Jalan Panjang dan Berliku Hadang Mentan Tingkatkan Produksi Pangan

The Long and Winding Road for Indonesian Agricultural Development

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Jalan Panjang dan Berliku Hadang Mentan Tingkatkan Produksi Pangan
Data & Tabel: Pusdatin dan BPS

Jakarta (B2B) - Kementerian Pertanian RI menegaskan komitmen meningkatkan produksi pangan strategis: padi, jagung dan kedelai disingkat Pajale, dan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman menyebut Pajale harus ´masuk ICU´ karena selama ini tergantung pada produk impor, dan apabila tidak ditangani segera dan secara serius melalui program Upaya Khusus (Upsus Pajale).

Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kementan Suwandi mengatakan pemerintah saat ini melalui Kementan untuk terus meningkatkan produksi pangan untuk mencapai kedaulatan pangan dengan menerapkan kebijakan pangan dan pertanian yang strategis.

"Berbagai fakta menunjukkan hasilnya, khususnya melalui program Upsus Pajale diikuti dengan kebijakan pemerintah untuk mengendalikan impor," kata Suwandi pada Jumat (29/7).

Dia pun menyodorkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan bahwa angka tetap (Atap) produksi padi 2015 naik 6,42%; jagung meningkat 3,18%; dan kedelai naik 0,86% dibandingkan 2014.

"BPS juga mengumumkan bahwa impor jagung turun 47,5% pada Januari hingga Mei 2016 dibandingkan periode yang sama pada 2015. Demikian pula dengan bawang merah, yang tidak ada impor atau turun 100% dibandingkan periode sama pada 2015," kata Suwandi.

Survai Indef dan EIU
Suwandi menambahkan bahwa program pemerintah tidak hanya berhasil meningkatkan produksi, juga berdampak positif terhadap kepuasan petani seperti terurai dari hasil jajak pendapat lembaga independen, the Insititute for Development of Economics and Finance (Indef) pada Maret 2016 yang menunjukkan program pertanian sejak 2015 bahwa tingkat kepuasan petani mencapai 76,8% dan kepuasan tertinggi pada pendampingan hingga 89,57%.

Kinerja tersebut juga terkonfirmasi dengan data terbaru yang dirilis oleh the Economist Intelligence Unit (EIU) yang merilis data terbaru terbaru tentang Global Food Security Index (GFSI) pada 9 Juni 2016, yang menyatakan bahwa dari peringkat GFSI secara keseluruhan (overall) peringkat Indonesia di 74 naik ke 71 dari 113 negara yag disurvai.

"Hasil riset GFSI menyebutkan Indonesia merupakan salah satu negara yang mengalami perubahan terbesar pada indeks keseluruhan (2.7). Nilai GFSI ditentukan dari tiga aspek yakni Keterjangkauan atau Affordability, Ketersediaan atau Availability, dan Kualitas dan Keamanan atau Quality & Safety," kata Suwandi.

Menurutnya, aspek Ketersediaan sangat erat hubungannya dengan usaha keras Kementan yang berhasil meningkatkan produksi pangan dan aspek Ketersediaan Indonesia pada 2016 berada pada peringkat 66, melampaui peringkat keseluruhannya di 71.

Nilai Tukar Petani
Kepala Pusdatin, Suwandi menjawab pendapat sejumlah pihak yang meragukan keberhasilan Kementan dalam meningkatkan produksi pertanian, khususnya yang dilontarkan oleh Koordinator Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) terkait nilai tukar petani (NTP).

"Dari berbagai sumber data tersebut memperkuat fakta keberhasilan membangun pertanian Indonesia. Bila ada pihak yang masih menyangkal dan meragukan akan hal tersebut tentunya agar lebih banyak memahami fakta dari sumber data yang kredibel," kata Suwandi.

Suwandi menilai apabila ingin menganalisis data tentang NTP haruslah cermat dan melakukan telaah mendalam menurut subsektor dan variasi bulanan sehingga mendapat kesimpulan yang tepat, sebagai contoh pada Maret yang merupakan saat panen raya padi tentunya berdampak pada NTP.

"Menganalisis kemampuan daya beli dan kesejahteraan petani dari indikator NTP tidak sesederhana itu. Mengingat ada kelemahan metode NTP maka perlu ditelaah pula indikator nilai tukar usaha pertanian yang disingkat NTUP," kata Suwandi.

Kritik dan Kecaman
Kendati begitu, keberhasilan Kementan meningkatkan produksi pangan masih dipandang sebelah mata oleh beberapa pihak, dan hal itu ditanggapi secara bijak oleh Mentan Amran Sulaiman, karena tugasnya sebagai menteri di Kabinet Kerja pada Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla adalah merumuskan, menetapkan, melaksanakan kebijakan di bidang pertanian dan pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional.

"Lebih baik orang lain yang menilai kerja keras saya. Saya sudah wakafkan diri saya untuk bangsa dan negara," kata Amran Sulaiman dalam berbagai kesempatan dialog dengan pers.

Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Luhut B Panjaitan meminta semua pihak untuk mendukung program kerja Mentan Amran Sulaiman melaksanakan perintah Presiden Jokowi untuk mencapai swasembada pangan.

