Darmin Nasution: Distribusi Pangan Pengaruhi Fluktuasi Harga, Bukan Hanya Produksi

Indonesian Ministers Made Impromptu Visit in Cianjur`s Traditional Market

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Darmin Nasution: Distribusi Pangan Pengaruhi Fluktuasi Harga, Bukan Hanya Produksi
Menko Darmin Nasution (batik coklat) dan Mentan Andi Amran Sulaiman (jaket hitam) dan Mendag Enggartiasto L sidak pasar sebelum peluncuran integrasi sistem resi gudang di Cianjur (Foto2: B2B/Mac dan Humas Kementan/Fajar)

Cianjur, Jawa Barat (B2B) - Menko Perekonomian Darmin Nasution memimpin inspeksi mendadak (sidak) ke Pasar Induk Pasir Hayam pada Senin (5/12) untuk mengetahui fluktuasi harga pangan di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, setelah hampir setengah jam berdialog dengan pedagang dia menyimpulkan harga pangan dipengaruhi faktor distribusi dan bukan semata-mata faktor produksi di tingkat petani.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita turut mendampingi mantan Gubernur Bank Indonesia periiode 2010 - 2013 sebelum ketiganya meresmikan peluncuran sistem pasar lelang komoditas (PLK) berbasis internet dan integrasi dengan sistem resi gudang (SRG) yang bertujuan mendukung langkah pemerintah menjaga pasokan komoditas pangan sehingga dapat menekan inflasi.

Darmin Nasution mengatakan distribusi menjadi penentu fluktuasi harga pangan lantaran tidak semua komoditas dapat bertahan lama seperti halnya cabai, akibatnya pasokan tersendat ketika bukan pada musim produksi sehingga memicu kenaikan harga.

"Cabai berbeda dengan bawang merah dapat bertahan lama disimpan di gudang, sementara cabai cepat membusuk dan ketika pasokannya kurang akan memicu kenaikan harga," kata Darmin.

Dia mengingatkan kedua koleganya di Kabinet Kerja untuk mengembangkan gudang pendingin, mesin pengeringan (dryer machine) dan sarana lain untuk mendukung pengendalian harga komoditas pangan.

Fluktuasi Harga
Menko Darmin Nasution bersama Mentan Amran Sulaiman dan Mendag Enggartiasto mengawali sidak di kios beras yang sebagian besar menjajakan beras lokal Pandan Wangi di kisaran harga Rp8.000 per kg, kemudian berlanjut ke kios daging sapi yang berada di seberang kios-kios beras.

"Kami tawarkan ke pembeli Rp120 ribu per kg tapi kami lepas Rp110 ribu setelah ditawar konsumen, daging sapi kami beli dari rumah potong hewan dengan harga Rp96 ribu per kg," kata pedagang daging sapi.

Mentan sempat berdialog dengan pedagang ayam potong yang mengaku harga stabil di kisaran Rp30.000 hingga Rp32.000 per kg. "Harga jual ayam potong jangan sampai memberatkan konsumen dan tetap menguntungkan pedagang."

Kepada ketiga menteri, pedagang bawang merah mengaku menjual Rp45.000 per kg, dan menurutnya harga tersebut di atas normal lantaran menurunnya pasokan dari sentra produksi seperti Brebes, Jawa Tengah dan Nganjuk, Jawa Timur.

Mentan mengatakan produksi komoditas sayuran strategis nasional cabai pada 2016 diperkirakan mencapai 2,1 juta ton atau naik 9,66% dibandingkan 2015, sementara kebutuhan konsumsi cabai 1,68 juta ton, yang berarti neraca cabai mengalami surplus 535.000 ton.

"Kondisi cabai surplus inilah yang membuat impor cabai dapat dikendalikan dan ekspor Januari hingga Agustus 2016 meningkat seribu ton," kata Mentan.

Cianjur, West Java (B2B) - Indonesian Minister for Economic Affairs Darmin Nasution made impromptu visit in Cianjur's Pasir Hayam Central Market on Monday (12.5.16) to find out food prices fluctuations in Cianjur District of West Java Province, after nearly a half-hour dialogue with traders he concluded that food prices influenced by the distribution factor and not just factors of production at the farm level.

Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman and Trade Minister Enggartiasto Lukita accompanied the former Governor of Bank Indonesia periiode 2010 - 2013 before the three attended the launch of the system of auction market food commodities internet based, and integration with the warehouse receipt system (SRG) which aims to support the government's efforts to maintain the supply of food commodities to suppress inflation.

Mr Nasution said distribution factor is a major trigger food price fluctuations because of perishables such as chili, prone on price increases due to reduced supply outside the harvest.

"Chili unlike shallots that can be stored in the warehouse, chili is  perishables and when the reduced supply will trigger a price increase," he said.

He reminds his colleagues in Work Cabinet of Joko Widodo administration developing refrigerated warehouses, dryer machine and other means to support the control of food commodity prices.

Price Fluctuations
Minister Nasution with Minister Sulaiman and Minister Lukita started monitoring the rice stalls, mostly selling local brand Pandan Wangi Fragrant rice at a price of 8,000 rupiah per kg and then to beef stall which is across the rice stalls.

"We are offering to buyers 120 thousand rupiah per kg, but we sale 110 thousand rupiah per kg after consumers bargain prices, we bought beef from a slaughterhouse for 96 thousand rupiah per kg," beef trader said.

Mr Sulaiman had a dialogue with chicken trader are admitted the price stable at 30,000 to 32,000 rupiah per kg. "The selling price of chicken not to burden consumers and traders still get profit."

To the three ministers, shallots traders claimed to sell 45,000 rupiah per kg, and he thought the price is above normal because of declining supplies from production centers like Brebes in Central Java province and Nganjuk in East Java province.

Minister Sulaiman said that the national chili production in 2016 is estimated at 2.1 million tons, up 9.66% compared to 2015, while consumption 1.68 million tonnes, and surplus chilli reached 535,000 tons.

"Surplus chili that makes imports can be controlled, and exports from January to August 2016 increased one thousand tons," he said.