Tegal (B2B) - Indonesia memiliki peluang meningkatkan ekspor sayur-mayur ke Singapura, yang saat ini baru mencapai 4% dari seluruh kebutuhan impor Singapura sekitar 487.336 ton per tahun. Tantangan utamanya, aturan ketat produk impor yang diterapkan Singapura sehingga pemerintah berupaya agar para petani dapat meningkatkan penerapan Good Agricultural Practises.

“Produk sayur-mayur kita sangat bersaing di Singapura, namun tantangan bagi para petani, Singapura itu menerapkan syarat ketat terhadap produk impor. Untuk itu pemerintah berupaya agar parapetani dapat terus meningkatkan penerapan GAP atau Good Agricultural Practices,” kata Menteri Pertanian Suswono ketika meninjau panen produk hortikultura di Desa Batumirah, Bumijawa, Tegal, Jawa Tengah pada Selasa (19/2).

Suswono mengingatkan, hasil sayur-mayur asalkan diolah dengan baik mulai dari proses awal penanaman hingga pascapanen.

Terkait dengan penanganan pasca panen produk hortikultura di Jawa Tengah, maka Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo mengatakan bahwa saat ini petani di daerahnya, sudah melakukan pembudidayaan tanaman menggunakan green-house dan untuk pasca panennya dengan menerapkan cold storage.

“Di Singapura, banyak sekali produk hortikultura dari Jawa Tengah. Hal ini menunjukan produknya diterima di sana. Saat ini, kita terus memperbaiki cara pembudidayaan dan pengolahan pasca panennya seperti green house sudah kita terapkan di Tawangmangu dan Baturaden. Hasilnya  ternyata bagus,” ungkap Bibit Waluyo di tempat yang sama.

Selain itu, kata Bibit, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah juga giatmembina kelompok tani hortikultura.

“Saat ini sudah ada beberapa kelompok tani yang menanam produk hortikultura seperti wortel, meskipun belum sampai diekspor namun produknya sudah masuk pasar modern dan tradisional,” tambah gubernur.