Petani Sawit Swadaya di Sumsel Raih Sertifikat RSPO
Breakthrough for Small-scale Palm Oil Growers as Hundreds Win Certification

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Rabu, 24 Agustus 2016
Petani kelapa sawit di Sumatera Selatan (Foto: istimewa)

RATUSAN petani kelapa sawit skala kecil di Indonesia memenangkan hak untuk mengekspor hasil panen mereka dengan sertifikasi dari badan keberlanjutan global, memberi kesempatan pada mereka meningkatkan keuntungan dan pendapatan, seperti dilaporkan pada Selasa.

Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), sebuah organisasi bagi petani, pedagang dan aktivis lingkungan mengatakan 2.700 petani swadaya Indonesia sebagai kelompok petani sawit swadaya terbesar di dunia yang mendapatkan sertifikasi berkelanjutan dari RSPO.

"Kemampuan untuk menghasilkan produk berkelanjutan (minyak sawit) tidak hanya akan meningkatkan mata pencaharian kami, tetapi juga membantu menghubungkan kami ... ke pasar global yang berkelanjutan," kata Amin Rohmad, salah satu petani swadaya di Provinsi Sumatera Selatan.

Meskipun memproduksi lebih sedikit minyak per hektar dari perusahaan multinasional besar, para petani mendapatkan sekitar 40 persen dari produksi minyak sawit dunia, kata RSPO.

Namun sistem sertifikasi kerap terlalu mahal dan rumit bagi mereka untuk mendapatkannya, dan dikatakan, sektor ini tergolong rentang terhadap isu dampak lingkungan atas tanah garapan mereka.

Negara penghasil sawit terbesar di dunia, Indonesia dan Malaysia, telah ditekan untuk mengatasi masalah lingkungan sebagai "tebang dan bakar" dengan kebakaran hutan yang mengakibatkan beberapa wilayah di Asia Tenggara diselimuti kabut asap setiap tahun.

Konsumsi Meningkat
Minyak kelapa sawit, dikenal sebagai bahan baku untuk segala produk mulai dari cokelat hingga kosmetik, dan menjadi salah satu tanaman meluas tercepat di dunia.

Namun tekanan atas deforestasi dan metode yang digunakan untuk membersihkan lahan telah mendorong banyak pembeli - dan konsumen - untuk menuntut sertifikasi perilaku ramah lingkungan.

RSPO kemudian meningkatkan tekanan terhadap para petani, dengan beberapa tuduhan atas tindakan ilegal menanam kelapa sawit di kawasan yang dilindungi.

Pada April lalu ´sertifikasi keberlanjutan´ dari perusahaan perkebunan raksasa Malaysia IOI dicabut setelah perusahaan dituduh melakukan penebangan ilegal di hutan hujan di Indonesia dan menanam tanaman sawit di lahan gambut.

Namun awal bulan ini, IOI dikabarkan, salah satu produsen dan penjual sawit terkemuka di dunia, kembali mendapatkan sertifikasi setelah dicabut, dan langkah tersebut memicu kritik tajam dari kelompok-kelompok lingkungan.

Konsorsium 2.700 petani Indonesia yang baru disertifikasi berhasil mendapatkan RSPO pada Juni tahun ini dengan dukungan dari Wilmar, sebuah perusahaan agribisnis berbasis di Singapura yang mengkhususkan diri dalam minyak sawit, kata seorang juru bicara RSPO.

"Sangat penting bagi perusahaan ... LSM dan pemerintah (untuk) terus mempromosikan inklusivitas rakyat dan pembangunan kapasitas, sehingga mereka dapat memperoleh sertifikasi RSPO," kata Julia Majail, manajer program petani kecil di RSPO.

Sampai saat ini RSPO telah membantu lebih dari 100.000 petani perorangan memperoleh sertifikasi dan membantu untuk menjalin kemitraan antara petani, LSM dan sektor swasta, kata badan industri dalam sebuah pernyataan seperti dikutip Reuters yang dilansir MailOnline.


HUNDREDS of small-scale palm oil farmers in Indonesia have won the right to export their crop with certification from a global sustainability body, boosting their chances of raising profits and incomes, an industry umbrella group said on Tuesday.

The Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO), an umbrella organisation for growers, traders and environmental campaigners said 2,700 independent farmers received the approval making them the world´s single largest group ever to be certified.

"The ability to produce sustainable (palm oil) not only will improve our livelihood but also helps link us ... to the global sustainable market," said Amin Rohmad, one of the independent smallholders based in the province of South Sumatra.

Despite producing less oil per hectare than larger multinational firms, smallholders account for about 40 percent of the world´s palm oil output, the RSPO said.

But the system of certification has often been too costly and complex for them to navigate, campaigners say, with the sector coming under fire for its impact on land rights and the environment.

The world´s biggest palm oil producing countries, Indonesia and Malaysia, have been pressured to address environmental concerns as "slash and burn" forest fires cause parts of Southeast Asia to become shrouded in haze every year.

Consumption Boom
Palm oil, used in everything from chocolate to cosmetics, has become one of the world´s fastest expanding crops.

But pressure over deforestation and methods used to clear land has driven many buyers - and consumers - to demand certification of environmentally sound behaviour.

The RSPO has in turn stepped up pressure on the biggest growers, with some accused of illegally planting the crop on protected areas.

In April it withdrew Malaysian plantation giant IOI´s ´sustainability certification´ after allegations the company had illegally chopped down rainforests in Indonesia and planted palm crops on peatland.

But earlier this month, it said IOI, one of the world´s leading palm producers and traders, had satisfied conditions for the suspension to be lifted, a move that has sparked sharp criticism from environmental groups.

The consortium of 2,700 newly certified Indonesian smallholders won the status in June this year with support from Wilmar, a Singapore-based agribusiness firm specialising in palm oil, an RSPO spokesperson said.

"It is crucial for companies ... NGOs and governments (to)continue promoting smallholder inclusiveness and capacity building, so that they can achieve RSPO certification," said Julia Majail, smallholder programme manager at RSPO.

To date the RSPO has helped more than 100,000 individual smallholders gain certification and helped to forge partnerships between smallholders, NGOs and the private sector, the industry body said in a statement.

TERKAIT - RELATED