Menteri Luhut mengakui sempat mempertanyakan kinerja Mentan Amran Sulaiman namun sesuai arahan Presiden Jokowi untuk mendukung kinerja koleganya di Kabinet Kerja, dia memerintahkan timnya di Kantor Menko Polhukam untuk memantau dan menguji langsung di lapangan.

"Ternyata apa yang kami lihat dan dapati berbeda dengan yang diceritakan sejumlah pihak yang memang tidak senang dengan sepak terjang Menteri Amran mengandalkan produksi pangan nasional," kata Luhut yang kini menjabat Menteri Koordinator bidang Kemaritiman pasca perombakan kabinet (resfhuffle) pada Rabu (27/7).

Menurut Luhut, Mentan harus fokus bekerja demi petani dan rakyat dan tidak perlu menggubris pernyataan orang-orang yang tidak senang dengan program pembangunan dari Presiden Jokowi.

"Saya senang dengan Jokowi yang didukung menteri-menteri yang punya hati seperti Amran Sulaiman meski kerap diserang sejumlah pihak. Saya juga pernah mempertanyakan dia ... kok begini ... dan ternyata kritik itu lebih banyak dilontarkan oleh mereka yang terlanjut keenakan menikmati comfort zone, mereka yang menikmati uang-uang yang nggak jelas .... pasti akan bereaksi," kata Luhut di Toba Samosir, Sabtu pekan lalu (23/7).

Jakarta (B2B) - The Indonesian Agriculture Ministry affirmed commitment of increase production of strategic food especially rice, corn and soybeans abbreviated Pajale, and Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman calls Pajale in conditions of ´emergency´ as long as it depends on imported products, so it must be dealt with seriously through a program called as the Upsus Pajale.

Head of Data and Information ministries, Suwandi said the government worked hard to increase food production to achieve food sovereignty by implementing a policy of strategic food and agriculture.

"Various facts show the results, in particular through the program Upsus Pajale policy followed by the government to control imports," said Suwandi - who uses one name like many Indonesians - here on Friday (29/7).

He also showed data of Indonesian Statistics Agency (BPS) that rice production in 2015 rose 6.42%; corn rose 3.18%; and soybeans rose 0.86% compared to 2014.

"The BPS also announced about corn imports fell 47.5% from January to May 2016 compared to the same period in 2015. Similarly the shallot no import or down 100% compared to the same period in 2015," Suwandi said.

Indef and EIU Survey
Suwandi added that the government´s program also had a positive impact on farmers surveyed by an independent agency, the Insititute for Development of Economics and Finance (Indef) in March 2016 about the level of satisfaction of farmers reached 76.8% and the highest satisfaction for support of the army until 89.57 %.

The performance is also confirmed on the data released by the Economist Intelligence Unit (EIU) on the Global Food Security Index (GFSI) on June 9, 2016, stating that Indonesia´s ranking go up from 74 to 71 from 113 countries.

"Research GFSI identified Indonesia as one of the countries that thrive in the agricultural development in the overall index (2.7). Scores of the GFSI is determined by three aspects, Affordability, Availability, and Quality & Safety," Suwandi said.

According to him, the availability score increased as the ministry seeks to increase food production, and in this aspect in 2016 was ranked 66 higher than the overall rankings, 71.

The Welfare of Farmers
In response to doubts on the success of Indonesia increase food production, especially those made by the Coordinator of the People´s Food Sovereignty on the purchasing power of farmers (NTP).

"Various data support the fact Indonesian agricultural development. If there is denial and doubt, should get the facts from credible sources of data," Suwandi said.

He considered the NTP must be understood and in-depth study by subsector and monthly variations to get the right conclusion, for example, March is the time of rice harvest would impact on the NTP.

"Analyzing the welfare of farmers of the NTP is not that simple. Because there are weaknesses in the NTP method, it should be examined also on indicators of the exchange rate of agriculture or NTUP," Suwandi said.

Constructive Criticism
Despite that, the success of the government to increase food production is still questioned by some parties, Minister Sulaiman respond wisely because of his duties as a minister of Joko Widodo administration to formulate, establish, implement agricultural policies and the implementation of technical activities across Indonesia.

"Let the someone else commented, I am devoted to the nation," Mr Sulaiman said.

Former of Indonesian Security Minister, Luhut B Panjaitan called on all parties support the work programs of Minister  Sulaiman implement orders of President Widodo to achieve food self-sufficiency.

Minister Panjaitan claimed had questioned the performance of Minister Sulaiman but appropriate orders of President Widodo to support the work of his colleagues in the cabinet, he ordered his team to monitor and test in the field.

"It turns out that what we see and get at different pitches with commentary from some parties, who are not happy with the food self-sufficiency program," he said.

According to Panjaitan, Minister Sulaiman must focus to work for the farmers and the people, and does not need to respond to statements of people who are not happy with the development program of President Widodo.

"I am delighted to President Widodo as supported by ministers who have a heart like Amran Sulaiman though often criticized by a number of parties.  I also had doubts ... but it turns out that what we see and get at different pitches with commentary from some parties, they are in the comfort zone will be disturbed .... they will reacted ..." he said.