Transformasi UMKM Hijau
Harapan Baru Peluang Usaha yang Berkelanjutan
DARA AYU LESTARI
Mahasiswi Pasca Sarjana IPB University
ISU KELESTARIAN lingkungan dan pembangunan berkelanjutan telah menjadi perhatian utama di era modern ini, termasuk untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah [UMKM]. Krisis lingkungan seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan ekosistem kian nyata dan mengancam kelangsungan hidup manusia dan planet bumi.
Aktivitas ekonomi yang tidak ramah lingkungan, termasuk dari sektor UMKM, menjadi salah satu kontributor utama. Seiring dengan kemudahaan akses informasi dan edukasi karena digitalisasi, kesadaran masyarakat terhadap kelestarian lingkungan terus meningkat.
Hal tersebut pun sedikit banyak memberikan pengaruh dan stimulus untuk permintaan konsumen terhadap produk-produk ramah lingkungan, sehingga membuka peluang pasar yang besar bagi UMKM yang mampu beradaptasi dengan tren ini.
Berbagai pihak dari lapisan pentahelix pun mulai berbondong-bondong untuk mendukung transformasi UMKM menuju praktik ramah lingkungan. Salah satunya adalah Bank Indonesia, yang sejak tahun 2022 bekerja sama dengan International Trade Analysis and Policy Studies [ITAPS] - Fakultas dan Manajemen IPB University untuk menyusun model bisnis dan pedoman pengembangan UMKM Hijau.
Pedoman tersebut didiseminasikan secara daring pada hari Jumat, 26 April 2024 lalu, dengan partisipan berskala nasional mulai dari kalangan pemerintah pusat dan daerah, akademisi, praktisi, pelaku usaha, perbankan, dan pihak-pihak lainnya, termasuk para mahasiswa Sekolah Pascasarjana Magister Pengembangan Industri Kecil Menengah, IPB University.
Pedoman tersebut diharapkan dapat menjadi panduan bagi UMKM untuk memulai praktik bisnis hijau maupun meningkatkan kapabilitas tahapan bisnis hijau yang telah dilaksanakannya.
Selain itu, pedoman juga ditujukan kepada para pembina UMKM atau agregator untuk membangun ekosistem UMKM Hijau sehingga dapat mengakselerasi implementasi atau replikasi dari praktik bisnis UMKM yang ramah lingkungan.
Secara garis besar, diseminasi tersebut memperkenalkan model bisnis UMKM hijau yang didefinisikan sebagai UMKM yang mengelaborasi konsep bisnis dengan mengembangkan green process dan green output, dan berkomitmen pada prinsip berkelanjutan dan rantai nilai ekonomi sirkular untuk mencapai tujuan ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Model bisnis membagi kondisi UMKM ke dalam 3 (tiga) tahapan untuk subsektor pertanian dan kerajinan. Tahapan-tahapan tersebut dinilai berdasarkan indikator hijau yang dikelompokkan dalam empat aspek utama, yaitu (i) aspek produksi, (ii) aspek pemasaran, (iii) aspek sumberdaya manusia, dan (iv) aspek keuangan.
Tahapan yang dimaksud merupakan kegiatan dalam pengembangan UMKM hijau yang diklasifikasikan menjadi tahap Eco-Adopter, Eco-Entrepreuneur, dan Eco-Innovator.
Pertama, tahap Eco-Adopter lebih ditekankan adopsi praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan, namun prinsip hijau sendiri belum menjadi bagian dari inti model bisnis UMKM. Kedua, tahap Eco-Entrepreuneur di mana praktik ramah lingkungan dan berkelanjutan sudah menjadi bagian dari inti model bisnis UMKM.
Hal ini terkait dengan pemenuhan permintaan pasar yang semakin luas. Terakhir, tahap Eco-Innovator yaitu saat UMKM dapat menangkap peluang pasar hijau melalui inovasi-inovasi di berbagai aspek usaha dengan inti model bisnis ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Dalam tahap ini UMKM diharapkan sudah akses ke pasar internasional dan memenuhi persyaratan sertifikasi ramah lingkungan sesuai persyaratan yang dari negara tujuan ekspor. UMKM yang belum memenuhi kualifikasi dari ketiga tahapan tersebut belum dapat dikategorikan sebagai UMKM hijau, atau masih dalam tahap pre-adopter.
Urgensi UMKM untuk melakukan upaya transformasi bisnis yang lebih ramah lingkungan juga diperkuat oleh pernyataan dari civitas Sekolah Pasca Sarjana Manajemen Pengembangan Industri Kecil Menengah IPB University, Dr Mimin Aminah yang menyatakan bahwa, "penerapan prinsip ekonomi hijau dan sirkular (zero waste) pada industri termasuk UMKM sesungguhnya berpotensi sangat menguntungkan. Salah satu variabelnya adalah pemilihan teknologi yang digunakan."
Transformasi UMKM harus dimulai dari awareness dan keinginan untuk melakukan usaha yang lebih ramah lingkungan, serta pergeseran mindset bahwa biaya input teknologi ramah lingkungan bukanlah beban melainkan investasi.
Untuk mendukung transformasi tersebut, Pemerintah dapat berperan dalam menyediakan regulasi dan insentif untuk UMKM yang menerapkan prinsip ramah lingkungan. Di samping itu, para akademisi dapat turut berkontribusi dalam Pengembangan inovasi teknologi ramah lingkungan yang terjangkau, efektif, dan efisien."
Selanjutnya, untuk meneruskan milestone pedoman pengembangan UMKM Hijau adalah menjadi pekerjaan kita bersama dan semua pihak dalam mendukung terciptanya ekosistem yang kondusif bagi UMKM yang berupaya melakukan transformasi hijau.
Di antaranya adalah model bisnis pembiayaan dan pemberian insentif seperti relaksasi pajak, market intelligence, subsidi biaya logistik, atau kelonggaran perizinan, bagi pelaku UMKM hijau agar lebih mudah dan cepat dalam mengembangkan usahanya. [Dara, Donnie, Dwi, Hesa, Aqila]
Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis