Media Asing Melansir TNI Terapkan `Tes Perawan` Rekrut Tentara Wanita
Women Forced to Undergo `Two-fingered Virginity Tests` Before Being Accepted into Indonesian Military
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi

WANITA INDONESIA yang ingin menjadi prajurit militer dipaksa untuk menjalani tes keperawanan ´dua jari´ untuk mengetahui apakah mereka masih ´perawan´ sebelum mereka bergabung di angkatan bersenjata, seperti terungkap baru-baru ini.
Seorang tentara wanita, calon tentara wanita, kekasih dari bahkan seorang dokter tentara mengungkap fakta tes masuk yang dituding sebagai ´penyiksaan´ kepada Human Rights Watch (HRW) yang meminta Presiden RI Joko Widodo untuk menghapus tes ´diskriminatif dan invasif´.
Seorang dokter wanita di sebuah rumah sakit militer di Jakarta mengaku kepada Human Rights Watch bahwa wanita diposisikan seperti tes saat akan melahirkan. Jari dimasukkan ke dalam vagina dan anus mereka untuk menilai apakah selaput dara mereka masih utuh, yang dinilai lumrah sebagai bagian dari praktek ´ilmiah´.
´Pada 2008, saya harus melakukan tes tersebut. Wanita-wanita muda itu terpaksa menjalani tes yang sesungguhnya mereka tidak mau diposisikan seperti itu.´
´Harus dipaksa untuk membuat mereka bersedia [menjalani tes keperawanan]. Itu bukan [hanya] tindakan memalukan lagi. Itu adalah penyiksaan. Saya memutuskan untuk tidak melakukannya lagi," kata si dokter, seperti dilansir MailOnline.
Penelitian HRW menemukan semua matra militer - angkatan udara, angkatan darat, dan angkatan laut - telah menerapkan tes tersebut selama puluhan tahun dan juga memperluas persyaratan kepada kekasih dari perwira militer.
Pemeriksaan vagina diberikan pada awal proses perekrutan sebagai bagian dari pemeriksaan fisik pelamar.
Mayor Jenderal Fuad Basya, Kepala Pusat Penerangan (Puspen) TNI, konfirmasi kepada HRW bahwa ´tes keperawanan´ telah dilakukan untuk merekrut tentara wanita dan lebih lama daripada yang diterapkan pada rekrutmen polisi wanita.
Dan Mayjen Fuad Basya kepada Fairfax Media mengatakan: ´Hal ini dilakukan untuk mendapatkan orang-orang terbaik secara fisik dan mental. "
Seorang pelamar untuk menjadi tentara wanita yang menjalani ´tes keperawanan´ pada 2013 di Bandung, Jawa Barat, mengaku: "Hal yang mengejutkan saya setelah tahu bahwa dokter yang melakukan tes adalah pria."
"Perasaan saya tidak karuan. Saya merasa dihinakan. Saya sangat tegang. Perasaan saya campur aduk. Saya berharap pemeriksaan medis di masa depan tidak termasuk "test keperawanan." Ini bertentangan dengan hak-hak setiap wanita," katanya mengeluh.
Mayjen Fuad Basya membantah fakta yang disodorkan Fairfax Media bahwa tunangan dari prajurit TNI juga menjalani tes serupa tapi seorang istri perwira TNI mengaku kepada HRW bahwa dia juga harus menjalani ´tes keperawanan´ pada 2008 sebelum mereka menikah.
´Suami saya adalah seorang perwira angkatan laut. Kami menikah pada 2008. [Sebelum kami menikah] saya menjalani pemeriksaan medis termasuk apa yang disebut tes keperawanan.´
´Tunangan dari ´perwira´ lain biasanya bisa lolos dari tes memalukan [karena] sebagian besar ayah mereka laksamana dan jenderal, setidaknya kolonel. Tapi suami saya bukan dari keluarga militer, "katanya.
INDONESIAN WOMEN who want to join the military are forced to undergo humiliating ‘two fingered’ virginity tests to assess their ´honour´ before they are accepted into the armed forces, it has been revealed.
Female military officers, hopeful applicants, military fiancees and even a military physician have spoken out about the ‘torturous’ ordeal as the Human Rights Watch urges Indonesian President Joko Widodo to abolish the ‘discriminatory and invasive’ tests.
A female physician in a military hospital in Jakarta told the Human Rights Watch the women are positioned like they are giving birth during the tests. Fingers are inserted into their vagina and anus to judge whether their hymen is intact, which campaigners say is an ‘unscientific’ practice.
‘In 2008, I administered the test myself. Those young women were totally unwilling to be positioned in such an opened position.
‘It took an effort to make them willing to [undergo the virginity test]. It was not [just] a humiliating act anymore. It was a torture. I decided not to do it again,’ the doctor said.
The Human Rights Watch research discovered all branches of the military – air force, army, and navy – have used the test for decades and also extended the requirement to the fiancées of military officers.
The vaginal examination is given early in the recruitment process as part of the applicants’ physical exam.
Maj. Gen. Fuad Basya, the Indonesian armed forces spokesman, confirmed to the Human Rights Watch that the ‘virginity test’ has been conducted on military recruits for even longer than on Indonesian female police recruits.
And Gen, Fuad told Fairfax Media: ´It is done in order to get the best people both physically and mentally.´
A female military academy applicant subjected to a ‘virginity test’ in 2013 in Bandung, the capital of West Java, said: ‘What shocked me was finding out that the doctor who was to perform the test was a man.’
‘I had mixed feelings. I felt humiliated. It was very tense. It’s all mixed up. I hope the future medical examination excludes “virginity test.” It’s against the rights of every woman,’ she complained.
General Fuad denied to Fairfax Media that fiancées of military personnel were also tested but a military wife told the Human Rights Watch she was subjected to a ‘virginity test’ in 2008 before they were married.
‘My husband is a navy officer. We married in 2008. [Prior to our marriage] I took the medical examination that included the so-called virginity test.
‘Officers’ fiancées could usually escape the humiliating test [because] most of their fathers are admirals and generals, if not colonels. But my husband does not come from a military family,’ she said.