Trio Alumni Polbangtan Bisnis `Maggot` Disokong PWMP

Millennial Farmers are the Target of Developing Indonesian Agricultural HR

Editor : M. Achsan Atjo
Translator : Dhelia Gani


Trio Alumni Polbangtan Bisnis `Maggot` Disokong PWMP
PENGUSAHA MILENIAL: Gugus Satrio, alumni Polbangtan Malang bersama kedua rekannya mengembangkan Greedy Maggot Farm di wilayah Malang Raya [Foto: Pusdiktan BPPSDMP]

Malang, Jatim [B2B] - Jeli mengendus trend pasar dan piawai melihat peluang titik tolak Gugus Satrio, 24, membudidayakan maggot, larva lalat Black Soldier Fly [BSF]. Maggot menjadi bahan baku alternatif pembuatan pakan ikan yang disukai pasar.

Bahan baku mudah didapat, dari sampah rumah tangga. Berdampak positif bagi lingkungan. Sampah menghilang setelah diolah jadi maggot, untuk dijual dengan laba yang menguntungkan bagi pembudidaya maggot.

Peluang bisnis tersebut bermula saat Gugus Satrio menyelesaikan tugas akhir selaku mahasiswa Politeknik Pembangunan Pertanian [Polbangtan] di Malang, Jawa Timur. Hasil kajian akademis, tak hanya mengantarnya lulus menjadi sarjana pertanian terapan, juga ´melek bisnis´ mendorongnya menjadi wirausawahan milenial.

"Awalnya, terkendala bahan pakan dan tempat budidaya, yang kurang layak karena di pemukiman padat. Produksi maggot pun naik turun selama beberapa bulan," kata Gugus Satrio. menurut keterangan tertulis dari Pusat Pendidikan Pertanian [Pusdiktan BPPSDMP].

Dia pun menyambangi rekannya yang membudidayakan maggot, Kresna Ajicaraka Efendi dan Fandika Bramantyo Widodo. Mereka kemudian sepakat membentuk badan usaha, Greedy Maggot Farm. Target pasar pembudidaya ikan, burung dan peternak maggot di Malang Raya.

"Alhamduillah kami mendapat bantuan modal dari Program Penumbuhan Wirausahawan Muda Pertanian atau PWMP pada 2019 untuk merintis usaha  Greedy Maggot Farm," kata Gugus Satrio.

Kini, Greddy Maggot Farm mampu menjual aneka produk maggot seperti telur, fresh maggot, prepupa, pupa, dan olahan pasca panen dry maggot, dry powder maggot dan juga untuk pelet dari bahan dasar maggot. Harganya tergolong murah, kisaran Rp6.000 hingga Rp100.00 dalam ukuran gram dan kilogram.

"Kegigihan Gugus Satrio dan mitra bisnisnya melihat peluang dan membidik pasar, sebagai bukti keberhasilan pendidikan vokasi pertanian," kata Kepala Pusdiktan, Idha Widi Arsanti menurut keterangan tertulis dari Pusat Pendidikan Pertanian [Pusdiktan BPPSDMP].

Hal itu, katanya, sesuai target dan harapan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo yang menyadari peran generasi milenial di sektor pertanian. Bukan lagi sebagai pekerja melainkan wirausahawan sehingga regenerasi petani menjadi hal penting dan utama saat ini.

"Bukan sesuatu yang mustahil. Generasi milenial mulai sadar pertanian adalah tambang emas tanpa batas," kata Mentan Syahrul dalam berbagai kesempatan.

Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) menegaskan bahwa Indonesia membutuhkan lebih banyak sosok milenial tangguh untuk memajukan sektor pertanian.

"Kementan terus berupaya mencetak lebih banyak wirausahawan milenial berjiwa maju, mandiri dan modern," kata Dedi Nursyamsi.

Ada empat kiat, kata Mentan, kunci sukses pendidikan vokasi. Pertama, mental petarung yang siap hadapi tantangan dan kendala. Kedua, kompetensi dan mampu kerjasama. Ketiga, kritis pada lingkungan dan masalah namun tetap berjiwa kebangsaan. Keempat, kreatif dan inovatif berbekal literasi, manajemen keuangan, orientasi pasar dan faham teknologi informasi.

"Ciri pendidikan vokasi yang berhasil, lulusannya diserap dunia usaha dan industri, mampu membuka peluang kerja bagi diri dan lingkungan sekitarnya," kata Syahrul. [Vtr]

Malang of East Java [B2B] - Indonesian government in the next five years prioritizes the development of human resources that are ready to face globalization in the era of industrialization 4.0, carry out its role to develop millennial farmers who understand information and communication technology, according to the senior official of the agriculture ministry.