Agung Hendriadi: Kementan `Melek HAKI` Antisipasi Pembajakan Hak Cipta
Indonesian Govt Protects the Intellectual Property Rights of Agricultural Technology Researchers
Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
MODERNISASI pertanian melalui mekanisasi merupakan solusi efisien menggantikan pola usaha tani manual, dan berkurangnya tenaga kerja pertanian, maka Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) sejak 2006 tiada henti melakukan inovasi dan rekayasa mekanisasi pertanian diikuti langkah memperoleh lisensi dan hak paten untuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) sesuai instruksi Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman yang didukung oleh Menteri Hukum dan HAM RI Yasona Laoly.
Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian RI, Agung Hendriadi mengatakan hasil perekayasaan Badan Litbang sejak 2006 hingga 2016, berhasil mengembangkan 132 teknologi mekanisasi pertanian, dengan melibatkan enam peneliti didukung 133 perekayasa dan 119 peneliti rekayasa (Litkayasa).
"Hasilnya, pada 2006 hingga 2008 diperoleh satu paten, tiga paten dan satu lisensi pada 2009 hingga 2011, delapan paten dan tiga lisensi pada 2012 hingga 2014, dan enam paten dan enam lisensi pada 2015 dan 2016," kata Agung Hendriadi, mantan Sekretaris Badan Litbang Pertanian pada 2014-2016, dia menegaskan hal itu usai pertemuan Mentan Andi Amran Sulaiman dengan Mentan Malaysia, Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek di Jakarta pada Jumat (3/3).
Alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta 1986 ini menambahkan lisensi dan paten bertujuan melindungi HAKI dari peneliti, kepentingan lembaga/instansi pemerintah, maupun bangsa dan negara dari aksi klaim sepihak, terutama kepentingan perusahaan swasta atau negara lain yang berniat melakukan penggandaan, pemalsuan dan mendapatkan royalti yang seharusnya menjadi hak para peneliti di Litbang Pertanian.
Dia menambahkan, sebagai sarjana teknologi pertanian UGM sangat faham bahwa inovasi dan pengembangan teknologi pertanian tidaklah mudah, sehingga HAKI dari Kemenkum HAM menjadi 'penyejuk' bagi para peneliti untuk melindungi hasil kerja keras mereka.
"Syukurlah Mentan Andi Amran Sulaiman sangat concern pada hal ini, dan hal itu mendorong Pemerintah RI memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan No. 72/2015 tentang Imbalan Yang Berasal Dari Penerimaan Negara Bukan Pajak Royalti Paten," kata Agung yang meraih gelar sarjana S2 di AIT-Thailand pada 1993 dan S3 di universitas yang sama pada 2002.
Sesuai ketentuan tersebut, besaran royalti untuk peneliti berkisar 10% hingga 40%, tergantung dari besaran keseluruhan royalti yang diterima. Dengan perhitungan, apabila total royalti di bawah Rp100 juta maka besaran yang diterima peneliti adalah 40% sementara untuk royalti yang nilanya lebih dari Rp1 miliar maka besaran royalti untuk peneliti maksimal 10%.
Mekanisasi Pertanian
Mekanisasi pertanian terbukti dapat mempercepat waktu budidaya tanaman dan dapat menghemat tenaga kerja lebih dari 60% sehingga indeks pertanaman (IP) dan produktivitas lahan pertanian meningkat sedangkan biaya tenaga kerja dapat dihemat lebih 50%.
Dia mengelaborasi penggunaan rice transplanter menghemat tenaga dari pola manual 19 orang per hektar menjadi tujuh orang per hektar, dan biaya tanam menurun dari Rp1,7 juta menjadi Rp1,1 juta per hektar. Pada APBN 2016 telah didistribusikan 7.854 unit rice transplanter kepada kelompok tani.
"Misalnya penyiang rumput atau power weeder menghemat tenaga kerja dari pola manual 15 orang menjadi dua orang per hektar dan biayanya turun dari Rp1,2 juta menjadi Rp510 ribu per hektar," katanya lagi.
Sementara combine harvester menghemat tenaga kerja dari pola manual 40 orang menjadi delapan orang per hektar, dan biaya panen dapat ditekan dari Rp2,8 juta menjadi Rp2,2 juta per hektar dan dapat menekan susut panen (losses) dari 10,2% menjadi 2%.
"Apabila dihitung secara nasional dengan mekanisasi, mampu menghemat biaya yang dinikmati petani setara Rp24,5 triliun," kata Agung Hendriadi di ruang kerjanya.
AGRICULTURAL modernization through mechanization is an efficient solution replaces manual system and decreasing agricultural labor, of Indonesian Agency for Agricultural Research and Development of Agriculture Ministry (IAARD) since 2006 continues to innovate and engineering agricultural mechanization followed by an effort to get licenses and patents of Intellectual Property Right (HAKI) according to instructions of Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman supported by Justice and Human Rights Minister Yasona Laoly, according to the senior official.
Head of Public Relations and Public Information of Agriculture Ministry, Agung Hendriadi said the IAARD since 2006 to 2016 has developed 132 agricultural mechanization technology that supported six supported researchers, 133 engineers and 119 engineering researchers.
"The result in 2006 to 2008 got one patent, three patent and one license in 2009 to 2011, eight patents and three licenses in 2012 until 2014 and six patents and six licenses in 2015 and 2016," said Mr. Hendriadi, former Secretary of the IAARD in 2014-2016, he said that after meeting of Minister Sulaiman with Malaysian Minister Datuk Seri Ahmad Shabery Cheek here on Friday (March 3).
The alumni of Yogyakarta's Gadjah Mada University in 1986 said that the licenses and patent aims to protect intellectual property rights of researchers, interests of the institution / government, or nation and other countries to unilateral claim, especially interests of private companies or other countries that intend to duplication, forgery and get royalties which should be the rights of researchers IAARD.
He added that, as researcher so he understood that innovation and development of agricultural technology is not easy, so the intellectual property rights of the government the legal basis for the researchers to protect their hard work.
"Thank God Minister Sulaiman is very concerned about this, and it encourages the Government of Indonesia issued the Finance Minister Regulation No. 72/2015 on the remuneration of non-tax revenue for patent royalties," said Mr Hendriadi, master's degree of AIT-Thailand in 1993 and doctorate degree at the same university in 2002.
As per the provisions of finance minister, royalties to researchers 10% to 40%, depending on total royalties for the researchers. By calculation, if the total royalties below 100 million rupiah so the researchers get 40%, while for royalties worth more 1 billions rupiah so the maximum royalty 10%.
Agricultural Mechanization
Agricultural mechanization proven to speed up the cultivation and labor-saving more than 60% so that the cropping index, and increasing agricultural productivity while labor costs could be saved over 50%.
He elaborates the use of rice transplanter managed to save power of system manually 19 people per hectare to seven people per hectare, and planting costs decreased from 1.7 million to 1.1 million rupiah per hectare. In 2016 the state budget has been distributed rice transplanter 7,854 units to the farmer groups.
"For example, power weeder can save labor 15 to two people per hectare, and costs dropped from 1.2 million to 510 thousand rupiah per hectare," he said again.
Meanwhile combine harvester saves manpower from 40 to eight people per hectare, and harvesting costs could be reduced from 2.8 million to 2.2 million rupiah per hectare, and pressing losses from 10.2% to 2%.
"Nationally, the mechanization was able to save the equivalent cost of 24.5 trillion rupiah for farmers across the country," Mr Hendriadi said in his office.