Tirulah Petani Jepang Agar Pemuda Mau ke Sawah

Indonesian Youths Should Emulate the Japanese Farmers



PEMUDA Indonesia semakin enggan untuk bekerja sebagai petani, karena dipandang sebagai pekerjaan kurang terhormat ketimbang menjadi pegawai atau pedagang. Namun hal itu harus segera diatasi agar tenaga kerja di bidang pertanian tidak terus menyusut, meskipun saat ini dapat diatasi dengan mekanisasi pertanian.

"Kecenderungan ini sangat memprihatinkan. Marilah kita tiru petani Jepang yang bangga dengan profesinya. Mereka tampil gagah dan rapi meskipun bekerja sebagai petani, dan itu harus ditiru oleh petani Indonesia agar pekerjaan ini disukai oleh para pemuda," kata Wakil Menteri Pertanian Rusman Heriawan saat bertatap muka dengan para petani dan warga Desa Ganra, Kecamatan Ganra, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan pada Jumat pekan lalu.

Merujuk pada seragam yang dikenakan para pengojek gabah di lahan pertanian setempat, Wamentan mengusulkan pada Kepala Dinas Pertanian Sulawesi Selatan, Lutfi Halide, dan Bupati Soppeng, Andi Soetomo untuk memikirkan hal itu demi kemajuan pertanian daerahnya. (Foto2: B2B/Mac)

INDONESIAN youth refuse to work as farmers, because they are less honorable than being an employee or merchant. But it should be a concern of all parties, although this time resolved to the mechanization of agriculture.

"This trend is very worrying. Let us emulate the Japanese farmers who take pride in their profession. They look dashing and neat despite working as a farmer, and we have to emulate that young people become keen to work in a rice field," Rusman Heriawan, Indonesian Deputy Agriculture Minister said when gathering with local farmers in Soppeng Regency, South Sulawesi on on Friday last week.

Referring to the uniforms worn by the motorcyclist carrying grain in local farms, he proposed to the Head of the Department of Agriculture of South Sulawesi, Lutfi Halide and Soppeng Regent, Andi Soetomo to think about it for the progress of agriculture in South Sulawesi. (Photos: B2B/Mac)