Anas Urbaningrum Resmi Ditahan di Rumah Tahanan KPK
Urbaningrum Finally Detained by Indonesian Indonesian Anticorruption Commission

Reporter : Rusdi Kamal
Editor : Ismail Gani
Translator : Novita Cahyadi
Jum'at, 10 Januari 2014
Mimik Anas Urbaningrum setelah keluar dari gedung KPK dilempar oleh seseorang yang tidak dikenal (Foto: atjehlink.com)

Jakarta (B2B) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan tersangka pada kasus dugaan korupsi Proyek Hambalang, Anas Urbaningrum, di Rumah Tahanan KPK, Jakarta Pusat, Jumat petang.

Urbaningrum tampil ke depan ratusan jurnalis memakai jaket oranye yang dibuat untuk tersangka pelaku korupsi dari KPK.

"Yang bersangkutan ditahan di rutan Jakarta Timur kelas 1 cabang KPK untuk 20 hari pertama," kata Juru Bicara KPK Johan Budi.

Dia telah diperiksa selama lima jam di Gedung KPK. Surat penahanan dia ditandatangani Ketua KPK Abraham Samad, secara langsung.

Materi pemeriksaan Anas meliputi pemeriksaan pertama dia sebagai tersangka setelah dia mangkir dari panggilan KPK dua kali, pada 31 Juli 2013 dan 7 Januari 2014.

Apabila Anas hari ini mangkir lagi, KPK bahkan sudah menyatakan akan memanggil paksa dia dengan didukung Brigade Mobil kepolisian.

Namun karena saat memenuhi panggilan kali ini dia tidak didampingi kuasa hukum, maka salah satu kuasa hukumnya akan mengajukan praperadilan.

Tim kuasa hukumnya tidak datang karena masih tidak puas dengan penjelasan KPK mengenai sangkaan dalam surat perintah penyidikan, menyebutkan Urbaningrum menerima hadiah dari Proyek Hambalang, dan proyek-proyek lain.

"Kami tidak setuju dengan pemilihan kata-kata KPK dalam surat panggilan, yang menyatakan Pak Anas tersangka Proyek Hambalang dan atau proyek-proyek lain. Saat tim menanyakan ke penyidik pada Selasa lalu (7/1), ternyata penyidik tidak bisa menjelaskan proyek-proyek lain itu," kata salah satu tim pengacara Urbaningrum, Pia Nasution, yang dihubungi melalui telepon.

Loyalis Urbaningrum, yang juga Sekretaris Jenderal Perhimpunan Pergerakan Indonesia, Gede Pasek Suardika, mengatakan, temannya itu datang sendiri ke KPK karena ingin bekerja sama dengan KPK.

"Keinginan beliau begitu, kami tidak bisa paksa, karena beliau mengatakan sudahlah saya mau datang sendiri biar tidak ada tafsir macam-macam, karena tadi pagi beliau sudah menyampaikan beliau akan bekerja sama dengan KPK untuk mencari kebenaran dan keadilan, bukan memaksakan sebuah kasus," kata Pasek, di Gedung KPK.

Anas ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada 22 Februari 2012 berdasarkan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU nomor 20 tahun 2001 tentang penyelenggara negara yang menerima suap atau gratifikasi dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4-20 tahun dan pidana denda Rp200-Rp1 miliar.

Sekitar Juli 2013, Ketua KPK Abraham Samad pernah mengungkapkan proyek lain selain Hambalang yang terkait dengan Anas yaitu proyek pengadaan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan proyek pendidikan tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional.

Abraham mengungkapkan bahwa KPK tengah mendalami keterkaitan Anas dengan dua proyek tersebut. Selain itu, KPK juga mendalami dugaan aliran dana dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk pemenangan Anas dalam Kongres Partai Demokrat 2010 di Bandung.

KPK misalnya telah memeriksa Direktur Utama PT Bio Farma Iskandar dan Direktur Keuangan PT Bio Farma Mohammad Sofie A Hasan. KPK juga pernah memeriksa Kepala Divisi Operasi III PT Pembangunan Perumahan Lukman Hidayat meski PT PP bukan termasuk BUMN yang melakukan kerja sama operasi (KSO) proyek Hambalang.

KPK juga telah menggeledah empat rumah Anas pada Selasa (12/11). Dari penggeledahan itu KPK menyita uang Rp1 miliar, paspor atas nama Attiyah, kartu nama atas nama presiden PT AA Pialang Asuransi Wasit Suadi, kartu nama Direktur Adhi Karya Bambang Tri, kartu nama PT Pembangunan Perumahan Ketut Darmawan, buku tahlilan dengan gambar Anas Urbaningrum serta empat unit telepon selular "Blackberry" dan satu telepon selular merek lain.

Dalam surat dakwaan mantan Kepala Biro Keuangan dan Rumah Tangga Kemenpora sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen dalam proyek Hambalang Deddy Kusdinar, Anas disebutkan menerima Rp2,21 miliar dari proyek Hambalang untuk membantu pencalonan sebagai ketua umum dalam kongres Partai Demokrat tahun 2010 yang diberikan secara bertahap pada 19 April 2010 hingga 6 Desember 2010.

Uang itu diserahkan ke Anas digunakan untuk keperluan kongres Partai Demokrat, antara lain memabyar hotel dan membeli Blackberry beserta kartunya, sewa mobil bagi peserta kongres yang mendukung Anas, dan juga jamuan dan entertain.


Jakarta (B2B) - Anas Urbaningrum, the former chairman of the ruling Democratic Party was detained by the Corruption Eradication Commission (KPK), after several hours of interrogation, in connection with his alleged involvement in a corruption case.

"He is detained at the East Jakarta Detention Center for the initial 20 days," KPK spokesman Johan Budi stated.

Anas emerged from the KPK building in a detainee costume at 6 p.m. after being grilled for five hours.

The interrogation was conducted by the KPK after he was subpoenaed for the third time. Anas failed to meet the first two summons on July 31, 2013 and January 7, 2014.

Anas was not accompanied by his lawyers during the investigation. His lawyers had raised an objection to the KPKs order for investigation, which they thought was not justified, as it stated that Anas will be interrogated in connection with the Hambalang project along with other projects.

"We disagree with the wording, which states that Anas is a graft suspect in the Hambalang project and other projects. The KPK investigators failed to provide an explanation when the team questioned them on the details regarding the other projects," one of Anass lawyers, Pia Akbar Nasution, stated during a telephonic conversation when asked for her comments on Anas detention.

One of Anas loyalists, Gede Pasek Suardika, who is also the secretary general of the Perhimpunan Pergerakan Indonesia (Indonesian Movement Association - PPI), a new organization established by Anas following his resignation from the Democratic Party, noted that Anas had honored the KPKs summon as a mark of his cooperation.

"That was his wish. He has come to the KPK headquarters at his own will in order to avoid any misinterpretations. In the morning, he said that he will cooperate with the KPK in its efforts to find truth and justice and it is not a forced case," noted Gede Pasek, who accompanied Anas, on his arrival at the KPK headquarters.

On February 22, 2012, Anas was named a suspect on charges of violating several articles of corruption laws for accepting bribes or gifts, which carry a sentence of four to 20 years and a fine of Rp200 million to Rp one billion.

In July 2013, KPK Chief Abraham Samad remarked that the other projects, apart from Hambalang, in which Anas was implicated, were a solar power plant project of the Ministry of Manpower and a university project of the Ministry of Education.

Samad added that the KPK was investigating Anas alleged involvement in the two projects. In addition to that, he noted that the KPK was also probing the alleged flow of funds from state-owned companies for supporting Anas in winning the partys leadership in a congress in Bandung, in 2010.

The KPK has so far investigated the President Director of PT Bio Farma Iskandar and the companys finance director Mohammad Sofie A Hasan. The KPK has also investigated the head of Operation Division III of PT Pembangunan Perumahan, Lukman Hidayat, although presently, the company is not one of the state-owned companies that conducted joint operations in the Hambalang project.

On November 12, the KPKs raid on Anass residence led to the confiscation of Rp1 billion, his wifes passport, a name card under the name of PT AA Pialang Asuransi President, Wasit Suadi, the name card of Bamban Tri, the director of PT Adhi Karya, the name card of Ketut Darmawan from PT Pembangunan Perumahan, and a prayer book with a picture of Anas Urbaningrum, and four Blackberry cellphones as well as another cellphone.

The charges made on the former head of financial and household affairs of the Sports and Youth Ministry, Deddy Kusdinar, who made a commitment to the Hambalang project, mentions that in the Hambalang project, Anas received bribes amounting to Rp2.21 billion, in stages, between the period of April 19 to December 6, 2010. Anas intended to use the money for supporting his bid to win the partys chairmanship.

The money was given to Anas for making payments at hotels, buying Blackberry phones and their cards, renting cars for Anass supporters in the congress, and for other entertainment purposes.

In a press conference held following his exit from the KPK building, Anas called the day of his detention a historic day and part of an important stage in his efforts to find truth and justice.

TERKAIT - RELATED