Spudnik Sujono Ajak Petani jadi Mitra Pemerintah, Antisipasi Anomali Harga

Indonesian Govt Asked Farmers to Overcome Anomaly of Chili Prices

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Spudnik Sujono Ajak Petani jadi Mitra Pemerintah, Antisipasi Anomali Harga
Fluktuasi harga cabai rawit merah hingga 30 Januari 2017 (Tabel: Ditjen Hortikultura)

Tuban, Jawa Timur (B2B) - Pengaturan masa tanam dan distribusi cabai rawit sangat vital untuk menjaga pasokan produksi dalam mengantisipasi anomali harga, Kementerian Pertanian RI mendorong terjalinnya kerjasama dengan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Hortikultura dan instansi terkait sebagai inti dan petani sebagai peserta plasma untuk kemitraan jangka panjang.

"Jangka pendeknya adalah untuk memberdayakan petani seperti diinisiasi oleh Ditjen Hortikultura membangun kemitraan dengan petani yang bertindak sebagai avalis di beberapa provinsi, tujuannya memotong rantai pasok yang terlalu panjang," kata Dirjen Hortikultura Spudnik Sujono pada Jumat (10/2) saat berdialog dengan petani cabai di Kabupaten Tuban, Provinsi Jawa Timur.

Kunjungan kerja hari pertama di Jawa Timur, Spudnik Sujono fokus memantau panen raya cabai seluas hampir 1.500 hektar di Tuban pada Februari 2017 dan mendorong petani setempat melakukan penerapan pola tanam, pemupukan, pemberantasan hama dan suplai ke pasar di Jawa Timur, maupun ke Pasar Induk Kramat Jati, dan Pasar Cibitung di Bekasi, Pasar Warung Jambu di Bogor, dan Pasar Tanah Tinggi di Tangerang.

Menurutnya, sesuai instruksi Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman bahwa dukungan petani cabai sebagai avalis akan berdampak positif pada fluktuasi harga cabai yang terjadi akhir-akhir ini, kemitraan petani dan pemerintah akan bermanfaat bagi konsumen maupun petani ketika harga cabai anjlok lantaran produksi melimpah atau harganya melambung karena pengaruh musim hujan seperti saat ini.

"Mentan menginstruksikan bahwa petani harus untung, tapi pemerintah juga harus menjaga harga di tingkat konsumen karena ada batas harga tertinggi, dan kalau melampaui harga batas atas maka Kementerian Perdagangan akan menerapkan kebijakan impor," kata Spudnik Sujono yang didampingi Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura, Sukarman dan Kasubbag Humas Ina Ngana.

Dialog dengan Petani
Dalam setiap kunjungan kerja di daerah, Dirjen Spudnik Sujono selalu menyediakan waktu untuk berdialog dengan petani guna mengetahui aspirasi para ´pahlawan pangan´ tentang kendala dan kebutuhan mereka dalam peningkatan produksi hasil pertanian, juga nilai tambah dari hasil kerja keras mereka menanam cabai sebagai sumber mata pencaharian seperti halnya disampaikan oleh petani cabai di Kecamatan Bancar.

Kepala Desa Ngampelrejo, Taryono; dan Kepala Desa Sembungin, Sipnanto mengatakan bahwa petani setempat sangat bersemangat menanam dan merawat tanaman cabai lantaran harga yang diterima petani tergolong bagus, hingga Rp17.500 per kg pada 2015 hingga 2016.

"Kami saat ini membutuhkan dukungan bantuan benih bersertifikat, karena selama ini petani kami lebih banyak menggunakan benih turunan, kami juga mengharapkan bantuan modal dari pemerintah untuk memulai masa tanam. Musim hujan yang panjang saat ini membuat produksi menurun dan akibatnya petani merugi," kata Taryono.

Sementara Ketua Kelompok Tani Jaya Makmur di Desa Ngampel, Harbadi mengatakan bahwa mahalnya harga cabai bukan lantaran keinginan petani.

