Cerpen `Roja Belit dan Skandal Minyak Abadi`


Cerpen `Roja Belit dan Skandal Minyak Abadi`
Ilustrasi: Rosadi Jamani

 

ROSADI JAMANI
Ketua Satupena Kalbar



DI NEGERI yang kaya minyak tapi rakyatnya masih antre pertalite, Roja Belit adalah rajanya. The Godfather of Gasoline, si maestro korupsi, legenda hidup yang licin bagai oli premium.

Berkali-kali namanya terseret dalam skandal, tapi entah bagaimana, dia selalu selamat.

Namun kali ini, sesuatu yang tak terduga terjadi. Anaknya, Berry Belit, dijemput Kejagung. Tuduhan? Korupsi 193,7 triliun.

Uang yang kalau dikumpulkan bisa membeli sebuah negara kecil, atau setidaknya cukup untuk menambal utang negeri ini beberapa bulan.

Roja naik pitam. Ini bukan soal uang, uang bisa dicetak, bisa dikirim lewat koper, bisa lewat transaksi offshore. Ini soal gengsi. Mana mungkin anak seorang Roja Belit masuk penjara? Sejak zaman kolonial, keluarga Belit selalu kebal hukum.

Dia segera mengumpulkan inner circle-nya. Di sebuah restoran mewah yang dulunya pernah disegel karena dugaan pencucian uang, tapi sekarang malah dapat penghargaan dari majalah bisnis, berkumpullah orang-orang yang namanya sering muncul di berita politik, ekonomi, dan kadang-kadang di kolom skandal.

Ada pejabat kejaksaan dan kepolisian, yang keahliannya adalah "menyusun pasal sesuai kebutuhan klien."

Ada anggota DPR yang bisa menggiring opini dengan kecepatan cahaya.

Ada hakim yang terkenal dengan diskon hukuman, dan tentu saja, ada pengacara kelas kakap yang tarif konsultasinya bisa membangun tiga sekolah, tapi lebih suka membela koruptor dari membela rakyat.

Tapi ini belum cukup. Roja tahu, dunia hari ini dikendalikan oleh dua kekuatan utama, media dan medsos.

Maka dia juga memanggil kepala buzzer nasional, pria misterius yang memimpin lebih dari 500 ribu buzzer bayaran.

Pasukannya bisa mengubah maling jadi pahlawan, bisa membuat rakyat percaya bahwa harga BBM naik adalah berkah ekonomi.

Lalu, hadir juga para pemimpin redaksi media besar. Mereka datang dengan setelan rapi, membawa laptop dan buku catatan, seolah-olah pertemuan ini adalah wawancara eksklusif. Padahal, semua sudah diatur.

Roja mengetuk meja. Semua diam.

“Anak aku mesti bebas. Kalau pun dihukum, jangan lebih dari vonis maling ayam.”

Jaksa senior mengangguk. “Kami bisa buat kejanggalan dalam berkasnya. Biar kasus melemah di pengadilan.”

Hakim menambahkan, “kalau sampai divonis, nanti bisa kita atur remisi dan pembebasan bersyarat.”

Anggota DPR menyela, “Saya bisa bikin Pansus. Kita belokkan narasinya. Berry Belit ini korban konspirasi asing. Ada kekuatan global yang ingin melemahkan energi nasional.”

Roja tersenyum. “Bagus. Tapi itu baru setengahnya.”

Dia menoleh ke kepala buzzer.

“Aku mau dalam dua hari, medsos penuh dengan narasi kalau Berry Belit ini korban. Gunakan semua teknik, big data manipulation, framing, testimoni palsu. Aku mau opini publik berubah.”

Si kepala buzzer mengangguk mantap. “Tenang, Pak. Kami akan buat skenario tiga lapis. Pertama, Banjir Data Manipulatif. Kita sebarkan grafik, dokumen, dan fake analysis yang seolah-olah menunjukkan Berry Belit cuma kambing hitam.

Kedua, Serangan Balik ke Lawan. Kita buat opini kalau kejaksaan ini alat oligarki lain. Kita gali semua skandal lama mereka.

Ketiga, Heroisasi Berry. Kita viralkan video haru-haru. Narasi ‘pemuda jenius yang dijebak’. Ajak influencer buat bela dia.”

Roja mengangguk puas. Lalu, dia menoleh ke para pemimpin redaksi.

“Aku tak mau lihat berita buruk tentang Berry. Aku mau ada talkshow yang membela dia. Undang pengamat yang bisa kita kendalikan.”

Pemimpin redaksi NNC KW berbicara, “Kami bisa bikin headline yang ambigu, biar publik bingung.”

Pemimpin redaksi MetroCopy menimpali, “Kami buat breaking news bahwa ada ‘bukti baru’ yang melemahkan dakwaan.”

Pemimpin redaksi TVOnePiece menambahkan, “Kami bisa bikin liputan ‘eksklusif’ tentang keluarga Berry yang katanya dermawan.”

Roja tertawa kecil. Ini kerja tim yang sempurna. Rencananya berjalan lancar. Publik mulai terpengaruh oleh banjirnya informasi positif anaknya. Semua bisa dikendalikan dengan sempurna.

Disclaimer: Ini hanya fiksi wak, tak ada di dunia nyata. #camanewak

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis