Chairun Nisa Didakwa sebagai Perantara Suap untuk Akil Mochtar

Former Indonesian MP Charged of Acting as Go-between in Bribery Case to Akil Mochtar

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Chairun Nisa Didakwa sebagai Perantara Suap untuk Akil Mochtar
Chairun Nisa (Foto: tribunnews.com)

Jakarta (B2B) - Chairun Nisa, anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar didakwa menjadi perantara suap dari Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Komisaris PT Berkala Maju Bersama Cornelis Nalau Antun untuk mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar agar menolak permohonan gugatan pemilihan kepala daerah (pilkada) kabupaten Gunung Mas 2013-2018.

"Terdakwa Chairun Nisa bersama dengan M Akil Mochtar selaku hakim konstitusi turut serta menerima hadiah atau janji yaitu uang sejumlah 294 ribu dolar Singapura, 22 ribu dolar AS dan Rp766 ribu atau setara kurang lebih Rp3 miliar serta Rp75 juta yaitu hadiah diberikan oleh Hambit Binti dan Cornelis Nalau Antun," kata jaksa penuntut umum KPK Pulung Rinandoro dalam sidang pembacaan dakwaan Chairun Nisa di pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu.

Tujuan pemberian tersebut adalah agar perkara permohonan gugatan pilkada kabupaten Gunung Mas yang diajukan oleh dua pasang calon bupati Gunung Mas yaitu Jaya Samaya Monong-Daldin dan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy ditolak oleh Akil bersama dua angota panel konstitusi yaitu Maria Farida dan Anwar Usman sehingga Hambit Binti dan Arton S Dohong tetap dinyatakan sebagai pemenang seperti dalam putusan Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Gunung Mas.

KPUD Gunung Mas menetapkan Hambit Binti dan Arton S Dohong sebagai calon terpilih bupati dan wakil bupati Gunung Mas pada 11 September 2013, namun pasangan Afridel Jinu-Ude Arnold Pisy dan Jaya S Monong-Daldin mengajukan gugatan ke MK.

Agar permohonan gugatan tersebut ditolak, maka pada 19 September, Hambit menemui Chairun Nisa di restoran Hotel Sahid Jakarta untuk melakukan pendekatan kepada pihak-pihak di MK, atas permintaan tersebut Chairun Nisa menghubungi Akil melalui pesan singkat (SMS).

"Pak Akil, saya minta bantu nih untuk Gunung Mas, tapi untuk incumbent yang menang, terhadap permintaan terdakwa tersebut Akil pun menjawab Kapan mau ketemu? Saya malah mau suruh ulang nih Gunung Mas," ungkap jaksa Pulung mengulangi isi SMS Chairun Nisa dan Akil.

Akhirnya pada 20 September, Hambit dan Akil bertemu di rumah dinas Akil di Kompleks Widya Chandra dan menyampaikan agar pengurusan keberatan perkara Gunung Mas berhubungan dengan Chairun Nisa.

Atas permintaan Hambit, Akil selaku ketua MK pun menetapkan panel hakim konstitusi yang mengadili perkara Gunung Mas terdiri atas dirinya sebagai ketua, Maria Farida dan Anwar Usman.

Pada 24 September, Akil menginformasikan kepada Chairun Nisa bahwa ia sudah bertemu dengan Hambit dan menambahkan agar Chairun Nisa yang menjadi perantara pengurusan.

"Selanjutnya Akil Mochtar meminta kepada terdakwa untuk disampaikan ke Hambit Bintih untuk disediakan dana Rp3 miliar dalam bentuk dolar AS," tambah jaksa.

Permintaan dana dari Akil tersebut disampaikan Chairun Nisa pada 26 September di Hotel Borobudur kepada Hambit Bintih dan Cornelis Nalau, serta mengatakan Akil bersedia membantu dengan meminta disediakan dana Rp3 miliar.

"Hambit meminta Cornelis untuk menyiapkan dana yang diminta oleh Akil Mochtar dan memberikannya kepada terdakwa, Cornelis pun menyanggupi untuk menyediakan dana tersebut pada Rabu, 2 Oktober 2013," ungkap jaksa.

Pada Rabu pagi, Chariun Nisa bertemu dengan Hambit Bintih di bandara Cilik Riwut Kalimantan Tengah untuk membicarakan penyerahan uang ke Akil, selanjutnya Hambit menyerahkan uang RP75 juta ke Chairun Nisa terkait pengurusan gugatan pilkada Gunung Mas.

Pada malam harinya, Chairun mengambil uang dari Cornelis di apartemen Mediterania Tanjung Duren Jakarta dan ditemani oleh Cornelis pergi ke rumah Akil di Kompleks Widya Chandra.

