which today takes around 22 hours - because that's how long each flight took after it had landed 24 times at scheduled stops.

A flight from London to Singapore also would have taken significantly longer in the era. With 22 separate stops to refuel in locations including Athens, Gaza and Baghdad, back then you would have travelled for eight days before your feet even touched the ground in your intended location. Now it takes just 12 hours.

Despite the journey times, rough ride and noise, passengers began to trust airlines - but it was a slow process.

In January 1930, America's biggest aviation disaster at the time took place, when an aircraft trying to return to Mexico crashed in California, and killed all 16 on board.

That didn't help with confidence.

And celebrity employers initially did not consider it safe. The film studios often drafted contracts that forced the actor to promise not to fly - especially when filming. But that later changed when it was realised that money could be made out of flying stars from country to country to promote their films.