Sangat Tragis

Timnas Dibantai Australia 1-5


Sangat Tragis
Ilustrasi: Rosadi Jamani

 

ROSADI JAMANI
Ketua Satupena Kalbar


SAYA awali dulu, “Walau kalah, tetap cinta Timnas.” Supaya para fans Garuda tidak jantungan. Kalah tragis sampai 1-5, sebuah rekor memalukan.

Ayo, bagaimana PSSI? Bagaimana Erick Thohir? Bagaimana Arya Sinulingga? Bagaimana Bung Towel? Yok, kita kuliti di balik kekalahan paling memalukan ini.

Kesebelasan yang katanya penuh harapan, penuh talenta, penuh ambisi. Semua orang percaya, bahkan ada yang rela berdoa panjang di sepertiga malam, berharap keajaiban turun dari langit.

Lalu, pertandingan melawan Australia dimulai. Awalnya, angin segar berhembus. Penalti didapat! Semua orang bersiap merayakan gol cepat. Striker merah putih maju sebagai algojo, kuda-kuda sudah sempurna, jantung penonton berdegup kencang.

Tiba-tiba...dang! Bola mencium mistar gawang dengan penuh kasih sayang, lalu terpental seperti harapan yang hancur dalam sekejap. Rasa sakitnya menusuk hingga ke tulang sumsum..

"Tidak apa-apa, masih ada waktu!" kata suporter yang mencoba tetap positif, meskipun hatinya mulai retak.

Lalu Australia menyerang. Sepak pojok. Jay Idzes menyapu bola, tapi Nathan malah sibuk menumbangkan pemain lawan.

Wasit Adham Mohammad Tumah Makhadmeh sampai garuk-garuk kepala, ragu mengambil keputusan. Mungkin dia butuh diskusi dulu dengan leluhurnya.

Akhirnya, setelah meditasi sejenak dengan VAR, penalti diberikan untuk Australia. Martin Boyle mengeksekusi dengan dingin, dan gol, 1-0 untuk Australia.

Penonton mulai resah. Ada yang diam seribu bahasa, ada yang ingin melempar remote ke TV, tapi ingat kalau TV mahal.

Ada pula yang mulai buka YouTube cari video "Cara Cepat Move On dari Kekalahan Timnas".

Dua menit kemudian, gawang Indonesia kembali koyak. Nishan Velupillay menari-nari di kotak penalti, lalu mengirim bola masuk ke gawang. Skor 2-0.

Saat itu, penonton mulai galau. Mau tetap nonton atau lebih baik bantu istri cuci piring. Mau maki-maki, tapi masih puasa. Akhirnya, mereka memilih diam, duduk termenung, meratapi nasib.

Lalu, Jackson Irvine ikut berpesta. 3 - 0! Babak pertama berakhir, dan air mata lebih deras mengalir dibanding keringat pemain di lapangan. Para fans mulai mempertanyakan eksistensi mereka di dunia ini.

Di babak kedua, Australia makin sadis. Lewis Miller menambah penderitaan Indonesia. Skor 4-0!

Patrick Kluivert mulai terlihat seperti mahasiswa yang baru sadar bahwa tugas akhirnya ditolak dosen.

Fans sudah mulai pasrah. Ada yang memutuskan tidur lebih cepat. Ada yang tiba-tiba ingat belum setor tugas kantor. Ada pula yang mendadak ingin mendekatkan diri kepada Tuhan.

Tapi akhirnya, ada secercah harapan! Ole Romeny mencetak gol di menit 71. 1-4. Para fans yang masih bertahan sempat berteriak, tapi suara mereka sudah lelah, seperti seorang pria yang mencoba menjelaskan sesuatu ke pacarnya yang sedang marah.

Namun, kebahagiaan itu hanya seumur jagung. Di menit 90, Irvine kembali menghancurkan sisa-sisa harga diri Timnas. Skor akhir: 1-5.

Waktu berbuka puasa pun terasa hambar. Es teh manis tak lagi terasa manis. Kurma yang biasa nikmat kini hanya terasa seperti kenangan pahit.

Para fans bingung, ini Timnas apa tim tarkam?

Padahal, dulu saat masih dipegang Shin Tae Yong dengan dominasi pemain lokal, kita bisa menahan imbang Australia.

Kini, dengan "pemain Eropa" dan pelatih kelas dunia, malah jadi bahan tertawaan.

Di mana letak kesalahannya? Entahlah. Yang jelas, harapan menuju Piala Dunia semakin tipis, bahkan lebih tipis dari uang di dompet tanggal tua.

Tapi, kita tetap cinta Timnas. Karena kita tak punya pilihan lain. #camanewak

Disclaimer : B2B adalah bilingual News, dan opini tanpa terjemahan inggris karena bukan tergolong berita melainkan pendapat mewakili individu dan/atau institusi. Setiap opini menjadi tanggung jawab Penulis