Sektor Pertanian Tumbuh Pesat, Kontribusi PDB Turun Seiring Peningkatan Sektor Industri


Sektor Pertanian Tumbuh Pesat, Kontribusi PDB Turun Seiring Peningkatan Sektor Industri

 

Dr LUTFUL HAKIM

Pusat Data dan Informasi Kementerian Pertanian RI

KONTRIBUSI sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dalam 25 tahun terakhir menurun dari 22 persen menjadi 13 persen sebagai hal yang wajar mengacu pada trend jangka panjang 25 tahun, karena Indonesia mengalami transformasi struktural dari negara agraris menuju industri. Begitu pula halnya pada beberapa negara maju, perekonomian mereka pada awalnya ditopang dominan dari sektor agraris dan berangsur digantikan sektor industri dan jasa.

Terkait program jangka panjang, konversi lahan, sumber daya manusia (SDM), pasca panen, hilirisasi, dan struktur pasar juga berlangsung sesuai pentahapan dan skala prioritas. seperti dilakukan oleh Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman yang menetapkan kebijakan pembangunan sesuai instruksi Presiden RI Joko Widodo, bahwa membangun sektor pertanian harus berorientasi pada kepentingan jangka panjang tanpa mengabaikan problem jangka pendek.

Pemerintah RI melalui Kementerian Pertanian saat ini telah menerbitkan Roadmap Jangka Menengah dan Panjang dengan Visi Indonesia menjadi Lumbung Pangan Dunia pada 2045.  Membangun harus berdasar skala prioritas dengan fokus 2015-2019 adalah mewujudkan kemandirian ekonomi melalui kedaulatan pangan dan kesejahteraan. Selanjutnya pada 2020-2024 Indonesia sudah memasuki tahapan menuju negara industri dengan kelas ´upper middle income´ hingga akhirnya menjadi negara kelas high income, dan Indonesia menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.

Berkaitan dengan lahan, data Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan lahan sawah beririgasi tahun 2015 mencapai 4,75 juta hektar. Jadi tidak benar disebutkan sawah irigasi hanya 50.000 hektar seperti dilansir pada akhir Maret 2017. Seiring perkembangan ekonomi, kebutuhan lahan untuk industri, perumahan dan lainnya memicu terjadinya konversi lahan. Pemerintah mengendalikan laju konversi sawah dengan menerapkan UU Nomor 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) dan lima peraturan pemerintah (PP) untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan tidur/terlantar maupun pencetakan sawah baru setiap tahun.

Terkait informasi bahwa swasembada beras baru tercapai pada 2020 adalah tidak benar, karena pada 2016 target tersebut berhasil terealisir. BPS menyatakan bahwa produksi padi 2016 mencapai 79 juta ton gabah kering giling (GKG) setara 46 juta ton beras atau melebihi kebutuhan konsumsi 33 juta ton. Bukti lain, tidak ada impor beras medium pada 2016, bahkan Indonesia berhasil mengekspor beras ke Papua Nugini, mengirimkan bantuan beras ke Srilanka sebanyak 5.000 ton dan ekspor beras ke Malaysia dalam waktu dekat. Saat ini, cadangan beras mencapai 1,9 juta ton sehingga tergolong aman untuk mencukupi kebutuhan delapan bulan ke depan, dan stok tersebut belum ditambah dari hasil panen raya sehingga menguatkan konfirmasi tentang pencapaian swasembada.

Kinerja swasembada pangan juga dapat dilihat dari capaian pada 2016 bahwa Indonesia tidak lagi mengimpor cabai segar, stop impor bawang konsumsi dan pada 2017 stop impor jagung untuk pakan ternak.  Selanjutnya, berdasarkan roadmap maka pencapaian swasembada gula konsumsi akan tercapai pada 2019, kedelai pada 2020, gula industri pada 2023, daging sapi pada 2026 dan seterusnya.

