Boeing 777 Punya GPS, Transponder yang Mampu Terapung

ASD-B Flight Transponder on Boeing 777 Broadcasts its Location

Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi


Boeing 777 Punya GPS, Transponder yang Mampu Terapung
Transponder di pesawat, yang juga dilengkapi dengan perekam kotak hitam (black box) dan sebuah perangkat untuk melanjutkan transmisi lokasinya meskipun berada di bawah air (Ilustrasi & Foto: Mail Online)

BOEING 777 dianggap sebagai salah satu pesawat jet yang paling aman dan paling populer di dunia, yang dilengkapi dengan berbagai teknologi yang dirancang untuk tetap berhubungan dengan pengendali lalu lintas udara di darat.

Dilengkapi transponder penerbangan ASD-B yang, berbeda dengan perangkat GPS di mobil, GPS di Boeing 777 mampu meyampaikan informasi lokasi ke pengendali lalu lintas udara setiap detik, perangkat itu membuat MHS370 didukung teknologi yang diyakini mampu mencegahnya untuk hilang tanpa jejak.

Namun Sabtu pagi naas, hal itu justru menimpa Malaysia Airlines nomor penerbangan MH370, seperti biasanya, terbang di ketinggian 35.000 kaki di udara, dari Kuala Lumpur ke Beijing.

Transponder di pesawat, yang juga dilengkapi dengan perekam kotak hitam (black box) dan sebuah perangkat untuk melanjutkan transmisi lokasinya meskipun berada di bawah air, tetap mampu menyampaikan informasi kepada pengendali lalu lintas udara di bandara tentang kecepatan pesawat, ketinggian dan arah penerbangan, menurut Tom Clarke, dari Channel 4 News yang dilansir Mail Online.

Namun sinyal dari transponder tampaknya lenyap pada Sabtu pukul 01:20, tanpa diketahui perubahan ketinggian atau rute penerbangan, yang diperkirakan menjadi penyebab pesawat diperkirakan mendadak jatuh.

Meskipun begitu, kru pesawat tetap bisa berkomunikasi dengan pihak maskapai berbicara dengan maskapai penerbangan  melalui 'saluran radio diskrit', menurut ahli penerbangan John Goglia, seperti dilaporkan situs Forbes.

Sekali lagi, ia berpendapat putusnya komunikasi secara mendadak, tanpa sinyal marabahaya, menunjukkan 'adanya  kegagalan dari pesawat'.

Dia mengatakan: 'Masalah listrik sangat tidak mungkin karena redudansi dalam sistem, terutama ram turbin udara yang menggunakan kekuatan angin yang dihasilkan oleh gerak pesawat dalam penerbangan untuk menghasilkan listrik yang mendukung navigasi dalam kondisi kritis navigasi dan sistem komunikasi, serta kendali penerbangan.

"Bahkan meskipun pesawat mengalami masalah pada pasokan listrik, pesawat bisa terus terbang."

Dia menambahkan perdebatan tentang posisi pesawat apakah tetap terpantau radar tidak perlu terjadi, hal itu disimpulkannya sebagai spekulasi dini sebagai penyebab hilangnya pesawat.

Pesawat jet berbadan lebar dan panjang ini memiliki andil besar menghubungkan kota-kota di seluruh dunia, dengan lama penerbangan selama 16 jam.

Tapi yang lebih mengesankan adalah catatan keamanan: Kecelakaan fatal yang pertama selama 19 tahun hanya terjadi pada Juli 2013 ketika sebuah jet Asiana Airlines tergelincir dan mengalami kecelakaan fatal landasan pacu di San Francisco. Tiga dari 307 penumpang di pesawat meninggal.

Pesawat jet menjadi idola banyak maskapai karena mampu terbang jarak jauh berkat dukungan dua mesin raksasa.

Setiap mesin jetnya memiliki luas yang dapat memuat lima kursi pelatih di dalamnya. Dengan dukungan dua mesin, pesawat ini tergolong hemat bahan bakar dibandingkan jet empat-mesin, seperti Boeing 747.

"Pesawat ini telah memberikan standar baru dalam efisiensi dan keamanan," kata Richard Aboulafia, konsultan penerbangan di Teal Group.

'Boeing 777 tercatat sebagai salah satu  paling aman dari seluruh pesawat jet yang ada saat ini."

