Mentan: Anomali pada Tata Niaga Paksa Indonesia Masih Impor Bawang Merah
Anomalies in the Trade System Force Indonesia Still Imports of Shallots, Says Minister
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Jakarta (B2B) - Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman mengatakan Indonesia seharusnya tidak lagi mengimpor bawang merah karena surplus produksi pada 2015 mencapai 318.325 ton, dari total produksi nasional tahun lalu mencapai 1,265 juta ton sementara kebutuhan konsumen hanya 947.385 ton.
"Impor bawang merah itu akibat terjadinya anomali pada tata niaga sehingga pemerintah akan berupaya membenahi supply chain, kalau tata niaga tidak dibenahi maka Indonesia akan terus mengimpor bawang merah meskipun produksi petani setiap tahun mampu surplus," kata Mentan Amran Sulaiman di Jakarta pada Kamis (28/1).
Menurutnya, surplus produksi membuat Indonesia mampu mengekspor bawang merah hingga 14.149 ton pada 2015, yang meningkat lebih 200% dari 2014 yang hanya mencapai 4.439 ton, sementara impor bawang menurun 82% dari 87.526 ton pada 2014 menjadi 15.769 ton pada 2015.
Mentan menambahkan, kendala tersebut akan diatasi pemerintah dengan melibatkan Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Perum Bulog) untuk mengintervensi pasar bawang merah dengan membeli bawang merah dari petani dengan harga layak, lalu Bulog menyimpan hingga jangka waktu tertentu dan kemudian mendistribusikan ke pasar ketika pasokan menipis sehingga peningkatan kebutuhan pada bulan-bulan tertentu seperti Ramadan dan Lebaran dapat diantisipasi Bulog tanpa harus mengimpor.
"Saya sudah koordinasi dengan Menteri Perdagangan dan direksi Bulog dan pemerintah berkomitmen untuk memperkuat peranan Bulog. Pemerintah sudah mencobanya tahun lalu ketika Bulog dilibatkan untuk membeli bawang merah ketika harga bawang merah naik menjelang Lebaran tahun lalu," kata Mentan.
Kebijakan Pangan Jokowi
Sebelumnya, pada Rabu (27/1) Presiden RI Joko Widodo mengingatkan bahwa pemerintah menginginkan petani sejahtera, pedagang untung, dan konsumen mendapatkan pangan dengan harga yang terjangkau, dan meminta lembaga perumus kebijakan pangan yakni Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan mengedepankan cara pandang komprehensif rumusan kebijakan yang menyeimbangkan kepentingan produsen, pedagang, dan konsumen.
"Sekali lagi, intinya kita perlu kebijakan yang menyeimbangkan antara produsen, pedagang dan konsumen. Saya meminta agar dalam merumuskan kebijakan pangan mempunyai cara pandang yang komprehensif, Kementerian Pertanian jangan hanya memikirkan petani saja dan Kementerian Perdagangan jangan lebih mementingkan pedagang saja," kata Presiden Jokowi saat memberikan pengantar pada rapat terbatas masalah kebijakan pangan di kantor Kepresidenan Jakarta pada Rabu sore (27/1).
Menurutnya, tujuan kebijakan di bidang pangan adalah membuat rakyat cukup pangan. "Sekali lagi saya ulang, untuk membuat rakyat cukup pangan. Ini yang harus digarisbawahi, membuat rakyat cukup pangan."
Kedua, menurunkan kemiskinan karena masalah pangan ini memberikan kontribusi yang besar terhadap angka kemiskinan. Ketiga, membuat petani lebih sejahtera, kemudian juga membuat produsen pangan dalam negeri makin besar andilnya untuk mendukung pemenuhan kebutuhan pangan. Keempat, untuk membuat APBN kita semakin efektif untuk menyejahterakan rakyat. "Ini yang berhubungan nantinya dengan subsidi."
“Jadi yang sejahtera jangan hanya di tengah, yang pedagangnya, trader-nya, tetapi yang berproduksi juga harus diberikan juga keuntungan dan kesejahteraan,” kata Presiden Jokowi.
Jakarta (B2B) - Indonesian Agriculture Minister, Andi Amran Sulaiman Indonesia should no longer import onions, because surplus production in 2015 to reach 318,325 tonnes, of the total national production last year reached 1.265 million tons while the consumer needs only 947,385 tonnes.
"Shallots are still imported because anomalies in the trade system so that the government will fix the supply chain, if allowed to, Indonesia will continue to import despite every year surplus production," said Minister of Agriculture Amran Sulaiman in Jakarta on Thursday (1/28).
According to him, the surplus production makes Indonesia exported 14,149 tons of shallots in 2015, which increased by over 200% from 2014, which only reached 4,439 tons, while imports declined 82% from 87,526 tonnes in 2014 to 15,769 tonnes in 2015.
Minister Sulaiman added these obstacles will be overcome by the government to involve National Logistics Agency to intervene in the market by buying shallots from farmers at a price worthy, then Bulog store up to a certain period and then distribute to the market when the supply is depleted, so it can anticipate an increase in demand on certain months such as Ramadan and Eid without having to import.
"I´ve been coordination with the Trade Minister and directors of Bulog and the government is committed to strengthening the role of of Bulog. The government has already tried it last year when Bulog bought shallots from farmers when prices rise ahead of Eid last year," said Minister of Agriculture.
Joko Widodo Food Policy
Indonesian President Joko Widodo reminded that the government wants farmers prosperous Indonesia, traders make a profit, and consumers get food at affordable prices, and policy makers of food, especially the Agriculture Ministry and Trade Ministry thinking comprehensively with the policy of balanced for the benefit of producers, traders, and consumers.
"Once again, we need policies that balance the interests of producers, traders and consumers. I asked for the formulation of food policy have the perspective of a comprehensive, Agriculture Ministry do not just think of the farmer and the Trade Ministry do not prefer the merchant," Widodo said at the closed meeting of the food policy in Presidential Office in Jakarta on Wednesday afternoon (27/1).
According to him, the objective of food policy is to make the people enough food. "I repeat, to make people enough food. It should be remembered, make people enough food."
Secondly, reducing poverty because of the food problem is a major contribution to poverty. Third, make farmers prosperous, then also make domestic food producers the greater its share support the fulfillment of food needs. Fourth, to make the state budget more effectively for the welfare of the people. "This is related to the subsidy."
"Do not just middleman were happy, the merchant, but farmers as food producers also have to make a profit in order to prosper," Widodo said.