Swasembada Gula Putih 2019, Kementan Optimalkan Potensi 10 Juta Ha Lahan Rawa
Indonesia Optimizes the Wetland Potential for Sugarcane Plantations

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani
Rabu, 31 Mei 2017
Mentan Andi Amran Sulaiman (kacamata hitam) meninjau kebun tebu lahan rawa di Kabupaten OKI, Sulsel didampingi Muhammad Rifa`i dan Dirjen Perkebunan Kementan, Bambang WD (Foto: Humas Kementan)

Jakarta (B2B) - Kementerian Pertanian RI berupaya memanfaatkan lahan rawa untuk menanam tebu memenuhi kebutuhan pabrik gula, total potensi lahan rawa 21 juta hektar di seluruh Indonesia dan sekitar delapan hingga 10 juta hektar dapat ditanami tebu, sebagai langkah terobosan untuk swasembada gula putih pada 2019 sementara swasembada gula rafinasi diperkirakan tercapai pada 2022.

Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman mengatakan penanaman tebu di lahan rawa merupakan terobosan penting dan baru pertama kali dikembangkan di Indonesia, sehingga lahan rawa menjadi masa depan produksi gula di Indonesia dan tidak merusak lingkungan karena sedikit menghasilkan karbondioksida atau zat asam arang (CO2).

Langkah tersebut diinisiasi Mentan dengan meninjau perkebunan tebu di lahan rawa di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) Provinsi Sumatera Selatan pada penghujung Mei lalu (22/5) sekaligus peletakan batu pertama pembangunan pabrik gula pertama Indonesia di lahan rawa yang akan beroperasi pada 2019 untuk mendukung kebutuhan gula nasional.

"Sampaikan pada dunia bahwa masa depan pergulaan Indonesia ada di lahan rawa. Ramah lingkungan karena sedikit menghasilkan karbondioksida. Potensi produksi gula tebu tinggi tapi investasi relatif rendah karena kebutuhan air terpenuhi, dan transportasi sungai menjadi pendukung murahnya biaya pengangkutan tebu ke pabrik gula," kata Mentan yang didampingi Wakil Bupati OKI Muhammad Rifa´i dan Dirjen Perkebunan Kementan, Bambang Wahyu Dwiantoro.

Wakil Bupati Muhammad Rifa´i menambahkan bahwa 75% lahan di Kabupaten OKI merupakan lahan rawa dan pemerintah kabupaten akan mendukung investasi untuk lahan tebu. Pengembangan tebu lahan rawa di OKI dimulai sejak 2012 dengan luas tanam 4.000 hektar, sementara target luas tanam 2017 mencapai 8.7000 hektar kemudian meningkat hingga 20.000 hektar pada 2019, dengan perkiraan produksi 10.000 ton tebu per hari.

"Produktivitas tebu di lahan rawa mencapai 80 ton per hektar, panen berlangsung pada Maret, September dan Oktober dengan cara mekanisasi," kata Rifa´i.

Stop Impor
Data Kementan menyebutkan, kebutuhan gula putih di Indonesia saat ini mencapai 2,7 juta ton per tahun atau 225.000 ton per bulan, sementara kebutuhan gula rafinasi untuk industri sekitar tiga juta ton per tahun maka total kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton per tahun, namun produksi nasional baru mampu memenuhi maksimal 2,6 juta ton per tahun.

Menurut Mentan, saat ini ada empat pabrik gula yang sudah berjalan dan tujuh pabrik lainnya sedang dibangun sehingga akan ada 11 pabrik gula di seluruh Indonesia, dan apabila berproduksi optimal maka pada 2019 kebutuhan gula putih dapat disediakan secara mandiri sementara swasembada gula rafinasi diperkirakan baru tercapai lima tahun ke depan atau 2022.

"Total lahan rawa di Indonesia sekitar 21 juta hektar, dari jumlah tersebut sekitar delapan hingga 10 juta hektar sudah bisa digarap untuk menanam tebu. Kalau Indonesia dapat mengoptimalkan minimal empat juta hektar lawan rawa untuk lahan tebu maka hasil produksi dapat memasok pabrik gula," kata Amran Sulaiman.

Dia berharap terobosan tersebut dapat meningkatkan produksi gula dalam negeri sehingga mengurangi kebutuhan impor, dan bahkan Indonesia diharapkan mampu mengekspor gula di masa mendatang.

"Tidak hanya fokus pada peningkatan produksi tebu, pemerintah juga memperhatikan kepentingan petani dengan mengatur harga patokan pemerintah atau HPP sehingga pengembangan pabrik gula juga merupakan upaya memotong rantai pasok agar harga gula di tingkat konsumen tetap terjangkau," kata Mentan.


Jakarta (B2B) - Indonesian Agriculture Ministry seeks to use wetland for sugarcane plantations to meet the needs of sugar mills, total potential of wetland across the archipelago about 21 million hectares and eight to 10 million hectares for sugarcane plantations, as breakthrough achieve self-sufficiency in white sugar in 2019 while self-sufficiency of refined sugar is estimated to be achieved by 2022.

Indonesian Agriculture Minister Andi Amran Sulaiman said that sugarcane plantation in wetland is an important breakthrough, and first developed in Indonesia, so that the wetland becomes the future of sugar production in Indonesia also does not damage the environment because it produces little carbon dioxide.

The move was initiated by Minister Sulayman who visited sugarcane plantations of wetland in Ogan Komering Ilir district of South Sumatra Province at the end of May (May 22) as inaugurated the construction of Indonesia´s first sugar factory in wetland that will operate in 2019 to support the national sugar demand.

"Tell the world that the future of Indonesia´s sugar in wetland. Produce less carbon dioxide making it environmentally friendly. Potential production of sugar cane high but the investment is relatively low because there is enough water, and the rivers are supporting the low cost of transporting sugarcane to sugar mills," said Minister Sulaiman accompanied by Vice Regent Muhammad Rifa´i and Director General of Plantation Bambang Wahyu Dwiantoro.

Vice Regent Muhammad Rifa´i added that 75% of the land in his district is wetland, and the district government will support investment in sugarcane plantations. Wetland development in the district began in 2012 with 4,000 hectares, while the target planting area reached 8.7000 hectares in 2017 and then increased to 20,000 hectares in 2019, with an estimated production of 10,000 tons of sugarcane per day.

"The productivity of sugarcane in wetland reaches 80 tons per hectare, harvest takes place in March, September and October by mechanization," Mr Rifa´i said.

Stop Import
The ministry data states, the demand for white sugar in Indonesia currently reaches 2.7 million tons per year or 225,000 tons per month, while demand for refined sugar for industry about three million tons per year, the total national sugar demand reaches 5.7 million tons per year, but national production is only able to meet 2.6 million tons per year.

According to Minister Sulaiman, currently there are four existing sugar mills and seven other plants under construction so that there will be 11 sugar mills across the archipelago, and after maximum production, white sugar requirement is available without having to import by 2019, while self-sufficiency of refined sugar is expected to reach next five years or 2022.

"Total wetlands in Indonesia about 21 million hectares and approximately eight to 10 million hectares will developing for sugarcane. If Indonesia can optimize at least four million hectares of wetland for sugarcane plantations can supply the sugar mills," Minister Sulaiman said.

He hopes the breakthrough can increase domestic sugar production, thus reducing import demand, and is expected to meet the demand for sugar exports.

"Not only focus for increasing sugarcane production, the government also pay attention to the interests of farmers by setting the benchmark price of the government, so the development of sugar factory can also cut the supply chain so that the price of sugar in consumer level remains affordable," Mr Sulaiman said.

TERKAIT - RELATED