Selain kecelakaan Asiana tahun lalu, satu-satunya insiden serius lainnya yang dialami 777 terjadi pada Januari 2008 ketika sebuah jet British Airways mendarat darurat dari ketinggian 1.000 kaki di landasan pacu di Bandara Heathrow, London.

Insiden serius yang dialami Malaysia Airlines terjadi pada Agustus 2005 ketika 777 terbang dari Perth, Australia, ke Kuala Lumpur, kota terbesar di Malaysia.

Ketika terbang di ketinggian 38.000 kaki di atas Samudera Hindia, software pesawat salah mendeteksi kecepatan dan akselerasi pesawat, akibatnya pesawat tiba-tiba mendadak harus turun ke ketinggian 3.000 kaki.

Pilot langsung mematikan autopilot lalu menurunkan ketinggian pesawat dan pesawat terpaksa kembali ke Perth. Perangkat lunak bermasalah tersebut langsung diganti dengan cepat oleh Boeing kepada seluruh 777 di seluruh dunia.

Malaysia Airlines memiliki 15 Boeing 777-200ER dari total sekitar 100 pesawat. Pesawat pertama diterima pada 23 April 1997, dan terbaru pada 13 Desember 2004, menurut Boeing. Tipe 200ER adalah salah satu dari empat versi Boeing 777.

IT IS regarded as one of the world's safest and most popular jets, which comes complete with a range of technologies designed to keep it in touch with air traffic controllers on the ground.

Fitted with an ASD-B flight transponder which, unlike the GPS in a car, broadcasts its location by sending information back to air traffic controllers every second, the Boeing 777 would appear to have the necessary technology to prevent it disappearing completely without a trace.

Yet early Saturday morning, this is precisely what happened to Malaysia Airlines flight MH370, as it made its way, 35,000 ft in the air, from Kuala Lumpur to Beijing.

The transponder on the plane, which is also fitted with an indestructible black box recorder and a beacon to continue transmitting its location should the aircraft land in water, should provide air traffic controllers on the ground with the aircraft's speed, altitude and direction, according to Tom Clarke, of Channel 4 News.

But the signal from the transponder appears to have been lost at about 1.20am, without a change in altitude or course, which has suggested to some a sudden event caused the plane to crash.

Crews however are also able to speak to their airline through 'discrete radio channels', according to aviation expert John Goglia, writing on the Forbes website.

Again, he argues the sudden end to all communication, without a distress signal, suggests a 'catastrophic failure of the aircraft'.

He says:  'A complete electrical failure is extremely unlikely because of redundancies in the system, especially the ram air turbine which uses the power of the wind generated by the aircraft’s motion in flight to generate electricity which would power critical navigation and communication systems, as well as flight controls. 

'But even if the aircraft had a complete electrical failure, the aircraft could have continued to fly.'

He goes on to argue the plane could have eventually flown to an area where it would have been picked up again by radar, concluding it was 'too early to speculate' on what has caused the disappearance.

The long-range jumbo jet has helped connect cities at the far ends of the globe, with flights as long as 16 hours.

But more impressive is its safety record: The first fatal crash in its 19-year history only came last July when an Asiana Airlines jet landed short of the runway in San Francisco. Three of the 307 people aboard died.

Airlines like the plane because it is capable of flying extremely long distances thanks to two giant engines.

Each engine is so massive that a row of at least five coach seats could fit inside it. By having just two engines, the plane burns through less fuel than four-engine jets, like the Boeing 747, which it has essentially replaced.

'It has provided a new standard in both efficiency and safety,' said Richard Aboulafia, an aviation consultant with the Teal Group.

'The 777 has enjoyed one of the safest records of any jetliner built.'

Besides last year's Asiana crash, the only other serious incident with the 777 came in January 2008 when a British Airways jet landed about 1,000 feet short of the runway at London's Heathrow Airport.

Malaysia Airlines did have an incident in August 2005 with a 777 flying from Perth, Australia, to Kuala Lumpur, Malaysia's largest city.

While flying 38,000 feet above the Indian Ocean, the plane's software incorrectly measured speed and acceleration, causing the plane to suddenly shoot up 3,000 feet.

The pilot disengaged the autopilot and descended and landed safely back in Perth. A software update was quickly made on planes around the world.

Malaysia Airlines has 15 Boeing 777-200ER jets in its fleet of about 100 planes. The first was delivered on April 23, 1997, and the most recent on December 13, 2004, according to Boeing. The 200ER is one of four versions of the 777.