Penangkaran Luwak Diwajibkan Terapkan `Animal Welfare`

Animal Welfare for Indonesia`s Civet Coffee

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Penangkaran Luwak Diwajibkan Terapkan `Animal Welfare`
Arah jarum jam: Luwak jantan di kandang birahi bersama empat betina, Dirjen P2HP Yusni E Harahap (ke-2 kanan), kandang luwak bunting, dan pengeringan luwak yang sudah dikupas kulit tanduknya (Foto2: B2B/Mac)

Lembang, Bandung (B2B) - Kopi luwak, produk khas Indonesia kondang ke seantero jagad sebagai kopi eksotik, yang harganya termahal di dunia. Kopi luwak diperoleh dengan mengumpulkan biji kopi yang dimakan luwak dan kemudian keluar bersama kotoran atau feses luwak.

Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian di Kementerian Pertanian, Yusni Emilia Harahap mengatakan meningkatnya permintaan, dan tingginya harga mendorong kreativitas masyarakat untuk memproduksi kopi luwak secara cepat, karena berpotensi merugikan konsumen dan citra kopi luwak Indonesia.

"Kopi luwak yang diproduksi secara cepat umumnya tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI), dan ditemukan adanya pemalsuan atau mencampur biji kopi luwak, dan non luwak. Hal ini sangat merugikan konsumen, apalagi bila tidak memenuhi prinsip kesejahteraan hewan, dan kehalalan yang dapat merusak citra kopi luwak Indonesia," kata Yusni Emilia kepada pers saat berkunjung ke Kopi Luwak Cikole di Lembang, Kabupaten Bandung Barat pada Kamis (9/7).

Hal itu mendorong Pemerintah RI melalui Kementerian Pertanian mengeluarkan Peraturan Menteri (Permentan) didasarkan pada lima prinsip kebebasan hewan (five freedom) yang diterapkan sebagai standar minimal kesejahteraan hewan, yaitu luwak yang dilibatkan dalam sistem produksi kopi luwak harus terjamin kesejahteraannya.

"Kelima prinsip kesejahteraan hewan yakni tidak lapar dan kehausan, bebas rasa sakit dan penyakit, tidak dianiaya, bebas rasa takut dan tertekan, dan bebas mengekspresikan perilaku alaminya," kata Yusni.

Turut hadir dalam kunjungan tersebut adalah Staf Ahli Menteri Bidang Inovasi dan Teknologi Pertanian, Mat Syukur dan Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi Ditjen P2HP, Jamil Musanif.

Lembang, Indonesia (B2B) - Kopi luwak AKA civet coffee – otherwise known as ´wolf´, ´cat´, and ´crap´ coffee, and the most expensive coffee in the world. Genuine Indonesian kopi luwak is collected coffee beans after eaten by civet, and then come out with feces of civet.

Indonesia Agriculture´s Director General Processing and Marketing of Agricultural Products, Yusni Emilia Harahap said increasing demand and high prices encourages creativity of society to produce the civet coffee quickly, because it could potentially harm consumers, and the reputation Indonesian civet coffee.

"Civet coffee is produced instant largely meet the Indonesian National Standard (SNI), and found to forgery or mixing. This illegal action is detrimental to consumers, and does not meet the principles of animal welfare, and should be halal," Mrs Harahap told reporters during a visit to Kopi Luwak Cikole in Lembang of West Bandung district on Thursday (9/7).

Indonesian Government through the Agriculture Ministry and then issued a ministerial decree based on the principles of freedom animal as a minimum standard of animal welfare to be applied to the civet to produce the civet coffee.

"The five principles of animal welfare that is not hungry and thirsty, free of pain and disease, not persecuted, free of fear and distress, and freely express their natural behavior," she said.

Also attended Expert Staff of Minister for Innovation and Technology  Agriculture, Mat Syukur, and the Director of Business Development and Investment in the directorate-general, Jamil Musanif.