"Saat terdakwa dan Cornelis menunggu Akil Mochtar menemui mereka di teras, datang petugas KPK dan melakukan penangkapan terhadap Cornelis, Chairun Nisa dan Akil Mochtar," jelas jaksa.

Dari tangan Cornelis ditemukan empat amplop cokelat yang berisi sejumlah uang yaitu amplop pertama 107,5 ribu dolar Singapura dan Rp400 ribu, amplop kedua 107,5 ribu dolar Singapura dan Rp366 ribu, amplop ketiga 22 ribu dolar AS serta amplop keempat 79 ribu dolar Singapura yang nilainya sekitar Rp3 miliar ditambah penemuan uang Rp75 juta yang dibungkus kertas koran pada Chairun Nisa.

Atas perbuatan tersebut, Chairun Nisa didakwa dengan pasal 12 huruf c atau pasal 11 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang menerima hadiah atau janji dengan ancaman penjara 4-20 tahun dan denda Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Sedangkan Hambit Binti dan Cornelis Nalau Antun yang juga menjalani sidang pembacaan dakwaan, didakwa pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP mengenai orang yang memberikan sesuatu kepada hakim untuk mempengaruhi putusan perkara dengan ancaman penjara 3-15 tahun dan denda Rp150-750 juta.

Menanggapi dakwaan tersebut, Chairun Nisa akan mengajukan nota keberatan (eksepsi) pada Kamis (16/1) sedangkan Hambit dan Cornelis menerima dakwaan sehingga pada sidang selanjutnya akan dilakukan pemeriksaan saksi yaitu dua anggota KPUD Gunung Mas, panitera MK Kasianur Sidauruk dan hakim konstitusi Maria Farida.

Jakarta (B2B) - A former parliamentary member from Golkar Party, Chairun Nisa, has been charged of acting as a go-between in the high profile corruption case involving former constitutional court chief justice Akil Mochtar.

Gunung Mas district head, Hambit Bintih and Cornelis Nalau Antun from PT Berkala Maju Bersama had paid Akil Mochtar, in their efforts to win the district head election, through Chairun Nisa.

"The defendant, Chairun Nusa, along with Akil Mochtar as constitutional court chief justice, have received Sing$294 thousand (around Rp3 billion), US$22 thousand (Rp75 million) and Rp766 thousand as bribe money or a pledge from Hambit Bintih and Cornelis Nalau Antun," stated public prosecutor from the Corruption Eradication Commission (KPK), Pulung Rinandoro while reading the charges for Chairun Nisa in a corruption court session, here on Wednesday.

Hambit Bintih had won the election, but their opponents Afridel Jinu with his running mate Ude Arnold Pisy as well as Jaya S Monong and his running mate Daldin challenged the victory at the Constitutional Court. In an effort to ensure the victory Hambit Bintih had bribed Akil Mochtar, who was to rule whether or not the victory would remain with him.

On September 20, 2013, Hambit met Akil at the latters official residence to ask for his favor.

Upon his request, Akil later formed the panel of judges consisting of him, Maria Farida and Anwar Usman.

On September 24, Akil informed Chairun Nusa about the meeting and requested Chairun Nisa to act as the go-between and " tell Hambit Bintih to provide Rp3 billion in the form of US dollar bills."

On September 26, Chairun Nisa informed Hambit Bintih and Cornelis Nalau about Akils request.

"Hambit asked Cornelis to provide the funds and give them to the defendant. Cornelis agreed to submit the money on Wednesday, October 2, 2013," the prosecutor explained.

On Wednesday morning (Oct. 2) Chairun Nisa and Hambit met at Cilik Riwut airport in Central Kalimantan to discuss the handing over of the money to Akil Mochtar.

On that very evening, Chairun took the money from Cornelis at Mediterania Apartment in Tanjung Duren, West Jakarta, and later, accompanied by Cornelis , handed over the money to Akil at his official residence in Widya Chandra Complex.

"When the defendant and Cornelis were waiting for Akil Mochtar to meet them, KPK officers arrived at the scene and arrested Cornelis, Chairun Nisa and Akil Mochtar," he explained.

The KPK officers confiscated four brown envelopes containing Sing$107,500, Rp400 thousand in the first envelope, Sing 107,500 and Rp366 thousand in the second, US$22 thousand in the third and Sing$79 thousand in the fourth envelope, from Cornelis, in addition to Rp75 million wrapped in a paper from Chairun Nisa.

Chairun is now charged with violation of the corruption law, carrying a sentence of four to 20 years in jail and a fine of Rp200 million.

Hambit Bintih and Cornelis Nalau meanwhile have also been charged in the session court, with violation of certain articles in the corruption law, carrying a sentence of anything between three and 15 years in jail and a fine Rp150 million to Rp170 million.

However, Chairun Nisa plans to challenge the charges in the next session scheduled on Thursday next week.

Hambit and Cornelis meanwhile, have accepted the charges.