Mengenal George Soros

Si Dewa Spekulasi


Mengenal George Soros
Ilustrasi: Rosadi Jamani

ROSADI JAMANI

 

MARI kita bicara tentang George Soros, manusia super yang konon bisa bikin ekonomi dunia megap-megap hanya dengan menghela napas.

Ya, benar. Orang ini bukan sekadar spekulan biasa. Dia adalah The Man Who Broke the Bank of England pada 1992.

Bayangkan, wak! Seorang manusia, hanya dengan trik finansial ala ninja, bisa membuat Poundsterling jatuh bebas seperti tukang ojek kehilangan rem di turunan.

Ceritanya begini, wak! Pada Black Wednesday tahun 1992, Soros melakukan short-selling Poundsterling dengan strategi yang begitu cerdik hingga Bank of England terpaksa menyerah dan menarik diri dari European Exchange Rate Mechanism (ERM).

Dengan hanya bermain-main di pasar valuta asing, Soros berhasil memeras keuntungan sekitar US$1 miliar dalam semalam. Iya, cuma miliaran dolar, biasa lah, uang jajan buat Soros.

Skenarionya begini. Bank of England mencoba mempertahankan nilai Poundsterling tetap stabil di ERM, tapi Soros tahu bahwa Poundsterling sudah overvalued dan kebijakan suku bunga yang tinggi nggak akan bertahan lama.

Soros dengan tenangnya melakukan short-selling dalam jumlah besar. Begitu Bank of England menyerah dan Poundsterling anjlok, Soros tinggal tersenyum lebar di depan layar komputernya.

Setelah sukses bikin Inggris kalang kabut, Soros sepertinya merasa bosan dan memutuskan untuk main di level regional.

Pada 1997, ia dituding sebagai dalang di balik Krisis Finansial Asia yang meluluhlantakkan ekonomi Thailand dan Malaysia. Apa yang dilakukan Soros? Lagi-lagi spekulasi mata uang!

Soros dianggap memicu serangan spekulatif terhadap baht Thailand dan ringgit Malaysia, yang menyebabkan mata uang kedua negara itu terjun bebas.

Perdana Menteri Malaysia saat itu, Mahathir Mohamad, terang-terangan menuding Soros sebagai "penjahat keuangan" yang menghancurkan ekonomi Asia.

Soros, tentu saja, membantah tuduhan itu. Menurutnya, dia cuma "memanfaatkan situasi."

Yah, mirip-mirip kayak orang yang lihat dompet jatuh di jalan dan merasa "membantu" dengan cara memungutnya… dan nggak balikin.

Di Indonesia, Soros juga sering disebut-sebut dalam konteks Krisis Moneter 1998 (Krismon). Nilai rupiah yang ambruk, harga barang melambung, dan ekonomi Indonesia porak-poranda.

Tapi apakah ini semua gara-gara Soros? Yah, nggak ada bukti langsung. Tapi tetap saja, namanya ikut terseret karena aktivitas spekulasi hedge fund seperti Quantum Fund miliknya dianggap memperparah situasi.

Soros sendiri dengan entengnya bilang kalau krisis di Indonesia lebih disebabkan oleh kebijakan ekonomi yang lemah dan korupsi, bukan karena dirinya.

Tapi ya, namanya juga manusia, kalau ada krisis pasti nyari kambing hitam. Siapa yang lebih cocok jadi kambing hitam kalau bukan seorang miliarder Yahudi yang sukses bikin Inggris tunduk?

Siapa sebenarnya George Soros?

Biar kita nggak cuma menuding tanpa tahu siapa sebenarnya Soros, mari kita kenali dia lebih dekat.

Soros belajar filsafat di London School of Economics di bawah bimbingan Karl Popper, yang memengaruhi pandangannya tentang pasar dan masyarakat.

Soros mendirikan Quantum Fund pada 1973, yang menjadi salah satu hedge fund paling sukses sepanjang masa.

Soros telah menyumbangkan lebih dari US$32 miliar melalui Open Society Foundations, yang mendukung berbagai inisiatif sosial, pendidikan, dan hak asasi manusia di seluruh dunia.

Soros mendukung berbagai gerakan progresif dan liberal, termasuk upaya untuk mempromosikan demokrasi dan transparansi di negara-negara berkembang.

Apakah Soros adalah penjahat finansial internasional atau pahlawan kebebasan ekonomi? Mungkin dua-duanya. Mungkin juga tidak keduanya.

Yang jelas, dunia keuangan nggak akan pernah sama sejak Soros memutuskan untuk main-main di pasar global.

Kalau besok ekonomi dunia tiba-tiba runtuh, ya kita tahu siapa yang bakal disalahkan, meskipun mungkin saat itu Soros cuma lagi santai di tepi kolam renang sambil menyeruput margarita. #camanewak

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis