HITI: Klaim Biosaka Tekan Penggunaan Pupuk Kimia 50 - 90% Perlu Uji Efikasi dan Laboratarium
REKOMENDASI hasil Focus Group Discussion [FGD] Himpunan Ilmu Tanah Indonesia [HITI] bersama Tim IPB dan Badan Standarisasi dan Instrumen Pertanian [BRIN] akhir Mei 2023 mengklaim Biosaka perlu menekankan penggunaan pupuk kimia 50-90% dan lainnya perlu dilakukan uji efikasi dan uji laboratorium.
Sejalan dengan itu, Institut Pertanian Bogor [IPB] membentuk Tim Kajian Biosaka IPB beranggotakan 10 akademisi yang dipimpin Prof Dr Ir Mitfahudin MSi menyatakan bahwa Biosaka ‘tidak dapat distandarisasi secara ilmiah’ untuk mendapatkan peran bahan aktif Biosaka terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman.
Tim Kajian IPB, Dr Ir Arief Hartono MSc Agr mengemukakan hal itu pada webinar bertajuk ‘Pandangan HITI dan Tim IPB tentang Biosaka’ yang dihadiri Ketua HITI Prof Dr Ir Budi Mulyanto MSc dan Peneliti BRIN Dr Ir I Wayan Suastika di Jakarta pada Jumat [9/6].
Dr Ir Arief Hartono MSc Agr mengatakan Tim Kajian Biosaka IPB menyimpulkan komposisi bahan baku yang beragam dan tidak terstandar, Biosaka merupakan larutan yang memiliki komposisi dan kandungan bahan aktif yang bervariasi.
“Biosaka tidak dapat distandardisasi secara ilmiah untuk mendapatkan peran bahan aktif Biosaka terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman,” katanya.
Hal itu sejalan arahan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo bahwa peningkatan produksi pertanian merupakan bentuk akselerasi menghadapi tantangan global.
“Untuk terus memperkuat stok pangan khususnya beras yang merupakan kebutuhan pokok dalam negeri, bahkan dibutuhkan di seluruh dunia,” katanya.
Dr Ir Arief Hartono MSc Agr mengatakan bahwa Tim Kajian Biosaka IPB dari hasil temuan lapangan di tiga kabupaten meliputi Karawang, Klaten dan Blitar pada medio Februari dan awal Maret 2023 maka klaim bahwa Biosaka dapat meningkatkan pertumbuhan, meningkatkan efisiensi pupuk dan meningkatkan hasil menjadi kurang valid untuk diterapkan secara umum.
Dr Ir Arief Hartono MSc menambahkan bahwa Tim Kajian Biosaka IPB menggelar Focus Group Discussion [FGD] melalui kunjungan lapang ke Blitar, Jawa Timur pada 17 - 20 Februari dilanjutkan ke BBPOPT Jatisari di Karawang, Jawa Barat pada 10 Maret 2023 berlanjut ke Klaten di Jawa Tengah pada 10 – 12 Maret 2023.
“Wawancara Tim IPB dengan petani Blitar, Yudi dan Saipudin pada 18 Februari menyatakan Biosaka bisa dibuat dari berbagai jenis tumbuhan liar, minimal lima jenis, namun dinyatakan tidak terdapat jenis tumbuhan khusus yang harus ada,” katanya.
Menurut kedua petani Blitar tersebut, kata Dr Ir Arief Hartono MSc, tumbuhan yang biasa digunakan sebagai bahan baku Biosaka adalah babadotan [Ageratum conyzoides L.], tutup bumi [Elephantopus mollis Kunth], Kitolod [Hippobroma longiflora], maman ungu [Cleome rutidosperma], Patikan kebo [Euphorbia hirta L.], Meniran [Phyllanthus niruri L.], anting-anting dan lainnya.
Sementara hasil uji lab Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan [BBPOPT] Jatisari menyatakan bahwa ‘Biosaka bukan pupuk, bukan pestisida, mengandung hormone, spora dan bakteri jauh lebih tinggi, bagus untuk pertanaman serta mengandung Bacillus sp sebagai Plant Growth Promotion Rhizobacteria [PGPR] untuk pertumbuhan dan produksi.
laim Biosaka dianggap sebagai paradigma baru yakni Elisitor, Epigenetik dan Kinesiologi, kata Dr Ir Arief Hartono MSc, maka Tim Kajian IPB menyimpulkan klaim sepihak tersebut tidak mudah dipahami, terutama terminologi kinesiologi dalam hubungannya dengan elisitor dan mekanisme epigenetik.
“Catatan Tim IPB, dari berbagai bahan aktif Biosaka, hanya fitohormon yang mungkin memiliki kaitan erat dengan pertumbuhan, perkembangan dan reproduksi tanaman, sehingga mungkin saja Biosaka dapat memengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman,” katanya lagi.
Akan tetapi, ungkap Dr Ir Arief Hartono MSc, hal itu masih perlu pembuktian secara ilmiah, melalui percobaan yang didesain dan dilaksanakan sesuai prosedur ilmiah yang benar.
Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis