Era Baru

Demokrasi ala Baris-Berbaris!


Era Baru
Ilustrasi: Rosadi Jamani

ROSADI JAMANI

 


BANYAK followers saya minta, “Bang, bahas UU TNI, dong!” Sepertinya, kupasan media mainstream belum cukup kali ya.

Baiklah, demi followers saya tersayang, dan ini kupasan versi absurd saya.

Hari itu tiba. Hari di mana para wakil rakyat, menggedor palu tanda sahnya revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Gedung parlemen bergetar oleh tepuk tangan, entah tepuk tangan siapa. Kamera menyorot wajah-wajah penuh kepuasan, mata berbinar, senyum terkembang, seolah baru saja menciptakan mahakarya yang akan dikenang umat manusia sampai kiamat.

Kini, TNI resmi mendapat tugas tambahan. Tidak cukup hanya menjaga negeri dari ancaman nyata, mereka kini harus melawan musuh yang tak terlihat, ancaman siber.

Betapa heroiknya. Bayangkan seorang prajurit berseragam loreng lengkap dengan bedak kamuflase, duduk serius di depan laptop, menangkis serangan hacker dari negeri seberang.

Klik-klak keyboard berbunyi seperti suara pertempuran. Mungkin, jika cukup dramatis, mereka akan memakai helm tempur saat membalas email phishing.

Tidak lupa, misi suci menyelamatkan warga negara di luar negeri. Mungkin akan ada pasukan khusus yang diterjunkan hanya untuk menyelamatkan bapak-bapak yang tersesat di diskotek Bangkok atau turis Indonesia yang nyasar ke perbatasan Korea Utara karena terlalu asyik mencari WiFi gratis.

Namun, keajaiban sejati dari revisi ini bukan itu. Yang paling spektakuler, yang paling menggetarkan jiwa, adalah hak bagi prajurit aktif untuk menduduki jabatan sipil di kementerian dan lembaga negara.

Betapa indahnya. Sekarang kita bisa berharap melihat seorang jenderal bintang empat duduk santai di kantor kementerian pariwisata, mungkin dengan pendekatan baru, promosi wisata dengan formasi baris-berbaris.

Atau seorang kolonel yang mengatur perpajakan dengan strategi ala perang gerilya. Bayangkan betapa efektifnya koordinasi antar-lembaga jika seluruh rapat diawali dengan aba-aba “Siap, grak!”.

Batas usia pensiun pun diperpanjang. Karena, mengapa harus berhenti di usia 58 tahun jika masih bisa mengabdi lebih lama?

Usia hanyalah angka. Jiwa militer abadi. Mungkin, di masa depan, kita akan melihat jenderal berusia 90 tahun masih memimpin latihan tempur dengan tongkat dan kursi roda lapis baja.

Tentu, tidak semua orang menyambut perubahan ini dengan gembira. Ada suara-suara sumbang yang berteriak “dwifungsi ABRI telah bangkit dari kubur!” dengan nada horor seperti dalam film zombie.

Mereka takut demokrasi tergerus, supremasi sipil terancam, dan ruang-ruang publik berubah menjadi arena disiplin militer.

Tapi, bukankah kedisiplinan itu baik? Siapa yang tidak ingin melihat para pejabat sipil akhirnya datang tepat waktu karena takut push-up di halaman kantor?

Para aktivis menangis, menggeleng-gelengkan kepala sambil mengangkat poster. Mereka takut kebebasan sipil tercekik, takut akan datangnya era di mana kritik terhadap kebijakan pemerintah direspons dengan barisan tentara yang menatap dengan wajah tanpa ekspresi.

Mereka menjerit tentang HAM, tentang keterbukaan, tentang demokrasi. Tapi, bukankah ketertiban lebih penting? Bukankah negara akan lebih aman jika tidak ada terlalu banyak pertanyaan?

Sementara itu, rakyat kecil tetap seperti biasa. Mereka yang antre minyak goreng, mereka yang sibuk mencari kerja, mereka yang lelah dengan naiknya harga barang, mereka tidak sempat memikirkan revisi ini. Bagi mereka, siapa pun yang berkuasa, hidup tetap berat.

Di tengah semua ini, di suatu ruangan tersembunyi di ibu kota, para jenderal, para politisi, dan para pengusaha besar bersulang. Mereka tersenyum. Mereka tahu, sejarah baru telah tercipta.

Mereka telah menemukan cara untuk tetap berkuasa lebih lama, dengan seragam atau tanpa seragam. Sementara rakyat? Rakyat selalu bisa dihibur dengan diskon e-commerce dan sinetron terbaru.

Selamat datang di era baru. Era di mana demokrasi dan disiplin berpadu dalam satu simfoni absurditas yang indah. #camanewak

 

 

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis