Jakarta (B2B) - Kementerian Pertanian RI siap mengembangkan lahan rawa atau sawah lebak di musim kemarau yang meningkat menjadi 801.900 hektar atau meningkat sekitar 237.700 hektar pada saat iklim normal, yang tersebar di empat provinsi: Sumatera Selatan, Riau, Lampung, dan Kalimantan Selatan. Potensi kontribusi terhadap produksi beras nasional sekitar 14% atau maksimal delapan juta ton dengan tingkat produktivitas empat ton per hektar.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian di Kementerian Pertanian, Mohammad Syakir mengatakan pada saat iklim normal potensi lahan rawa di empat provinsi tersebut hanya 564.200 hektar, namun luas lahan untuk pertanian meningkat 237.700 hektar pada musim kemarau menjadi 801.900 hektar.
"Kendala utama lahan rawa lebak adalah kesuburan dan sifat kimia tanah, tinggi dan lama genangan namun pada musim kemarau lama dan tinggi genangan pada lahan tersebut semakin turun sehingga lahan potensial untuk pengembangan pertanian tanaman pangan semakin luas," kata Mohammad Syakir kepada pers di Jakarta pada Rabu (23/9).
Sebagai perbandingan pada saat iklim normal lahan rawa di keempat provinsi hanya 200.400 hektar di Sumatera Selatan, dan meningkat menjadi 368.700 hektar di musim kemarau, di Riau dari 131.800 hektar
menjadi 113.600 hektar, di Lampung dari 79.000 hektar menjadi 137.900 hektar, dan Kalimantan Selatan dari 153.000 hektar menjadi 181.600 hektar.
Dia menambahkan, keunggulan lahan rawa lainnya adalah sumber air tersedia insitu sehingga pemanfaatannya lebih mudah dan murah, dengan pengaturan waktu tanam menyesuaikan naik turunnya tinggi muka air.
"Lebih tahan terhadap perubahan iklim sehingga di musim kemarau luas areal menjadi lebih luas. Produksi beras yang dihasilkan pada Juli hingga September dapat mensubstitusi permintaan pasar, karena produksi beras di lahan sawah irigiasi pada musim kemarau menurun," katanya lagi.
Menurut Muhammad Syakir, beras yang dihasilkan berkadar indeks glikemik rendah sehingga layak dikonsumsi penderita diabetes, dan tinggi kandungan Fe dan Selenium yang baik untuk pembentukan sel darah merah.
Jakarta (B2B) - Indonesian Agriculture Ministry is ready to develop wetlands in the dry season, which increased to 801,900 hectares, an increase about 237,700 hectares during the normal climate in four provinces: South Sumatra, Riau, Lampung and South Kalimantan. Potential contribution to the national rice production about 14% or maximum of eight million tons, the level of productivity is four tonnes per hectare.
Head of the Indonesian Agency for Agricultural Research and Development Ministry of Agriculture (IAARD) Muhammad Syakir said in normal climatic potential wetlands in four provinces only 564,200 hectares, but the land area increased by 237,700 hectares in the dry season be 801,900 hectares for development as agricultural land.
"Swamp land not suitable for agriculture, because of the high the chemical properties after prolonged submerged in water, but in the dry season has the potential for the development of food crops," Mohammad Shakir told the press here on Wednesday (23/9).
For comparison during normal climatic wetlands in four provinces only 200,400 hectares in South Sumatra, and increased to 368,700 hectares in the dry season, in Riau of 131,800 hectares to 113,600 hectares, in Lampung of 79,000 hectares to 137,900 hectares, and South Kalimantan of 153,000 hectares to 181,600 hectares.
He added that another advantage is the water source available, making it easier and cheaper to adjust the timing of planting the rise and fall of water level.
"More resistant to climate change and drought area is expanding. The production of rice in July and September could substitute market demand, after declining rice production in irrigated land due to the dry season," Mr Syakir said.
According to him, the level of glycemic index on lower rice making it feasible for people with diabetes, and high content of Fe and Selenium are good for red blood cell production.