Messi Raih 5 Kali Ballon d`Or, Prestasi Tak Sebanding Maradona dan Pele
Ballon d`Or No 5 Proves Messi is Now on Another Level to Maradona and Pele
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi

"HAL YANG terbesar tentang Messi adalah bahwa ia tidak benar-benar percaya bahwa dia adalah Messi," tulis penulis Uruguay Eduardo Galeano. "Dan mungkin itu akan tetap berlangsung seperti itu karena yang memungkinkan dia untuk bermain dengan kegembiraan sebagai anak ketika bermain di jalan."
Sifat sederhana, 'kepala ke bawah dan main untuk pertandingan berikutnya' sebagai filosofi yang selalu ditonjolkan Lionel Messi untuk membawa kejeniusannya begitu ringan tampak seperti bagian dari sihir.
Namun saat ia melihat wajahnya dipantulkan kembali untuk meraih lima bola emas itu harus lebih sulit dari sebelumnya untuk tidak berpikir tentang apa yang membuatnya menjadi - pemain terbesar sepanjang masa.
Messi layaknya 'raja tanpa mahkota' di dunia sepak bola yang cukup lama untuk permainan yang telah berubah di sekelilingnya. Organisasi yang menghormati dia setiap Januari telah jatuh karena skandal, membuat pimpinan organisasi (FIFA) bertekuk lutut lantaran skandal korupsi.
Presiden Sepp Blatter malu dan tidak hadir pada jang penghargaan tersebut, pidato terbaru membosankan dan berbalik menampar ekstravaganza bahwa ia sangat menikmati musim demi musim. Tidak ada yang merindukannya - itu hanya menjadi lebih menarik ketika di panggung ada Messi, seperti dilansir MailOnline.
Memenangkan Ballon d'Or untuk pertama kalinya dengan wajah muda dan dengan dasi yang terlihat tidak pas di kerah kemejanya pada 2009 adalah hal lain, dan kemudian mengulang prestasi terbaik dengan jas beludru hitam, jas beludru warna merah anggur, dan tuksedo polkadot dalam tiga tahun berikutnya adalah sesuatu yang lain.
Namun untuk kemudian melihat Cristiano Ronaldo menang pada 2013 dan 2014 dan kembali lebih baik dari sebelumnya pada 2015 adalah pernyataan konsistensi dan umur panjang yang mengingatkan kita tentang apa yang benar-benar memisahkan dia dari orang-orang yang akan menyangkal bahwa judul semua-waktu terbaik.
Diego Maradona dan Pele adalah sosok favorit dari orang-orang yang menahan masa-masa keemasan Messi.
Masa Pele tampaknya begitu jauh dari permainan modern dan sulit dibandingkan dengan saat ini. Faktanya Pele tampil bertanding di empat Piala Dunia dan keluar sebagai pemenang dengan tiga Piala Dunia tapi dia tidak pernah bermain untuk klub sepak bola di Eropa.
Maradona, sering dikatakan: "Dia memenangkan Piala Dunia sendirian,'dan: 'Dia membuat Napoli sebagai klub terbaik dengan bermain sendirian.'Merujuk pada zona nyaman Barcelona, Messi tidak pernah mencapai ketinggian yang sama, mari kita berargumen.
Namun, selain dari pengalaman bermain dan kekuatan lain dari Maradona di Napoli dan kualitas sebagai pemain timnas Argentina pada 1986, teori semacam itu juga menggerus atas cara Messi telah mempertahankan Barcelona jauh dari upaya Barcelona untuk mempertahankan dirinya.
Kami pikir Pep Guardiola adalah rahasia sukses yang luar biasa bagi klub ketika mereka memenangkan treble pada 2009 bagi Barcelona di tahun pertamanya menjadi pelatih klub. Namun tahun lalu Barcelona meraih prestasi yang sama, juga dengan cherry FIFA Club World Cup di atas. Guardiola telah pergi, tapi itu tidak masalah karena Messi tetap bertahan di Barcelona.
'THE GREAT thing about Messi is that he doesn't really believe he's Messi' wrote the Uruguayan writer Eduardo Galeano. 'And long may it stay that way because that allows him to play with all the joy of a kid just playing in the street.'
The unassuming nature, the 'head down and on to the next game' philosophy that has always enabled Lionel Messi to carry his genius so lightly is certainly part of the magic.
But as he sees his face reflected back at him on those five golden balls it must be more difficult than ever to not think about just what he has become – the greatest of all time.
Messi has reigned over football long enough for the game to have changed all around him. The organisation that honours him every January has itself fallen, knees finally buckling under the weight of scandal upon scandal.
Its president Sepp Blatter is disgraced and was absent from the latest long lunch, dull speech and back-slapping extravaganza that he so enjoyed season after season. No-one missed him – it just meant there was more stage for Messi.
Winning the Ballon d'Or for the first time fresh-faced and with the tie not quite pulled up to the collar of his shirt in 2009 was one thing, and then to repeat the feat in black velvet, burgundy velvet, and polka-dot tuxedo in the next three years was something else.
But to then watch Cristiano Ronaldo win it in 2013 and 2014 and come back better than ever in 2015 was a statement of consistency and longevity that reminds us of what really separates him from those who would contest that title of all-time best.
Diego Maradona and Pele are the favourites of those who resist the march of Messi-time.
Pele's time seems so far removed from the modern game the comparison is made difficult. It's true he was kicked around in four World Cups and came out with three winners medals but he never played club football in Europe.
Of Maradona, it is often said: 'He won the World Cup single-handedly,' and: 'He made Napoli Italy's finest side all on his own'. Away from the comfort zone of Barcelona Messi has never reached the same heights, goes the argument.
But, aside from underplaying the other strengths of Maradona's Napoli and the quality of that Argentina side in 1986, such a theory also brushes over the way Messi has sustained Barcelona far more than Barcelona has sustained him.
We thought Pep Guardiola was the secret to the club's incredible success when they won the treble in 2009 in the coach's first year in the job. But last year Barcelona completed the same feat, also with the FIFA Club World Cup cherry on the top. Guardiola had gone but it didn't matter because Messi remained.