Bandung, Jawa Barat (B2B) - Pemerintah RI  mengakui  harga cabai melambung meskipun produksi Oktober - Desember 2016 meningkat, karena hal itu akibat persoalan klasik puluhan tahun, Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura menyusun pemetaan panen berkesinambungan, dan Kementerian Perdagangan mendukung upaya pengendalian harga.

Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman mengatakan harga cabai sempat meningkat belum lama ini meskipun produksi meningkat, dan hal itu terjadi akibat persoalan klasik puluhan tahun terkait pola tanam, masa panen, dan pengembangan sentra produksi.

"Dampak harga cabai terhadap inflasi memang tidak sehebat beras, namun dampak La Nina yang memicu kemarau basah berdampak pada keengganan petani cabai melakukan panen tepat waktu karena khawatir membusuk," kata Mentan pada apel pimpinan teritorial TNI AD di Bandung, Provinsi Jawa Barat pada yang dihadiri Kepala Staf TNI AD Jenderal TNI Mulyono, Senin (14/11).

Dirjen Hortikultura Spudnik Sujono pekan lalu menyatakan bahwa kenaikan harga cabai akhir-akhir ini bukan karena penurunan produksi melainkan lantaran tata niaga yang panjang, sehingga dia mengimbau agar masyarakat tidak perlu khawatir akan pasokan komoditas hortikultura seperti cabai dan bawang merah hingga akhir tahun.

"Saya sudah ke lapangan hingga Sumedang dan Garut untuk melihat langsung ke sentra produksi cabai ternyata produksinya tidak turun tapi hanya tertunda panen karena hujan. Bukan hanya di Sumedang, hal serupa terjadi di Lombok dan Bima di Nusa Tenggara Barat. Kalau panen saat hujan bisa busuk," kata Spudnik kepada pers di Jakarta pekan lalu (7/11).

Menurutnya, Kementan telah melakukan pemetaan produksi dan masa panen hingga akhir 2016 untuk menjaga ketersediaan cabai hingga konsumsi masyarakat.

Pasokan dan Kebutuhan
Ditjen Hortikultura memperkirakan pasokan cabai dan bawang merah pada November dan Desember 2016 akan mengalami surplus, dengan merujuk pada pasokan cabai besar dari sentra produksi di seluruh Indonesia mencapai 91.270 ton pada November 2016 yang melampaui kebutuhan konsumen di kisaran 75.761 ton sehingga pasokan berlebih atau surplus 15.509 ton.

"Begitu pula dengan pasokan bawang merah pada November 2016 diperkirakan surplus 21.305 ton, karena pasokan dari sentra produksi mencapai 103.667 ton di atas kebutuhan konsumen sekitar 82.362 ton," kata Direktur Jenderal Hortikultura, Spudnik Sujono kepada pers di Jakarta pada Senin (7/11).

Spudnik menambahkan bahwa surplus produksi cabai dan bawang merah diperkirakan terjadi pula pada Desember 2016, seperti cabai besar akan surplus 16.475 ton karena pasokan mencapai 92.947 ton sementara kebutuhan konsumen hanya 76.472 ton. Kebutuhan bawang merah Desember 2016 sekitar 82.897 diantisipasi pasokan yang mencapai 101.897 ton sehingga masih surplus hampir 20 ribu ton.

Hal serupa terjadi terhadap kebutuhan cabai rawit merah pada November dan Desember 2016; pasokan untuk November 68.816 ton, kebutuhan 53.810 ton sehingga surplus 15.006 ton; kebutuhan pada Desember 2016 diperkirakan 54.346 ton, pasokan mencapai 78.167 ton sehingga kelebihan pasokan cabai rawit merah mencapai 23.821 ton.

"Kelebihan pasokan cabai dan bawang merah terjadi sejak Oktober 2016, khususnya cabai besar surplus 1.010 ton sementara pasokan mencapai 76.771 ton dibandingkan kebutuhan konsumen sekitar 75.761 ton," katanya lagi.
Pasokan cabai rawit merah Oktober 2016 mencapai 62.456 ton mampu memenuhi kebutuhan konsumen hingga 53.810 ton dan kelebihan pasokan hampir 9.000 ton, sementara bawang merah pada Oktober 2016 juga surplus 29.246 ton karena pasokan mencapai 111.708 ton sementara kebutuhan hanya 82.462 ton.