Semangka, Tumpang Sari Alternatif a la Petani Karet Banyuasin pada Fase TBM
Replanting as Solutions to Overcome Fall of the Indonesia`s Rubber Prices

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani
Jum'at, 10 Juni 2016
Mentan Amran Sulaiman (kiri) menjelaskan manfaat tumpang sari kepada jurnalis didampingi Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian dan Kabag Humas Kementan, Marihot H Panggabean (kanan), semangka di sela karet (inset bawah) Foto2: B2B/Mac

KERJA KERASkeras Kementerian Pertanian RI di bawah kendali Menteri Andi Amran Sulaiman selama hampir dua tahun Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla menunjukkan hasil positif, petani menjadi terpacu untuk bercocok tanam dan meningkatkan produksi pertanian setelah dicanangkan berbagai program peningkatan produksi pangan untuk mendukung pencapaian swasembada pangan dalam tiga tahun ke depan.

Hal itu terungkap pada kunjungan kerja Mentan di Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan pada Kamis (9/6) yang mendapati inisiatif petani karet setempat dengan menanam semangka di antara pohon karet (tumpang sari) pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM), sementara Kementerian Pertanian RI menganjurkan menanam padi, jagung, dan kedelai (Pajale) monokultur untuk menopang pendapatan petani karet.

"Ini gagasan bagus sebagai inisiatif petani karet di sini untuk menanam semangka, tampaknya ini untuk memenuhi kebutuhan konsumen di bulan puasa yang menyukai semangka untuk konsumsi buka puasa," kata Mentan Amran Sulaiman.

Temuan semangka untuk tumpang sari diketahui saat Mentan  memperlihatkan efektifitas tumpang sari untuk karet pada fase TBM kepada jurnalis dan rombongan yang menyertainya, lokasinya hanya 500 meter dari tempat Mentan melakukan penanaman jagung pada lahan peremajaan tanaman karet seluas 10 hektar dari total 4.000 hektar peremajaan tanaman karet yang sudah masuk kategori calon petani/calon lahan (CP/CL) di Desa Pulau Harapan, Kecamatan Sembawa.

"Bayangkan berapa besar kerugian kalau kita hanya diam melihat rumput tumbuh di bawah pohon karet, lalu dimatikan dengan herbisida dan tentu perlu uang untuk membelinya. Bukankah sebaiknya ditanami jagung atau kedelai, nah kalau warga di sini menanam semangka juga bagus, yang penting lahan karet tetap produktif," kata Mentan sebelum bertolak ke Desa Mulyasari Tanjung Lago di Banyuasin untuk melakukan penanaman jagung di lahan seluas 900 hektar dari total 7.000 hektar.

Tampak hadir Dirjen Tanaman Pangan Kementan, Hasil Sembiring; Staf Ahli Mentan, Mat Syukur; Kepala Staf Kodam II Sriwijaya, Brigjen TNI M Taufiq; Anggota Komisi IV DPR, Syofwatillah Mohzaib; dan Bupati Banyuasin, Yan Anton Ferdian.

Gernas Karet
Ada secercah harapan bagi petani karet rakyat setelah Pemerintah RI memutuskan untuk menerapkan Gerakan Nasional (Gernas) peremajaan karet dengan pola tumpang sari padi, jagung, kedelai (Pajale) monokultur dengan karet pada fase tanaman belum menghasilkan (TBM) untuk menopang penghasilan petani.

Langkah tersebut merupakan bagian dari Rencana Aksi oleh Direktorat Jenderal Perkebunan di Kementerian Pertanian RI untuk mengatasi menurunnya harga karet alam dalam negeri, dari Rp11.229 per kg pada 2012 yang terus anjlok ke Rp6.866 per kg pada 2015.

Pemerintah RI akan menerapkan enam kebijakan untuk mengantisipasi penurunan harga karet, dengan membuka pasar dalam negeri yang didukung Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian BUMN untuk menyerap sekitar 500.000 ton produksi karet di seluruh Indonesia.

"Itulah solusi pemerintah untuk mengantisipasi pembatasan ekspor, dengan membuka peluang pasar di dalam negeri yang bertujuan mendongkrak harga karet yang saat ini rata-rata di bawah enam ribu rupiah per kg," kata Mentan.

Menurutnya, Kementerian PUPR akan memanfaatkan untuk campuran aspal, Kemenhub memanfaatkannya untuk dockfender, bantalan rel dan lain-lain, produksi ban dan vulkanisir oleh Kemenperin.


THE HARD WORK of Indonesian Agriculture Ministry led by Minister Andi Amran Sulaiman for nearly two years of Joko Widodo administration show a positive result, the country´s farmers are encouraged to grow crops and increase agricultural production once initiated various programs to increase food production to support the achievement of food self-sufficiency within the next three years.

It was revealed on a working visit of Mr Sulaiman in Banyuasin of South Sumatra Province on Thursday (9/6) who finds the initiative of local farmers to plant watermelon among rubber tree as intercropping on immature phase, while the ministry recommends to plant rice, corn and soybeans to support rubber farmers´ income.

"It´s a good idea as an initiative of the local of rubber farmers who choose watermelon, apparently to meet the needs of consumers in Ramadan, especially for iftar," said Mr Sulaiman.

Watermelon planting location just 500 meters from the location of Minister Sulaiman planting corn in rubber plantation on 10 hectares of a total of 4,000 hectares of land ready for planting in Pulau Harapan of Sembawa district.

"Imagine how big a loss if we are silent in grass under the rubber tree, and then turned off by herbicides and would need money to buy it. We recommend planted to corn or soybeans, when farmers here grow watermelon is also good, which is important productive plants," he said before heading to Mulyasari village of Tanjung Lago district for corn planting on an area of 900 hectares of total 7,000 hectares.

It was attended by Director General of Food Crops, Hasil Sembiring; Expert Staff to Minister of Agriculture, Mat Syukur; South Sumatera´s Sriwijaya Military Commander, Brigadier General M Taufiq; member of parliament, Syofwatillah Mohzaib; and Banyuasin Regent, Yan Anton Ferdian.

National Rubber Cultivation
The Indonesian government decided to implement a national movement of rubber cultivation to replace the old trees through intercropping with paddy, corn, soybean monoculture with rubber phase immature plants to sustain farmers´ income.

The effort is part of an action plan by the Agriculture Ministry´s Directorate General of Plantations to anticipate price declines of natural rubber from 11,229 rupiah per kg in 2012 to 6,866 rupiah per kg in 2015.

"It is the government´s solution to anticipate export restrictions, by opening market opportunities in the country to boost rubber prices which currently average under six thousand rupiah per kg," Minister Sulaiman said.

According to him, the Public Works and Housing Ministry will utilize rubber for asphalt mixtures, the Transportation Ministry use it for dockfender, rail gauges and others, and production of tires and others by the Industry Ministry.

TERKAIT - RELATED