Kuningan, Jawa Barat (B2B) - Balai Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC) di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat berupaya mengembangkan pemanfaatan jasa lingkungan air dan jasa wisata (ekowisata) yang membuka peluang keterlibatan masyarakat.
"Masyarakat mendukung pengembangan ekowisata berbasis masyarakat, perambah hutan kami berdayakan dan kini menjadi mitra kami mengelola ekowisata," kata Kepala Balai TNGC, Padmo Wiyoso kepada para jurnalis yang mengikuti media gathering di Kuningan pada Jumat malam (11/9).
Menurutnya, potensi jasa lingkungan dan ekowisata di TNGC meliputi 106 sumber mata air dengan debit 11.101,23 liter/detik dan 43 sungai. Sementara lokasi wisata umumnya berdekatan dengan lahan-lahan milik masyarakat sehingga ideal untuk pengembangan ekowisata berbasis masyarakat.
Sebagaimana diketahui, luas lahan TNGC mencapai 15.500 hektar yang terbagi pada Kabupaten Majalengka seluas 6.800,34 hektar, dan 8.699,87 hektar termasuk wilayah Kabupaten Kuningan. Sementara vegetasi di hutan pegunungan TNGC mencapai 72 jenis, 95 jenis berada di hutan dataran rendah dengan puluhan spesies anggrek.
"Sementara jumlah penduduk yang mendiami TNGC sekitar 3.060 kepala keluarga dengan 4.553 jiwa yang menjadi penggarap di TNGC, dengan luas garapan mencapai 2.189 hektar meliputi sayuran pada lahan seluas 2.189 hektar dan 569 hektar untuk kebun kopi," kata Padmo Wiyoso yang didampingi Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Eka W Soegiri.
Menurutnya, penduduk sebagai penggarap lahan sudah bermukim di TNGC sebelum ditetapkan pemerintah sebagai taman nasional melalui Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan No.424/KPTS-II/2004, seluruh kawasan Gunung Ciremai berfungsi sebagai zona pemanfaatan yang dalam pengelolaannya pun terdapat aktivitas penggarapan lahan dalam bentuk tumpangsari.
"Setelah menjadi taman nasional, lahan bekas garapan penduduk dikembangkan untuk menanam berbagai jenis tanaman endemik di sini, dengan melibatkan masyarakat di sini," kata Padmo.
Kuningan, Indonesia (B2B) - Ciremai Mountain National Park or TNGC in Kuningan District, West Java province seeks to develop the use of water environmental services, and ecotourism to provide opportunities for communities to get involved, according to head of the national park.
"The community supports the development of community-based ecotourism, forest encroachers we empower, and has now become our partners to manage ecotourism," Head of TNGC, Padmo Wiyoso told journalists who followed the media gathering in Kuningan on Friday night (9/11).
According to him, the potential for environmental services and ecotourism in TNGC supported 106 water springs with debit 11,101.23 liters / sec and 43 rivers. While the tourist sites are generally close to land community owned so ideal for the development of community-based ecotourism.
As known, TNGC reach 15,500 hectares of land divided in Majalengka District area of 6,800.34 hectares, and 8,699.87 hectares in the district of Kuningan. While vegetation in the mountain forests reached 72 species, 95 species are in the lowland forest with dozens of species of orchids.
"While the total population of around 3,060 heads of families with 4553 people become tillers of land, with a land size reaches 2,189 hectares for vegetables on an area of 2,189 hectares and 569 hectares of coffee plantations," Mr Wiyoso said who was accompanied by the Head of Public Relations in Indonesian Environment and Forestry Ministry, Eka W Soegiri.
According to him, the population as a tenant of land has been settled before TNGC set by the Indonesian government as a national park by the Decree (SK) Minister of Forestry 424 / KPTS-II / 2004, the whole area of Mount Ciremai serves as the utilization zone in any management activity is the cultivation land in the form of multiple cropping.
"Having become a national park, the land cultivated by the inhabitants developed for a variety of crops of local endemic, with the involvement of the community are here," Mr Wiyoso said.