"Petani pada umumnya, khususnya di desa kami kerap menitipkan cabai rawit kepada pedagang pengumpul. Harga disesuaikan dengan harga yang dtetapkan oleh pengepul. Tahun lalu cabai rawit merah hanya Rp7 ribu per kg, kami minta bapak dapat memberi solusi bagaimana pada saat harga cabai jatuh maka petani tetap untung," kata Harbadi yang juga pengepul cabai.

Direktur Sukarman mengatakan para petani cabai di Tuban sebaiknya menjadi mitra pemerintah atau avalis, maksudnya ketika pemerintah membutuhkan cabai untuk operasi pasar maka kelompok tani setempat dapat memasok cabai sesuai kebutuhan dengan harga yang telah disepakati kedua belah pihak.

"Kami punya avalis di Temanggung sebagai petani binaan yang setiap minggu memasok dua ton cabai sesuai kebutuhan pemerintah, harganya Rp25 ribu per kg, setelah operasi pasar selesai maka petani dapat menjual ke pasar bebas," kata Sukarman.

Dirjen Spudnik Sujono mengingatkan bahwa petani mitra pemerintah akan mendapatkan bantuan modal Rp30 juta, yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan produksi cabai petani.

Tuban, East Java (B2B) - Set the time to planting of chili and distribution will be a decisive factor of price, the Indonesia Agriculture Ministry encourages farmers cooperate with the Directorate General of Horticulture and related agencies as the nucleus and farmers as plasma in partnership long-term, according to the senior official.

"Short-term program with the Directorate General of Horticulture as avalist, as our initiation in partnership with farmers in some provinces to cut the supply chain," said Director General of Horticulture Spudnik Sujono on Friday (2.10.17) during dialogue with chili farmers in Tuban of East Java Province.

Working visit of first day in East Java, Mr Sujono focused for monitor the chili harvest an area of nearly 1,500 hectares in Tuban for February 2017, and encouraged local farmers carry out planting patterns, fertilization, pest control and supply to the market in East Java. While for the Greater Jakarta to supply Kramat Jati´s Central Market of East Jakarta, Cibitung Market in Bekasi district, Warung Jambu Market in Bogor city, and Tanah Tinggi Market in Tangerang city.

According to him, as instructed by Agriculture Minister, Andi Amran Sulaiman that support of chili farmers as avalist will have a positive impact on fluctuations of chili prices is happening right now, partnership of farmers with government will benefit for farmers and consumers, while chili prices fell after production abundant or prices rise because rainy season as it is today.

"Minister Sulaiman instructed that the farmers do not lose money, but the government must also keep prices at consumer level because there is a limit highest price, and if the price upper limit is exceeded, the Trade Ministry will apply the import policy," Mr Sujono said who was accompanied by Director of Products Processing and Marketing of Horticulture, Sukarman and spokeswomen Ina Ngana.

Dialogue with Farmers
On every working visit to the region, Mr Sujono always take time for dialogue with farmers in order to know their aspirations about the constraints and and the need to increase agricultural production, and value added of their hard work on the farm.

Head of Ngampelrejo village, Taryono; and Head of Sembungin village, Sipnanto said that local farmers are very excited planting chili because the price at farm level quite good, around 17,500 rupiah per kg in 2015 to 2016.

"We are currently need support of certified seed, because the farmers use ordinary seeds we also expect financial aid from the government to begin planting season. The rainy season currently causing the production to decline, and consequently farmers lose money," said Taryono who goes by one name, like many Indonesians.

While the chairman of Jaya Makmur farmer group in Ngampel, Harbadi said the high price of chili lately not because of farmers. 

"Farmers, in particular in our village often sell chili to collectors. The price is set by the collectors. Last year chili prices is only 7 thousand rupiah per kg, we ask you to give a solution, in particular when chili prices falls, farmers still get profit," Harbadi said.

Director Sukarman expect chili farmers in Tuban should be the government´s partner or avalist, when government needs to hold a bazaar chili´s, the local farmers can supply chilli as needed and the price in accordance with the agreement made.

"We had avalist in Temanggung district every week supply two tons of chili according to the needs of government, set the price of 25 thousand rupiah per kg, after no bazar then the farmer can sell to the free market," Sukarman said.

Mr. Sujono warned that farmers as government partners will get capital assistance of 30 million rupiah, which can be used by farmers to increase production of chili.