Kasus Gagal Ginjal Meningkat, Presiden Jokowi Beri Sejumlah Arahan kepada Menkes RI
President Jokowi Gives A Number of Directions to the Minister of Health of the Republic of Indonesia
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Novita Cahyadi
Bogor, Jabar [B2B] - Presiden RI Joko Widodo [Jokowi] meminta Menteri Kesehatan [Menkes] Budi Gunadi Sadikin melindungi masyarakat dari peredaran obat-obat yang mengandung pemicu gangguan ginjal akut.
Hal tersebut diungkapkan Menkes usai mengikuti rapat yang dipimpin oleh Presiden Jokowi, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin [24/10].
“Di hari Minggu kemarin, Bapak Presiden khusus menelepon kami untuk memastikan bahwa masyarakat itu dilindungi dari obat-obatan yang ada. Jadi prioritas dari Bapak Presiden adalah memastikan bahwa seluruh masyarakat bisa terlindungi dari obat-obatan ini,” ujar Menkes.
Menkes mengungkapkan, hingga saat ini kasus gangguan ginjal akut progresif atipikal atau acute kidney injuries [AKI] pada anak di tanah air mencapai 245 kasus yang terjadi di 26 provinsi. Delapan puluh persen kasus terjadi di delapan provinsi yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat, Aceh, Jawa Timur, Sumatera Barat, Bali, Banten, dan Sumatera Utara.
“Fatality rate atau yang meninggal persentasenya dari jumlah kasus 245 ini cukup tinggi, yaitu 141 atau 57,6%,” kata Budi.
Berdasarkan analisa toksikologi pasien, penyelidikan terhadap obat-obatan yang dikonsumsi pasien, serta referensi dari Organisasi Kesehatan Dunia [WHO], Menkes menyampaikan, sangat besar kemungkinan pasien yang menderita AKI terpapar senyawa kimia berbahaya dari obat sirop yang diminum. Sebelumnya, WHO pada tanggal 5 Oktober telah mengeluarkan peringatan atas empat obat sirup dengan kandungan etilen glikol di Gambia, yang dicurigai berkaitan dengan meninggalnya 66 anak dengan gagal ginjal akut.
“Jadi berdasarkan rilis dari WHO, adanya zat kimia di pasien, bukti biobsi yang menunjukkan kerusakan ginjalnya karena zat kimia ini, dan keempat adanya zat kimia ini di obat-obatan yang ada di rumah pasien, kita menyimpulkan bahwa benar penyebabnya adalah obat-obat kimia yang merupakan cemaran atau impurities dari pelarut ini,” ujarnya.
Berdasarkan temuan tersebut, Kemenkes melakukan langkah konservatif dengan menerbitkan edaran yang meminta apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat. Kemenkes juga meminta tenaga kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan [fasyankes] untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.
“Sejak kita berhentikan, itu sudah kita amati penurunan yang drastis dari pasien baru masuk ke rumah sakit. Jadi kalau tadinya RSCM itu penuh, satu tempat tidur ICU anak itu bisa diisi dua atau tiga, sekarang penambahan barunya sejak kita larang itu turun drastis pasien barunya,” ujar Menkes.
Menkes menambahkan, pihaknya akan segera mengeluarkan daftar obat-obatan dalam bentuk cairan/sirop yang tidak mengandung bahan kimia berbahaya sesuai dengan pengujian dari Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM]. Selain itu, Kemenkes juga memperbolehkan penggunaan obat dalam bentuk sirop untuk sejumlah penyakit kritis sesuai dengan resep dokter.
“Kita sudah bicara dengan Ikatan Dokter Anak Indonesia, Ikatan Apoteker Indonesia, ada beberapa obat-obatan memang yang sifatnya sirop tapi dibutuhkan untuk menyembuhkan penyakit-penyakit kritis, seperti epilepsi dan lain sebagainya. Ini kalau dilarang anaknya bisa menderita atau meninggal gara-gara penyakit yang lain. Sehingga dengan demikian untuk obat-obat sirop yang gunanya untuk menangani penyakit kritis itu kita perbolehkan tapi harus dengan resep dokter,” imbuhnya.
Terkait dengan pengobatan, Menkes menyampaikan bahwa pihaknya terus berupaya untuk mendatangkan obat Fomepizole untuk pasien gangguan ginjal akut.
“Kita sudah menerima 20 vial dari Singapura, kita menunggu mungkin dari Australia akan masuk 16 lagi, either malam malam ini atau besok pagi. Kita sedang proses untuk beli dari Amerika, mereka punya stok enggak terlampau banyak di sana, kita juga sekarang sedang dalam proses untuk beli dari Jepang, stoknya sekitar 2.000-an,” ucapnya.
Menkes menambahkan, pihaknya akan mempercepat kedatangan obat Fomepizole tersebut yang terbukti berdampak positif pada pasien gangguan ginjal akut.
“Dari 10 pasien yang diberikan obat ini 7 sudah pulih kembali, sehingga kita bisa simpulkan bahwa obat ini memberikan dampak positif dan kita akan percepat kedatangannya di Indonesia sehingga 245 yang masuk dan mungkin akan masih agak bertambah sedikit, itu kita bisa obati dengan baik,” tandasnya.
Bogor of West Java [B2B] - Indonesian President Joko Widodo [Jokowi] asked the Minister of Health [Menkes] Budi Gunadi Sadikin to protect the public from the circulation of drugs containing triggers for acute kidney disorders.
This was stated by the Minister of Health after attending a meeting chaired by President Jokowi, at the Bogor Presidential Palace, West Java, Monday [24/10].
“On last Sunday, the President specifically called us to ensure that the community is protected from the existing drugs. So the priority of the President is to ensure that the entire community can be protected from these drugs,” said the Minister of Health.
The Minister of Health revealed that until now, cases of atypical progressive acute kidney disorders or acute kidney injuries [AKI] in children in the country reached 245 cases occurring in 26 provinces. Eighty percent of cases occurred in eight provinces, namely DKI Jakarta, West Java, Aceh, East Java, West Sumatra, Bali, Banten, and North Sumatra.