Cegah ASF, Ditjen PKH Kementan Perkuat Kerjasama Lintas Sektoral

Indonesian Govt Anticipates African Swine Fever

Reporter : Gusmiati Waris
Editor : Cahyani Harzi
Translator : Dhelia Gani


Cegah ASF, Ditjen PKH Kementan Perkuat Kerjasama Lintas Sektoral
RAPAT KOORDINASI: Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita [kiri] memimpin rapat lintas sektor dalam rangka pencegahan penyakit ASF didampingi Direktur Kesehatan Hewan, Fadjar Sumping Tjatur Rasa [Foto: Humas PKH]

Jakarta [B2B] - Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan - Kementerian Pertanian RI [Ditjen PKH Kementan] terus memperkuat kerjasama lintas sektoral untuk pencegahan penyakit demam babi Afrika (African Swine Fever/ASF) di Indonesia. Tercatat saat ini, 10 negara di Asia melaporkan adanya ASF di wilayahnya, termasuk Timor Leste yang berbatasan dengan Provinsi Nusa Tenggara Timur [NTT].

Dirjen PKH Kementan, I Ketut Diarmita menyatakan tentang pentingnya kerjasama, dukungan, dan partisipasi dalam pencegahan penyakit ASF di Indonesia. Terkait dengan kondisi tersebut, tindakan kewaspadaan dini terhadap penyakit ini harus segera diwujudkan dalam bentuk tindakan teknis.

Di hadapan peserta rapat yakni perwakilan dari Kemenko Perekonomian, Kemendagri, Bapenas, Kemenkeu, Kemenhub, BNPB, Komisi Ahli Keswan, FAO, AMI dan PRISMA, Ketut menyampaikan bahwa ASF merupakan penyakit sangat menular pada ternak babi dan babi hutan. 

"Penyakit ini disebabkan oleh virus dan dapat menyebabkan angka kesakitan dan angka kematian yang tinggi pada babi serta mengakibatkan kerugian ekonomi yang tinggi," kata Dirjen Ketut Diarmita saat membuka rapat lintas sektor dalam rangka pencegahan penyakit ASF di Jakarta, Rabu [23/10].

Ketut menjelaskan  Dengan mengamati perkembangan penyakit yang sangat cepat dan telah mendekati perbatasan wilayah Negara Republik Indonesia, potensi ancaman masuknya penyakit ini ke Indonesia sangatlah besar. Tercatat saat ini ada 10 negara di Asia melaporkan adanya ASF diwilayahnya, termasuk Timor Leste yang berbatasan langsung dengan Provinsi NTT. 

"Sesuai Undang-Undang No18 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah No 47 tahun 2014, Indonesia harus memperkuat sistem surveilans sehingga bisa dilakukan deteksi, pelaporan dan penanganan yang cepat," tegasnya.

Menurut Ketut, kecepatan dalam deteksi, pelaporan, dan penanganan ini sangat penting mengingat Indonesia memiliki populasi babi sekitar 8,5 juta ekor, kerugian ekonomi yang dapat ditimbulkan bila penyakit ini masuk ke Indonesia dan terlambat ditangani bisa mencapai 25,5 triliun. Untuk itu, Ketut menekankan pentingnya kerjasama dan dukungan lintas sektor/kementerian dalam pencegahan penyakit ASF ini. 

“Pedoman kesiapsiagaan darurat veteriner ASF atau Kiatvetindo ASF telah mengidentifikasi dan memetakan potensi masing-masing sektor dalam implementasi pengendalian dan penanggulangan ASF secara spesifik disetiap tahapan. Diharapkan pedoman ini segera disempurnakan berdasarkan hasil diskusi pada pertemuan ini" harapnya. 

Mengingat besarnya ancaman dan potensi masuknya ASF ke Indonesia, Ketut menyampaikan bahwa Ditjen PKH terus berupaya untuk meningkatkan kewaspadaan dan pencegahan penyakit ASF melalui penerbitan Surat Edaran kewaspadaan ASF, peningkatan kegiatan sosialisasi bahaya ASF di sentra peternakan babi (Sulut, NTT, Sumut, Jateng, dan Bali), pemberian bantuan desinfektan dan alat pelindung diri, menurunkan tim untuk pendampingan dinas di wilayah risiko tinggi, dan peningkatan surveilans di daerah beresiko tinggi.

"Dengan berbagai upaya tersebut, Indonesia sudah siap untuk mengambil aksi langsung apabila ada dugaan kasus ASF di lapangan" kata Ketut. 

Jakarta [B2B] - The Indonesian government seeks to anticipate the potential spread of the African Swine Fever disease outbreak to Indonesia, which is anticipated early by the Indonesian Directorate General of Livestock and Animal Health at the Agriculture Ministry since the notification of a similar outbreak in China, September 2018, according to the senior official of the agriculture ministry.