Askindo Tuding Gernas Kakao Gagal Tingkatkan Produksi
Indonesian Cocoa Movement Accused by Association Failed to Increase Production

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Rabu, 23 Desember 2015
Ketua Askindo, Zulhefi Sikumbang (kiri) dan tanaman kakao siap panen (Foto2: Ist & B2B/Mac)

Jakarta (B2B) - Gerakan Nasional (Gernas) Kakao dituding gagal meningkatkan produk komoditas ekspor seperti yang dicanangkan oleh pemerintah pada 2009, karena program tersebut mengabaikan peran pendamping atau penyuluh bagi petani.

Ketua Asosiasi Kakao Indonesia (Askindo) Zulhefi Sikumbang menuding Gernas Kakao yang dicanangkan oleh Kementerian Pertanian sekadar program membagi-bagi pupuk dan benih kemudian replanting atau peremajaan, "padahal yang dibutuhkan para petani kakao adalah pendampingan," kata Zulhefi Sikumbang kepada pers di Jakarta pada Selasa (22/12).

Dia menilai akibat tanpa pendampingan petani tidak melakukan budidaya tanaman kakao dengan benar akibatnya justru menurunkan produksi kakao, merujuk pada produksi kakao dalam lima tahun terakhir terus tergerus dari 557.596 ton pada 2011 menjadi 453.729 ton pada 2012, dan produksi kakao pada 2015 diperkirakan hanya 320.000 ton dari 368.925 ton pada 2014.

Menurutnya, Askindo mendukung kelanjutan Gernas Kakao pada 2016 namun dia mengingatkan harus dilakukan dengan metode yang baik dan benar, yakni pemetaan kebutuhan dan kemampuan daerah pada tahun pertama Gernas Kakao dilanjutkan distribusi sarana produksi seperti pupuk dan benih di tahun kedua.

"Langkah tersebut diikuti dengan merekrut tenaga pendamping yang akan memberikan laporan kepada kementerian terkait mengenai jumlah petani, kebutuhan benih dan pupuk, karena kebutuhan setiap daerah tentu berbeda sesuai luas tanam dan kemampuan produksi kakao per hektar," kata Zulhefi.

Dia mengaku khawatir pelaksanaan Gernas Kakao tanpa evaluasi dan perbaikan maka produksi kakao tiga tahun ke depan akan terus melorot ke 250.000 ton pada 2016. Namun dia tidak menyebutkan kerugian akibat Gernas Kakao dan hanya menyebut anggaran untuk kakao pada 2015 sekitar Rp1 triliun.

Menurutnya, Askindo mendapati fakta banyaknya petani yang mengalihkan lahan kakao ke tanaman lain seperti kelapa sawit, karet, jagung, dan cengkeh lantaran kakao dinilai kurang menguntungkan.

"Faktanya cukup mengejutkan karena jumlah petani kakao dalam tiga tahun terakhir menurun dari 1,5 juta petani menjadi 1,2 petani saja," kata Zulhefi.


Jakarta (B2B) - Cocoa Planting Movement program called the Gernas Kakao by Indonesian government accused of failing to improve cocoa production as announced by the government in 2009, because it ignores the role of extension workers for farmers.

Chairman of Indonesian Cocoa Association (Askindo) Zulhefi Sikumbang accused Gernas Kakao are launched by the Agriculture Ministry just distribute fertilizers and seeds after replanting, "the cocoa farmers require assistance by extension workers," he told reporters here on Tuesday (22/12).

He assessed the farmers do not make the cultivation of cocoa plants properly so that production fell, referring to cocoa production in last five years continues to decline from 557,596 tonnes in 2011 to 453,729 tonnes in 2012, and cocoa production in 2015 estimated to only 320,000 tons from 368,925 tons in 2014.

According to him, Askindo support the continuation of Gernas Kakao in 2016, but he was reminded to do well and right, by mapping the needs and capabilities of the region in the first year followed the distribution of fertilizers and seeds in the second year.

"Then recruit agricultural extension which will provide a report to the ministry on the number of farmers, seed and fertilizer needs, because the needs of each area is different according acreage and production capability per hectare," Mr Sikumbang said.

He admitted the implementation of Gernas Kakao without evaluation and improvement of the production feared the next three years will continue to drop to 250,000 tons in 2016. But he did not mention amount of losses but only mentions the budget for cocoa by 2015 approximately one trillion rupiahs.

According to him, the association found the fact many farmers who divert cocoa land into other crops such as oil palm, rubber, corn, and the clove because cocoa is considered less profitable.

"The fact is surprising, because the number of cocoa farmers in last three years decreased from 1.5 to 1.2 million farmers," he said.

TERKAIT - RELATED