Beberapa kebijakan strategis dalam kerangka solusi jangka menengah dan panjang telah dilakukan Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman. Pertama, modernisasi pertanian melalui mekanisasi secara masif. Hal itu menunjukkan upaya transformasi dari pola manual konvensional menjadi serba mesin yang efisien, cepat dan berkualitas. Proses modernisasi ini diikuti program peningkatan kapasitas SDM, membuka lapangan kerja dan peluang usaha di hilir dan off-farm. Industrialisasi di pedesaan dengan pengolahan hasil, baik skala rumah tangga/usaha kecil menengah dan skala besar terbukti menciptakan nilai tambah dan memutar roda perekonomian, namun dalam statistik Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dicatat sebagai kontribusi dari sektor industri pengolahan dan bukan dari sektor pertanian.

Kedua, Andi Amran Sulaiman sebagai menteri memberikan berbagai kemudahan investasi dengan melibatkan badan usaha milik negara (BUMN), perusahaan swasta di dalam dan luar negeri untuk mengembangkan komoditas komersial berorientasi ekspor, membangun pola kemitraan dengan melibatkan petani secara aktif dan mendapatkan manfaatnya.  Contoh pola kemitraan perkebunan inti rakyat (PIR) terbukti meningkatkan kesejahteraan para petani plasma. Investasi tidak memproduksi produk primer tetapi sampai produk hilir dengan nilai tambah yang besar, hal ini juga dicatat sebagai PDB dari kontribusi industri pengolahan.  Artinya, semakin ke depan sektor pertanian tetap tumbuh pesat, namun kontribusinya menurun seiring berkembangnya kontribusi sektor industri.

Ketiga, sesuai arahan Presiden RI Joko Widodo untuk membangun dari ´pinggiran´, maka Andi Amran Sulaiman mewujudkan lumbung pangan di wilayah perbatasan dengan membuka isolasi daerah pedalaman sebagai jembatan bagi penduduk miskin untuk mengakses dunia luar, sehingga kehidupan mereka menjadi lebih baik. Berbagai studi menyebutkan pembukaan aksesibilitas dan infrastruktur bagi daerah terisolir akan berdampak pada kegiatan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan warga setempat.

Keempat, mengembangan komoditas pangan organik dengan memanfaatkan teknologi berkelanjutan, sehingga biaya tidak terlalu mahal dibandingkan dengan usaha tani konvensional, namun hasilnya signifikan menciptakan nilai tambah dan pendapatan berlipat ganda bagi petani. Menteri pertanian mendorong peningkatan produksi beras organik di banyak wilayah dan permintaan ekspor beras organik sangat tinggi.

Kelima, regulasi yang digencarkan Andi Amran Sulaiman sangat efektif berdampak nyata menyelesaikan kendala di lapangan. Regulasi pengendalian impor direspon pelaku usaha denagn meningkatkan kapasitas pabrik untuk menyerap produksi tebu petani. Kebijakan mendorong ekspor telah menggerakkan pelaku usaha memproduksi dan memasarkan produk berdaya saing. Regulasi harga atas dan harga bawah telah memberikan jaminan pasar dan harga bagi petani dan konsumen. Kebijakan penunjukan langsung untuk penyediaan benih dan pupuk serta e-katalog untuk alat mesin pertanian berdampak pada kualitas dan tepat waktu untuk penyediaan agro-input.

Keenam, masalah tata niaga dan rantai pasok. Memang tidak mudah merombak struktur pasar yang telah ada dan hal itu diantisipasi dengan program serap gabah petani (Sergap) untuk memotong rantai pasok, stabilisasi harga gabah petani dan pasokan beras melimpah. Pengembangan Toko Tani Indonesia (TTI) berhasil memotong rantai pasok, caranya dengan membeli produk petani sesuai harga yang menguntungkan petani dan menjual ke konsumen sesuai harga yang wajar. 

Kementerian Pertanian RI juga menggandeng Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Komisi Pemberantasan Korupsi, Kepolisian RI (Polri), Kejaksaan Agung dan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan sampai saat ini berhasil menangkap 40 pengoplos pupuk dan pengedar pupuk palsu, membekuk pengoplos beras, menindak kartel daging sapi dan ayam, menangkap tengkulak yang memainkan harga cabai rawit, menangkap dan memusnahkan berbagai produk pangan impor ilegal.

Ke depan, akan terwujud struktur pasar yang bersaing dan berkeadilan, dimana petani ada jaminan harga dan pasar, middleman mendapat normal profit dan konsumen tersenyum dengan harga wajar.

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis