Laporan Korupsi FIFA Sebut Pangeran William dan David Cameron Terlibat Perdagangan Suara Piala Dunia
Prince William and David Cameron Named in World Cup Corruption Report

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Rabu, 28 Juni 2017
Pangeran William (kiri) bersama mantan PM Inggris David Cameron dan mantan kapten timnas Inggris David Cameron pada sebuah talkshow televisi (Foto: MailOnline)

PANGERAN William terseret dalam kisah suram perdagangan suara Piala Dunia kemarin setelah sebuah laporan menyatakan bahwa cucu Ratu Elizabeth II dan mantan PM Inggris David Cameron terlibat dalam negosiasi rahasia di sebuah hotel setelah Inggris gagal menjadi penyelenggara Piala Dunia 2010.

Laporan mengejutkan FIFA dalam proses lelang Piala Dunia 2018 dan 2022, yang dirahasiakan oleh badan sepak bola dunia, akhirnya diumumkan kemarin - tiga tahun setelah laporan dibuat.

Laporan tersebut terungkap setelah surat kabar Jerman Bild mulai membocorkan, dengan merujuk pada hasil pemungutan suara pada Desember 2010 yang memilih Rusia sebagai penyelenggara Piala Dunia 2018 dan Qatar untuk 2022.

Pada saat keputusan dibuat, halaman depan Daily Mail mempertanyakan pemungutan suara dengan judul utama halaman depan: ‘World Cup: Was it a Stitch-Up?’.

Laporan setebal 400 halaman tersebut menyatakan bahwa Pangeran William dan mantan PM Cameron hadir saat diskusi mengenai kesepakatan perdagangan suara dengan seorang pejabat Korea Selatan yang berlangsung di sebuah hotel di Zurich.

Tadi malam, juru bicara Cameron mengatakan dia menolak berkomentar.

Laporan kemarin membenarkan pertanyaan yang diajukan pada saat itu tentang bagaimana seorang anggota senior Keluarga Kerajaan seperti Pangeran William bisa terlibat dalam kesepakatan rahasia.

Investigasi FIFA juga mengungkapkan bahwa ofisial Inggris yang mengikuti lelang diminta untuk mengatur pengangkatan bangsawan kehormatan dihadiri keluarga kerajaan dan Ratu Elizabeth II untuk pejabat penting Amerika Selatan yang memberi suara untuk Inggris.

Dikatakan: 'Geoff Thompson, yang merupakan ketua tim Inggris 2018 dan juga wakil presiden FIFA yang memberikan suara pada 2 Desember 2010, adalah satu-satunya anggota komite eksekutif FIFA yang mengakui telah mencapai kesepakatan untuk memperdagangkan suara.'

Penjualan suara selama penawaran untuk turnamen bertentangan dengan peraturan FIFA. Andy Anson, ketua tim Inggris, mendukung pilihan Thompson, kata FIFA.

Keduanya menghadiri sebuah pertemuan di hotel Baur au Lac di Zurich bersama dengan presiden FA Pangeran William, Cameron, dan wakil presiden FIFA Mong-Joon Chung dari Korea Selatan, yang mengajukan penawaran untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022.

"Perdana Menteri meminta Chung untuk memilih Inggris, dan Chung menjawab bahwa dia akan mendukung jika Thompson memilih Korea," ungkap laporan tersebut.

Thompson, yang mengatakan bahwa dia telah mempertimbangkan untuk memilih Korea sebelum pertemuan dengan Chung, menyatakan setuju. "Tapi baik Mr Anson maupun Thompson tidak yakin bahwa Chung akan memenuhi janjinya.

Pemungutan suara menjadi hal yang memalukan bagi Inggris karena hanya dua yang memberikan suara dan akhirnya tersingkir di babak pertama pemungutan suara.

Laporan tersebut menceritakan bagaimana Chung menolak tuduhan tersebut namun mengakui bertemu dengan Cameron di Korea pada KTT G20 Seoul pada bulan November 2010 - namun dia mengatakan bahwa dia tidak pernah membahas kesepakatan pemungutan suara apa pun atau dengan orang lain sebelum pemungutan suara.

Laporan tersebut mengatakan bahwa pengakuan Mr Thompson terhadap kepentingannya sendiri jauh lebih dapat dipercaya daripada penyangkalan Chung, dan menambahkan: 'Thompson tidak memiliki alasan yang mungkin untuk secara salah melibatkan dirinya dan tim lelang Inggris dalam sebuah rencana untuk memperdagangkan suara. Begitu juga Anson, yang menguatkan Thompson."

Ketika Pangeran William, David Beckham dan Cameron mulai melobi untuk Inggris, ada kekhawatiran apakah putra mahkota Inggris harus dilibatkan. Asosiasi Sepak Bola Inggris (FA) menghabiskan Rp400 miliar dan memanfaatkan putra mahkota Inggris dalam skandal tingkat tinggi untuk menjadi penyelenggara Piala Dunia 2018.

Kemudian muncul fakta bahwa ketiganya 'berbohong', menurut seorang anggota tim lelang Inggris, yang mengatakan bahwa 'memalukan bahwa William dan Perdana Menteri mempertaruhkan reputasi mereka'.

William dikabarkan keberatan untuk membujuk pejabat FIFA di Zurich untuk memutuskan negara mana yang harus menjadi tuan rumah putaran final Piala Dunia 2018 dan 2022.

"Saya tidak melihat mengapa kita harus melibatkan orang-orang ini," katanya seperti dikutip.

Laporan tersebut ditulis oleh pengacara AS Michael Garcia pada 2014, namun dia tidak mengakui ringkasan 42 halaman yang diterbitkan pada saat itu oleh FIFA dan mengundurkan diri. Malam terakhir, FIFA mengatakan telah merilis laporan lengkap untuk upaya'transparansi'.

Bild juga mengklaim pihak Qatar menerbangkan tiga eksekutif FIFA ke sebuah pesta di Rio dengan pesawat jet pribadi sesaat sebelum pemungutan suara.

Istana Kensington menolak berkomentar tadi malam seperti dilansir MailOnline.


PRINCE William was dragged into the murky saga of World Cup vote trading yesterday after a report claimed he and David Cameron were at secret hotel negotiations during England’s failed bid in 2010.

Fifa’s explosive report into the 2018 and 2022 World Cup bidding process, which was kept secret by football’s global governing body, was finally published yesterday – three years after it was written.

Released in full after German newspaper Bild began leaking extracts, it looks at the background to the December 2010 vote that gave the 2018 World Cup to Russia and the one in 2022 to Qatar.

At the time of the decision, the Daily Mail’s front page questioned the vote with a front page headline: ‘World Cup: Was it a Stitch-Up?’.

The 400-page report claims William and former PM Mr Cameron were present when discussions over a vote trading deal with a South Korean official took place in a Zurich hotel.

Last night, a spokesman for Mr Cameron said he did not wish to comment.

Yesterday’s revelations justified questions raised at the time about how a senior member of the Royal Family such as Prince William could be exposed to backroom deals.

Fifa’s investigation also reveals that England bid officials were asked to arrange for an honorary knighthood and an audience with the Queen for a South American official whose vote could have helped England.

It says: ‘Geoff Thompson, who was chairman of England’s 2018 bid team as well as a Fifa vice president who voted on December 2, 2010, was the only member of the Fifa executive committee who admitted reaching an agreement to trade votes.’

Vote trading during bidding for tournaments is against Fifa’s rules. Andy Anson, the head of England’s bid team, backed up Thompson’s account, Fifa said.

Both men attended a meeting at the Baur au Lac hotel in Zurich along with FA president Prince William, Mr Cameron, and Fifa vice president Mong-Joon Chung of South Korea, which was bidding to host the World Cup in 2022.

‘The Prime Minister asked Chung to vote for England’s bid, and Chung responded that he would if Thompson voted for Korea,’ the report reveals.

‘Mr Thompson, who said he had been thinking about voting for Korea even before the meeting with Mr Chung, agreed.’ But neither Mr Anson nor Mr Thompson believed Mr Chung would follow through on his promise.

England’s bid embarrassingly only received two votes and it was eliminated in the first round of voting.

The report tells how Mr Chung denied the allegation but admitted meeting Mr Cameron in Korea at the G20 Seoul Summit in November 2010 - but he said he never discussed any voting agreement then or with anyone else before the vote.

The report said that Mr Thompson’s ‘admission against his own interests is far more credible than Mr Chung’s denial’, adding: ‘Mr Thompson had no conceivable reason to falsely implicate himself and England’s bid team in a plan to trade votes. Nor did Mr Anson, who corroborated Mr Thompson’s account.’

When Prince William, David Beckham and Mr Cameron began lobbying for the England bid there were concerns about whether a senior royal should have been so heavily involved. The Football Association spent £21million and used the future king in a high-profile role to try to secure the 2018 tournament.

It later emerged the three felt ‘lied to’, according to one England bid member, who said it was ‘embarrassing that William and the Prime Minister lent their good names’.

William is said to have objected to having to fawn to Fifa officials in Zurich to decide which countries should host the World Cup finals of 2018 and 2022.

‘I don’t see why we have to suck up to these people,’ he was quoted as saying.

The report was written by US lawyer Michael Garcia in 2014, but he disowned a 42-page summary published at the time by Fifa and resigned.Last night, Fifa said it had released the complete report for ‘the sake of transparency’.

Bild also claimed the Qataris flew three Fifa executives to a party in Rio on a private jet shortly before the vote.

Kensington Palace declined to comment last night.

TERKAIT - RELATED