Trump Mulai Hukum Negeri Kita

Jum'at, 04 April 2025
Ilustrasi: Rosadi Jamani

 

ROSADI JAMANI

 

SAYA kira China, Kanada, Meksiko, dan Uni Eropa musuh Amerika. Ternyata, negeri kita pun mulai dijadikan seteru.

Kenapa Trump sampai menghukum negeri kekuasaan Prabowo ini dengan tarif 32 persen?

Sambil menikmati kopi di CW Sebatuan Sebangkau Sambas, mari kita kupas, wak!

Donald Trump baru saja memutuskan menancapkan pedang kebijakan ekonomi ke jantung Nusantara.

Tanpa aba-aba. Tanpa salam tempel. Tanpa undangan hajatan. Indonesia tiba-tiba disergap dengan tarif impor 32%. Ini membuat ekspor kita lunglai.

Keputusan ini bukan sekadar kebijakan ekonomi. Ini deklarasi perang dagang.

Tekstil, elektronik, otomotif, dan produk agribisnis yang selama ini melenggang anggun di pasar Amerika, kini tersandung tarif lebih tinggi.

Para pengusaha ekspor pun mendadak migrain akut.

Di sudut-sudut pabrik, para pekerja mulai gelisah. Dengan ekspor yang tercekik, produksi bakal melambat, pesanan menyusut, dan pada akhirnya, nasib mereka di ujung tanduk.

PHK massal sudah mengintai di ujung jalan, siap menyergap kapan saja. Dalam beberapa bulan ke depan, kita mungkin akan melihat antrean panjang di bursa kerja.

Ironisnya, tak ada yang bisa menjamin bahwa ekonomi akan segera pulih.

Para pengamat memperingatkan, kalau kebijakan ini tak segera ditangani, Indonesia bisa jatuh ke jurang resesi lebih dalam.

Di lantai bursa, rupiah mulai menggigil. Investor yang biasanya tenang kini seperti anak kecil ketakutan melihat badut di pesta ulang tahun.

Pasar saham bergejolak, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mulai menari seperti koreografi JKT48, tapi dalam versi depresi.

Jika ini terus berlanjut, harga barang-barang di dalam negeri akan melambung lebih cepat dari roket SpaceX.

Rakyat kecil, yang sejak awal sudah terbiasa dengan hidup susah, kini harus menghadapi kenyataan bahwa seporsi nasi goreng pinggir jalan pun bisa menjadi barang mewah.

Inflasi siap menerkam, dan daya beli masyarakat bisa hancur berkeping-keping.

Lalu, pertanyaannya, kenapa Trump melakukan ini? Apakah ini balas dendam personal? Apakah ini ulah Illuminati?

Ataukah ini bagian dari skenario besar untuk membuat Indonesia tunduk di bawah supremasi ekonomi Amerika?

Para analis politik sibuk berdebat. Sebagian percaya bahwa ini hanya strategi untuk memenangkan pemilih Amerika dengan retorika proteksionisme yang keras.

Sebagian lain yakin bahwa ini adalah bentuk dendam kesumat Trump karena Indonesia masuk BRICS.

Tidak ada yang tahu pasti. Yang jelas, kebijakan ini sudah menempatkan Indonesia dalam kondisi darurat ekonomi yang lebih serius dari harga tiket mudik lebaran.

Sementara itu, di ruang-ruang rapat pemerintahan Indonesia, para pejabat mulai memutar otak.

Haruskah kita membalas? Haruskah kita menaikkan tarif impor untuk produk Amerika? Tapi, tunggu dulu. Apa yang sebenarnya kita impor dari mereka? Mobil? Laptop? Snack impor?

Kalau kita naikkan tarifnya, apakah itu justru akan membuat rakyat sendiri makin menderita? Lalu, bagaimana dengan hubungan diplomatik?

Apakah kita masih bisa berharap pada negosiasi yang masuk akal, atau haruskah kita mengirim tim duta besar bersenjata rendang dan sambal matah untuk meluluhkan hati Trump?

Para ekonom menyarankan langkah-langkah mitigasi, diversifikasi pasar ekspor, mempercepat negosiasi dagang, memberikan insentif untuk industri yang terdampak, dan yang paling penting, menyiapkan strategi agar kita tidak bergantung pada satu negara saja.

Tapi di tengah kekacauan ini, satu hal tetap pasti, rakyat Indonesia, dengan segala kecerdasannya dalam menghadapi krisis, akan menemukan cara untuk bertahan.

Karena, kalau ada satu hal yang lebih kuat dari tarif 32%, itu adalah kreativitas dan semangat bertahan hidup bangsa ini.

Sementara dunia bisa berkonspirasi, kita tetap bisa ngopi dan tertawa. Seperti biasa, kita akan mencari cara untuk menang, bahkan dalam kondisi yang paling mustahil sekalipun. #camanewak

 

 


TERKAIT - RELATED